Impossible Foods
The Impossible Burger, a vegan burger with heme harvested from soybean roots to look, feel, and taste like beef, as prepared by Hell's Kitchen in Downtown Minneapolis, Minnesota.

Impossible Foods Fokuskan Ekspansi Global Lewat Konsumen Flexitarian

(Business Lounge – Global News) Di tengah merosotnya tren konsumsi daging alternatif yang sempat melejit di awal pandemi, Impossible Foods kini mengambil langkah strategis dengan mengubah fokus dari konsumen vegan dan vegetarian menuju kelompok yang lebih luas: para flexitarian. Kelompok ini terdiri dari konsumen yang tetap mengonsumsi daging tetapi berusaha menguranginya, dan secara jumlah mendominasi pasar potensial di Amerika Serikat maupun global. CEO Impossible Foods, Peter McGuinness, menyebut bahwa inilah peluang pertumbuhan terbesar perusahaan saat ini, dengan lebih dari 100 juta orang di AS yang mengidentifikasi dirinya sebagai fleksitarian. Pendekatan ini menandai pergeseran fundamental dalam strategi perusahaan yang selama ini terlalu terasosiasi dengan nilai-nilai lingkungan dan ideologis.

Untuk menarik segmen baru ini, Impossible Foods merombak identitas visual dan produknya. Kemasan yang dulunya berwarna hijau—simbol hijau lingkungan dan identitas nabati—kini diubah menjadi merah menyala, menyerupai estetika kemasan daging sapi. Pendekatan ini dirancang untuk mengurangi kesan “produk substitusi” dan menjadikan produk Impossible terasa seperti pilihan utama. Tidak hanya dari segi visual, perusahaan juga memperdalam inovasi tekstur dan rasa agar lebih mendekati sensasi daging sesungguhnya. Produk andalan seperti Impossible Burger kini telah memasuki iterasi kelima, dengan target meluncurkan versi Beef 6.0 yang diklaim akan mampu menyamai kompleksitas rasa dan aroma daging sapi asli.

Tak hanya terbatas pada burger, lini produk Impossible kini mencakup chicken tenders, hot dogs, dan steak bites. Produk terakhir ini menjadi unggulan baru, dengan klaim 21 gram protein, tanpa kolesterol, dan 80% lemak jenuh lebih sedikit dari steak daging sapi. Di saat yang sama, perusahaan juga memperluas distribusi ritelnya ke lebih dari 35.000 toko di AS, termasuk Walmart, Kroger, dan Target. Dengan langkah ini, Impossible berhasil menyalip Beyond Meat dalam pangsa pasar daging alternatif di sektor ritel. Kemitraan strategis dengan restoran cepat saji seperti Burger King juga diperkuat, dengan kembalinya Impossible Whopper di hampir semua gerai AS.

Kampanye pemasaran Impossible kini jauh lebih pragmatis. Alih-alih menyuarakan misi penyelamatan iklim atau kesehatan global, narasi perusahaan berfokus pada kenikmatan makan dan nilai gizi praktis. McGuinness menyebut bahwa perusahaan sebelumnya terlalu moralistik, sehingga membuat banyak konsumen merasa teralienasi. Kini, Impossible berupaya menghadirkan daging nabati sebagai alternatif lezat dan sehat, bukan sebagai kewajiban moral. Dalam iklan dan promosi, Impossible menekankan keunggulan nutrisi seperti serat tinggi, protein setara dengan daging, serta tanpa kolesterol. Gaya komunikasi ini dianggap lebih cocok untuk kalangan konsumen umum yang tidak tertarik pada ideologi tetapi terbuka pada pilihan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Namun tantangan besar tetap ada. Salah satu hambatan terbesar dalam ekspansi daging nabati adalah harga. Produk Impossible masih dibanderol dua kali lipat dari harga daging sapi konvensional di banyak supermarket. Meski demikian, perusahaan optimistis bahwa dengan meningkatnya skala produksi, perubahan bahan baku, dan efisiensi rantai pasok, harga bisa ditekan hingga setara dengan daging sapi dalam beberapa tahun ke depan. Strategi ini menjadi bagian penting dari rencana Impossible untuk memperbesar pangsa pasar dan pada akhirnya menyeimbangkan profitabilitas dengan ekspansi global.

Selain itu, sektor daging alternatif juga menghadapi tekanan dari persepsi konsumen bahwa produk nabati merupakan “ultra-processed foods” atau makanan ultra-proses yang dianggap tidak sehat. Impossible menanggapi kritik ini dengan meningkatkan transparansi dan fokus pada reformulasi produk agar lebih alami. McGuinness mengatakan, produk mendatang akan menggunakan lebih sedikit bahan tambahan dan akan ditampilkan secara terbuka dalam kemasan untuk membangun kembali kepercayaan konsumen. Dalam waktu dekat, Impossible juga akan merilis kampanye edukasi publik yang menjelaskan proses produksi dan manfaat gizi setiap produknya.

Industri daging alternatif sendiri tengah mengalami konsolidasi. Setelah ledakan startup dalam lima tahun terakhir, kini banyak pemain kecil mulai keluar dari pasar karena biaya produksi tinggi dan minimnya margin. Menurut laporan dari Bloomberg dan The Wall Street Journal, Impossible dan Beyond Meat kini menjadi dua perusahaan utama yang bertahan dan bersaing secara langsung di pasar massal. Di sisi Impossible, perusahaan berkomitmen mempercepat inovasi produk untuk mempertahankan keunggulan. Ini mencakup riset teknologi fermentasi baru, pengembangan struktur jaringan serat protein yang menyerupai daging asli, serta kemitraan riset dengan sejumlah universitas dan lembaga teknologi makanan.

Meski saat ini Impossible Foods belum mencetak laba, arah menuju profitabilitas disebut sudah jelas. McGuinness menargetkan titik impas dalam dua hingga tiga tahun, bersamaan dengan kesiapan perusahaan menuju penawaran saham perdana (IPO). Untuk mencapai itu, strategi utama meliputi perluasan pasar ke Eropa dan Asia, diversifikasi produk untuk kuliner lokal, dan peningkatan produksi di fasilitas baru di Midwest AS. Perusahaan juga mulai memperluas pasar bisnis-ke-bisnis (B2B) dengan menjual bahan dasar nabati ke produsen makanan siap saji dan jaringan katering.

Dalam jangka panjang, Impossible tidak hanya ingin menjadi perusahaan pengganti daging, melainkan pencipta kategori baru di industri makanan. McGuinness menyebut bahwa visi perusahaan adalah menciptakan “protein generasi berikutnya” yang tidak hanya meniru daging tetapi juga bisa mengunggulinya dalam aspek gizi, rasa, dan keberlanjutan. Dengan kombinasi pendekatan ilmiah, fleksibilitas pemasaran, dan penetrasi distribusi yang semakin luas, Impossible berharap dapat menjangkau bukan hanya kalangan khusus tetapi juga konsumen arus utama yang selama ini loyal pada daging konvensional.

Keberhasilan strategi Impossible akan menjadi penentu arah masa depan industri daging nabati. Bila pendekatan baru ini berhasil, maka konsumen global bisa menyaksikan perubahan paradigma besar dalam cara makan daging—bukan lagi bergantung pada hewan, melainkan pada teknologi pangan mutakhir. Dalam konteks ini, transformasi Impossible menjadi simbol upaya merevolusi pangan, bukan hanya menyaingi daging, tetapi mengubah cara manusia mengonsumsinya.