Paramount

Paramount Group Cari Opsi Strategis di Tengah Gejolak Real Estate

(Business Lounge – Global News) Dalam langkah yang menggambarkan tekanan besar di sektor properti komersial Amerika Serikat, Paramount Group Inc., salah satu pemilik gedung perkantoran terbesar di New York dan San Francisco, mengumumkan bahwa mereka sedang menjajaki kemungkinan penjualan perusahaan. Pernyataan ini muncul hanya beberapa hari setelah perusahaan mengungkapkan adanya pembayaran kepada CEO mereka yang sebelumnya tidak diungkapkan secara publik, senilai 4 juta dolar AS. Pengumuman tersebut, seperti diberitakan Wall Street Journal, telah mengguncang kepercayaan investor dan memicu spekulasi tentang masa depan operator properti ikonik itu.

Langkah Paramount Group untuk mengevaluasi “opsi strategis,” termasuk potensi merger, akuisisi, atau bahkan penjualan langsung kepada investor swasta, mencerminkan krisis yang lebih luas dalam industri real estat perkantoran. Pandemi COVID-19, perubahan pola kerja, suku bunga tinggi, dan ketidakpastian ekonomi telah mengikis permintaan akan ruang kantor di kota-kota besar. Menurut analisis Bloomberg, tingkat kekosongan di pasar kantor Manhattan kini berada pada level tertinggi dalam lebih dari dua dekade terakhir, melampaui 20 persen.

Paramount Group, yang mengelola lebih dari 8 juta kaki persegi ruang kantor kelas atas di lokasi-lokasi premium seperti Park Avenue di New York dan Market Street di San Francisco, telah menghadapi tekanan luar biasa untuk mempertahankan nilai asetnya. Banyak penyewa besar memilih untuk mengurangi ruang kantor, memperbarui kontrak dengan syarat yang lebih fleksibel, atau bahkan mengalihkan operasi ke kota-kota dengan biaya lebih rendah. Dalam laporan keuangannya, Paramount mencatat penurunan pendapatan sewa yang stabil sejak 2022, meskipun portofolio mereka tetap berkelas.

Namun, kekhawatiran investor tidak hanya berasal dari tantangan pasar. New York Times melaporkan bahwa pembayaran kepada CEO Albert Behler, yang sebelumnya tidak diungkapkan, mengundang pertanyaan tentang tata kelola perusahaan. Meski manajemen menyatakan bahwa pembayaran tersebut terkait dengan bonus kinerja dan tidak melanggar regulasi, pengumuman mendadak ini memperbesar tekanan pada dewan direksi. Investor aktivis dilaporkan mulai mempertanyakan transparansi manajemen dan arah strategi jangka panjang perusahaan.

Langkah Paramount untuk membuka pintu terhadap potensi penjualan mengingatkan pada gelombang privatisasi yang terjadi di sektor properti AS sejak 2022. Perusahaan seperti SL Green dan Vornado Realty Trust juga telah menjual sebagian aset mereka kepada dana infrastruktur dan real estat swasta, termasuk Blackstone dan Brookfield. Strategi semacam ini dipandang sebagai cara untuk mengunci nilai aset sebelum kondisi pasar memburuk lebih jauh. Dalam konteks ini, Paramount mencoba mengambil kendali narasi dengan menjajaki opsi proaktif sebelum ditekan lebih jauh oleh pasar.

Dalam pernyataan resminya, Paramount menyatakan bahwa proses peninjauan strategis ini belum memiliki keputusan akhir dan tidak ada jaminan bahwa akan ada transaksi yang terjadi. Namun analis dari Moody’s dan S&P Global menilai bahwa langkah ini mencerminkan kesadaran bahwa model bisnis properti perkantoran tradisional kini tengah mengalami pergeseran struktural. “Investor menginginkan kepastian arus kas di tengah suku bunga tinggi dan beban utang, dan sektor kantor tidak lagi mampu memberikannya seperti dulu,” ujar salah satu analis yang dikutip oleh Bloomberg.

Sementara itu, spekulasi tentang siapa yang mungkin tertarik membeli Paramount pun mencuat. Sejumlah sumber di industri menyebut Brookfield Asset Management dan Blackstone sebagai kandidat alami, mengingat mereka memiliki rekam jejak dalam mengakuisisi properti premium yang tengah tertekan. Namun, potensi valuasi menjadi tantangan besar. Saham Paramount Group telah anjlok lebih dari 40 persen sejak awal 2023, dan harga pasarnya saat ini jauh di bawah nilai aset bersih yang tercatat di laporan keuangan.

Tantangan utama dalam potensi transaksi adalah kondisi pasar modal. Karena suku bunga tinggi, pembeli potensial akan menghadapi biaya pembiayaan yang signifikan. Selain itu, persepsi risiko sektor kantor membuat lembaga keuangan lebih selektif dalam menyalurkan kredit untuk akuisisi semacam ini. Dalam laporan khusus, Wall Street Journal mencatat bahwa banyak investor kini lebih tertarik pada properti logistik, perumahan sewa, atau fasilitas data center—bukan gedung perkantoran pusat kota yang kini dianggap memiliki risiko struktural tinggi.

Di tengah semua ini, pertanyaan tentang masa depan CEO Albert Behler juga mencuat. Behler telah memimpin Paramount sejak sebelum IPO perusahaan pada 2014 dan merupakan tokoh sentral dalam ekspansi portofolio ke pasar San Francisco. Namun beberapa investor menilai bahwa gaya kepemimpinannya terlalu konservatif dan lamban merespons disrupsi industri. “Pemegang saham perlu figur yang agresif dalam menciptakan nilai dan mengantisipasi perubahan pasar,” kata seorang analis properti kepada CNBC. Meskipun belum ada kabar resmi tentang masa depan Behler, tekanan untuk restrukturisasi tampaknya tak terelakkan.

Langkah Paramount ini juga mencerminkan tekanan besar terhadap Real Estate Investment Trusts (REITs) yang fokus pada sektor kantor. Sejumlah REIT lain seperti Boston Properties dan Kilroy Realty juga mulai menjual aset, menunda proyek pembangunan baru, dan mengurangi dividen. Para investor institusional mulai mengalihkan modal mereka ke sektor-sektor yang lebih defensif, seperti kesehatan dan perumahan multikeluarga. Dalam ekosistem ini, REIT kantor harus berinovasi atau mencari jalan keluar sebelum arus kas mereka terkikis lebih jauh.

Di sisi lain, beberapa analis melihat adanya peluang. Bagi investor jangka panjang dengan toleransi risiko tinggi, properti kantor di lokasi strategis seperti Midtown Manhattan tetap memiliki nilai. Jika kondisi ekonomi membaik dan perusahaan-perusahaan mulai mendorong kembali kehadiran fisik di kantor, maka permintaan bisa pulih, meski secara bertahap. Selain itu, nilai properti yang anjlok membuka ruang akuisisi dengan diskon besar yang bisa menguntungkan dalam jangka panjang.

Namun untuk saat ini, Paramount Group berada di titik kritis. Opsi strategis yang dijajaki bukan sekadar perencanaan bisnis, tapi reaksi terhadap kombinasi tekanan eksternal dan internal yang tak bisa dihindari. Pengungkapan kompensasi yang tidak transparan kepada CEO, ketidakpastian pasar kantor, serta tekanan dari investor telah menciptakan badai yang sempurna.