(Business Lounge – Global News) Langkah terbaru Qatar Airways yang memesan sejumlah besar pesawat dari Boeing dan mesin dari GE Aerospace menjadi simbol kuat dari dinamika baru geopolitik ekonomi, di mana negara-negara Teluk memperkuat hubungan dagang dan teknologi dengan Amerika Serikat. Kesepakatan ini datang hanya beberapa hari setelah pengumuman serangkaian kolaborasi teknologi antara perusahaan-perusahaan Arab Saudi dan raksasa AI dari Silicon Valley, dan kini diperkuat dengan transaksi industri penerbangan bernilai miliaran dolar yang melibatkan perusahaan-perusahaan kedirgantaraan AS.
Menurut laporan The Wall Street Journal, Qatar Airways telah menandatangani pesanan baru untuk armada Boeing 777X, serta memperkuat kerja sama dengan GE Aerospace untuk pasokan mesin jet dan perawatan jangka panjang. Pemerintah AS memperkirakan bahwa paket kerja sama ini akan mendukung sekitar 154.000 pekerjaan di dalam negeri setiap tahunnya, menandai salah satu kontribusi terbesar dari sektor ekspor terhadap ekonomi AS tahun ini.
Dalam pernyataan resmi yang dikutip oleh Reuters, Gedung Putih menekankan pentingnya kesepakatan ini sebagai bagian dari strategi nasional untuk menjaga keunggulan manufaktur AS di tengah ketegangan geopolitik dan pergeseran rantai pasok global. Presiden AS juga menyebut kerja sama dengan Qatar sebagai wujud nyata dari “kemitraan strategis yang memperkuat lapangan kerja berkualitas tinggi dan teknologi tinggi di negeri sendiri.”
Dari sisi Boeing, kontrak dengan Qatar Airways menjadi angin segar setelah tahun-tahun penuh tekanan akibat masalah produksi dan penundaan sertifikasi untuk 737 MAX dan 777X. Dalam wawancara dengan Bloomberg, CEO Boeing Dave Calhoun mengatakan bahwa “kesepakatan dengan Qatar bukan hanya kemenangan komersial, tetapi juga bukti kepercayaan pasar global terhadap kualitas dan kapasitas kami untuk memenuhi kebutuhan maskapai di era penerbangan baru.”
Qatar Airways memang telah lama menjadi pelanggan penting bagi Boeing dan GE. Namun, pesanan kali ini memiliki makna tambahan karena terjadi di tengah pertarungan pengaruh antara Barat dan Timur Tengah dalam bidang teknologi, energi, dan pertahanan. Dalam seminggu terakhir, perhatian dunia tertuju pada serangkaian pengumuman dari Riyadh, di mana Arab Saudi mengumumkan investasi besar dalam startup AI asal AS dan Eropa serta penandatanganan nota kesepahaman dengan Nvidia dan perusahaan teknologi lain. Tak lama berselang, Qatar, dengan pendekatan yang lebih tradisional, memilih memperkuat sektor aviasinya.
GE Aerospace, yang akan memasok mesin GE9X untuk Boeing 777X yang dipesan Qatar Airways, juga mengambil bagian penting dalam perjanjian tersebut. Mesin ini merupakan salah satu yang paling canggih dan efisien di dunia, dirancang untuk mengurangi emisi dan konsumsi bahan bakar hingga 10% dibandingkan generasi sebelumnya. Dalam pernyataan terpisah, CEO GE Aerospace Larry Culp menyatakan bahwa “proyek ini akan memacu inovasi berkelanjutan dalam teknologi mesin jet dan memperluas kerja sama jangka panjang kami dengan Qatar.”
Dari sudut pandang Qatar, pesanan ini mencerminkan strategi negara tersebut untuk mempertahankan posisi sebagai pemain utama dalam jaringan penerbangan global. Qatar Airways, yang sering bersaing ketat dengan Emirates dan Etihad, terus memperbarui armadanya untuk menjaga standar layanan premium sekaligus efisiensi operasional. Investasi pada pesawat berbadan lebar seperti Boeing 777X akan memperkuat rutenya di Eropa, Asia, dan Amerika Utara.
Kesepakatan ini juga memperlihatkan bagaimana sektor penerbangan global mulai pulih dari dampak pandemi COVID-19. Meski industri masih menghadapi tantangan seperti kenaikan harga bahan bakar dan gangguan rantai pasok, banyak maskapai mulai kembali ke jalur ekspansi, terutama untuk memenuhi permintaan perjalanan internasional yang melonjak. Menurut data dari IATA yang dikutip oleh Bloomberg, volume penerbangan internasional pada kuartal pertama 2025 telah pulih hingga 92% dari tingkat pra-pandemi, dengan kawasan Timur Tengah mencatat pertumbuhan tercepat.
Adapun dari perspektif politik domestik AS, kesepakatan dengan Qatar datang pada waktu yang krusial. Dengan ketegangan domestik seputar tarif, pengangguran, dan krisis perumahan, pemerintahan Biden tengah mencari cara untuk menunjukkan komitmennya terhadap penciptaan lapangan kerja sektor industri. Menurut ekonom dari Brookings Institution, kesepakatan seperti ini memberikan legitimasi tambahan pada agenda ekonomi luar negeri AS karena menggabungkan diplomasi dan manfaat ekonomi konkret.
Meski demikian, beberapa pengamat mengingatkan bahwa dukungan terhadap sektor manufaktur melalui ekspor tinggi semacam ini juga menyimpan tantangan. Ketergantungan pada pesanan internasional membuat produsen seperti Boeing dan GE sangat rentan terhadap dinamika geopolitik, ketegangan diplomatik, dan perubahan kebijakan negara pembeli. Analis dari Eurasia Group menyebut bahwa “hari ini Qatar adalah mitra yang solid, tetapi sistem regional sangat fluktuatif dan bergantung pada aliansi strategis yang kadang berubah dengan cepat.”
Selain itu, kompleksitas logistik dari produksi pesawat dan mesin jet skala besar berarti bahwa manfaat ekonomi dari pesanan semacam ini tidak dirasakan secara langsung. Proses perakitan, uji kualitas, sertifikasi, hingga pengiriman dapat berlangsung bertahun-tahun. Meskipun mendukung ratusan ribu pekerjaan, sebagian besar lapangan kerja tersebut bersifat teknis dan tersebar di berbagai negara bagian, sehingga dampaknya mungkin tidak terasa di kawasan yang sedang mengalami kesulitan ekonomi secara langsung.
Dari sisi geopolitik, kolaborasi dengan Qatar dapat dilihat sebagai sinyal penyeimbang terhadap ekspansi teknologi Arab Saudi yang semakin agresif. Sementara Riyadh menggandeng perusahaan AI dari Silicon Valley, Doha memperkuat posisinya dengan investasi pada infrastruktur transportasi global, di mana pesawat dan bandara tetap menjadi sarana vital. Ini menciptakan dinamika baru di kawasan Teluk, di mana setiap negara berusaha menunjukkan kekuatan ekonomi mereka dengan cara berbeda namun saling bersaing.
Qatar juga mungkin mengambil langkah ini sebagai strategi untuk memperkuat posisinya di panggung diplomasi global. Setelah mengalami isolasi regional selama krisis Teluk 2017–2021, Doha telah bergerak aktif mempererat hubungan dengan kekuatan global, termasuk AS dan Uni Eropa. Investasi besar dalam armada pesawat buatan AS dapat dilihat sebagai bentuk goodwill sekaligus jaminan komitmen jangka panjang terhadap aliansi Barat.
Kesepakatan ini juga memberi ruang bagi AS untuk menunjukkan bahwa kemitraan ekonomi yang berkelanjutan masih mungkin dilakukan di tengah tekanan proteksionis dan fragmentasi global. Dalam era di mana banyak negara semakin mengandalkan kebijakan dalam negeri, keberhasilan menjual pesawat dan mesin jet ke Timur Tengah menjadi bukti bahwa sektor industri AS masih kompetitif dan dihargai di pasar global.
Kesimpulannya, kesepakatan antara Qatar Airways, Boeing, dan GE Aerospace bukan sekadar transaksi komersial. Ini adalah bagian dari mosaik besar perubahan aliansi ekonomi global, di mana negara-negara membangun kekuatan strategis mereka melalui investasi, kerja sama teknologi, dan pengaruh dagang. Di tengah gejolak global, transaksi ini menunjukkan bahwa diplomasi ekonomi tetap menjadi alat penting dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan domestik dan posisi strategis di panggung dunia.

