(Business Lounge – Technology) Uber Technologies melaporkan laba kuartal pertamanya pada 2025, menandai tonggak penting dalam upaya perusahaan untuk mengubah model bisnisnya yang selama bertahun-tahun membakar kas menjadi mesin pertumbuhan yang lebih stabil dan menguntungkan. Namun, di tengah sorak sorai atas kinerja laba, perusahaan ini gagal memenuhi ekspektasi pendapatan analis, menyiratkan bahwa tantangan struktural dalam ekosistem mobilitas daring belum sepenuhnya teratasi.
Menurut laporan keuangan yang dirilis dan dikutip oleh Wall Street Journal, Uber mencatat laba bersih sebesar 654 juta dolar AS untuk kuartal yang berakhir pada Maret 2025. Ini merupakan peningkatan drastis dibandingkan rugi bersih sebesar 157 juta dolar AS pada periode yang sama tahun sebelumnya. Perusahaan juga mencatat pertumbuhan pesanan kotor sebesar 20 persen menjadi 37,7 miliar dolar AS, mencerminkan peningkatan permintaan dari konsumen global.
CEO Uber, Dara Khosrowshahi, menyatakan dalam panggilan pendapatan yang dikutip oleh Bloomberg bahwa strategi perusahaan untuk memperluas basis pengguna dan memperkuat sinergi antar layanan—mulai dari mobilitas hingga pengantaran makanan—telah membuahkan hasil. “Kami melihat pelanggan menggunakan lebih dari satu layanan Uber, dan itu menciptakan retensi serta nilai yang lebih tinggi per pengguna,” ujar Khosrowshahi.
Namun, di balik catatan positif pada laba, pendapatan Uber tercatat sebesar 10,13 miliar dolar AS, sedikit di bawah estimasi analis yang dihimpun oleh Refinitiv, yakni sebesar 10,2 miliar dolar AS. Kelemahan ini menunjukkan bahwa meskipun volume pesanan meningkat, monetisasi terhadap layanan tersebut belum optimal. Investor pun merespons dengan hati-hati, menyebabkan saham Uber turun sekitar 5 persen dalam perdagangan pre-market.
Analis di Evercore ISI mencatat bahwa pertumbuhan yang lebih lambat pada unit pengantaran makanan Uber Eats turut menjadi kontributor utama pendapatan yang di bawah ekspektasi. Meski masih mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 12 persen, Uber Eats menghadapi tekanan dari persaingan yang ketat dengan DoorDash dan Amazon, serta perubahan perilaku konsumen yang lebih selektif dalam pengeluaran pascapandemi.
Dalam segmen mobilitas, atau layanan tumpangan digital inti Uber, perusahaan mencatat pertumbuhan 27 persen secara tahunan. Volume perjalanan terus meningkat di kota-kota besar seperti New York, London, dan São Paulo. Namun, tarif yang relatif stabil dan tekanan biaya bahan bakar yang belum sepenuhnya pulih membuat margin keuntungan segmen ini belum setinggi yang diharapkan. Khosrowshahi mengakui bahwa perusahaan masih perlu berinvestasi pada loyalitas pengemudi, efisiensi algoritma pencocokan, serta insentif pengguna untuk meningkatkan margin.
Uber juga masih menghadapi tantangan hukum dan regulasi di berbagai negara. Di India, otoritas persaingan usaha baru-baru ini membuka penyelidikan atas dugaan dominasi pasar dalam sektor ride-hailing. Di Eropa, keputusan Mahkamah Agung Belanda yang menyatakan pengemudi Uber berstatus sebagai karyawan telah menimbulkan kekhawatiran soal biaya operasional yang akan meningkat tajam jika diterapkan secara luas.
Namun demikian, perusahaan berupaya menyeimbangkan antara efisiensi operasional dan kepatuhan hukum. Uber melaporkan bahwa kontribusi pengemudi aktif bulanan naik sebesar 10 persen dari tahun lalu, dan rata-rata pendapatan per pengemudi juga meningkat. Menurut Financial Times, ini merupakan indikasi bahwa loyalitas pengemudi membaik, terutama karena model insentif yang lebih fleksibel dan stabil.
Sementara itu, segmen lain seperti Uber Freight masih mengalami tekanan. Unit logistik digital ini mencatat penurunan pendapatan sebesar 17 persen dibandingkan tahun lalu, seiring dengan turunnya volume pengiriman barang di Amerika Utara dan harga spot logistik yang stagnan. Meskipun Uber telah memangkas biaya dan memperkuat integrasi teknologi pada Freight, analis Bernstein menyebut bahwa pemulihan unit ini kemungkinan masih memerlukan dua hingga tiga kuartal ke depan.
Yang menarik dari laporan ini adalah lonjakan signifikan pada metrik langganan Uber One, paket berlangganan premium yang menggabungkan diskon dan layanan eksklusif untuk mobilitas dan pengantaran. Menurut CNBC, jumlah pelanggan berbayar Uber One meningkat 15 persen dari kuartal sebelumnya, menunjukkan bahwa loyalitas pengguna pada layanan terpadu Uber terus tumbuh, dan ini menjadi sumber pendapatan berulang yang strategis bagi perusahaan.
Meski pertumbuhan jumlah pelanggan dan frekuensi perjalanan meningkat, Uber tetap menyatakan bahwa strategi jangka panjang akan difokuskan pada profitabilitas berkelanjutan. Khosrowshahi menegaskan bahwa perusahaan akan terus memangkas inefisiensi struktural dan memanfaatkan skala operasi untuk meningkatkan margin. Salah satu caranya adalah dengan memperluas integrasi AI dalam pengaturan permintaan dan penawaran secara real-time, yang menurut Uber telah mengurangi waktu tunggu pelanggan sebesar 12 persen di kota-kota utama.
Selain itu, Uber juga menjajaki peluang dalam pengembangan layanan kendaraan listrik. Melalui kemitraan dengan produsen kendaraan seperti Nissan dan Hyundai, serta penyedia stasiun pengisian daya seperti BP dan ChargePoint, Uber ingin memastikan bahwa transisi ke armada listrik berjalan mulus dan menguntungkan. Menurut laporan dari Reuters, lebih dari 25 persen dari total perjalanan Uber di London kini dilakukan oleh kendaraan listrik, dan perusahaan menargetkan angka tersebut naik menjadi 50 persen pada 2026.
Dari sisi arus kas, Uber mencatat arus kas bebas sebesar 900 juta dolar AS, menandai kuartal ketujuh berturut-turut dengan arus kas positif. Hal ini penting karena menunjukkan bahwa perusahaan kini mampu membiayai operasi dan investasi tanpa ketergantungan pada pembakaran modal besar-besaran seperti di era sebelumnya. Uber juga menebus kembali saham senilai 1,5 miliar dolar AS dalam program buyback yang diumumkan awal tahun, sebagai sinyal kepercayaan pada masa depan finansial perusahaan.
Para analis pasar masih terpecah dalam menilai arah saham Uber ke depan. Beberapa seperti dari Morgan Stanley tetap merekomendasikan “overweight” karena basis pelanggan yang kuat dan potensi pertumbuhan pada layanan tambahan seperti iklan dan pembayaran digital. Namun yang lain, seperti dari Jefferies, memperingatkan bahwa kompetisi, regulasi, dan risiko makroekonomi global masih bisa menjadi hambatan yang signifikan bagi valuasi saham Uber dalam jangka pendek.
Meskipun laporan pendapatan ini menyajikan gambaran yang campuran, satu hal yang jelas adalah bahwa Uber kini berada di jalur yang lebih stabil dibandingkan beberapa tahun lalu. Perusahaan yang pernah menjadi simbol dari ekspansi hiper-agresif dan pembakaran kas ini kini mulai membuktikan bahwa ia bisa bertahan dan bahkan tumbuh secara berkelanjutan, dengan atau tanpa lonjakan pendapatan spektakuler.
Di tengah lanskap mobilitas global yang terus berubah, Uber tampaknya telah belajar bagaimana menyeimbangkan antara pertumbuhan dan profitabilitas. Meski jalan masih panjang dan penuh tantangan, terutama di pasar negara berkembang dan sektor logistik, langkah Uber dalam memperkuat ekosistem layanan terpadu, loyalitas pengguna, serta efisiensi operasional memberikan sinyal kuat bahwa perusahaan ini lebih siap menghadapi masa depan dibanding sebelumnya.
Bagaimana Uber akan mempertahankan profitabilitas ini ke depan masih akan diuji oleh dinamika makro global, perubahan kebijakan regulasi, serta persaingan yang terus meningkat di setiap lini bisnisnya. Tapi untuk sekarang, sinyal positif sudah mulai terlihat—dan itu cukup untuk memberi investor dan pasar alasan untuk tetap berharap.