Maskapai Penerbangan

Mimpi Besar Maskapai Penerbangan Mulai Luntur

(Business Lounge – Global News) Harapan tinggi yang sempat menyelimuti industri penerbangan global sepanjang awal tahun 2024 kini meredup. Delta Air Lines, salah satu maskapai terbesar di dunia, mengubah pandangan optimistisnya tentang kinerja keuangan tahun ini, menyusul tekanan dari ketidakpastian ekonomi global, biaya operasional yang melonjak, serta melemahnya permintaan di segmen tertentu. Pengumuman ini menandai titik balik dalam narasi yang selama ini digadang-gadang sebagai “tahun pemulihan penuh” bagi sektor penerbangan pasca pandemi.

Dalam pernyataan yang dikutip oleh The Wall Street Journal, Delta menyebut bahwa ketidakpastian ekonomi dan volatilitas permintaan membuat perusahaan harus mengambil sikap lebih hati-hati terhadap proyeksi pertumbuhan. Meski permintaan perjalanan domestik dan internasional tetap tinggi di awal tahun, tanda-tanda penurunan momentum mulai terlihat sejak pertengahan Maret.

Delta sebelumnya memperkirakan bahwa 2024 akan menjadi tahun yang memecahkan rekor dari sisi pendapatan dan laba bersih, seiring dengan pemulihan penuh jaringan penerbangan internasional dan stabilisasi harga bahan bakar jet. Namun, dalam pembaruan guidance minggu ini, perusahaan mengakui bahwa beberapa asumsi makroekonomi yang mendasari proyeksi awal tersebut tidak lagi berlaku.

Laporan Bloomberg mencatat bahwa Delta kini memperkirakan margin laba operasi kuartal pertama akan berada di kisaran bawah dari estimasi sebelumnya. Harga saham Delta langsung turun setelah pengumuman ini, dan menular ke saham-saham maskapai lain seperti American Airlines dan United Airlines, menandakan bahwa investor mulai merevisi ekspektasi mereka untuk industri secara keseluruhan.

Delta menyoroti bahwa biaya tenaga kerja, harga bahan bakar, dan ketidakpastian geopolitik menjadi tiga faktor utama yang menekan margin. Kenaikan upah pilot menyusul kesepakatan serikat pekerja tahun lalu masih menjadi beban struktural yang belum tertutup sepenuhnya oleh peningkatan pendapatan.

Meski permintaan penerbangan internasional tetap kuat—terutama ke Eropa dan Asia—Delta mencatat adanya ketidakseimbangan pertumbuhan antara rute-rute premium dan ekonomi. Permintaan dari pelancong bisnis masih belum kembali ke tingkat pra-pandemi, meskipun mengalami kenaikan moderat dibanding tahun lalu. Di sisi lain, pelancong leisure mulai menunjukkan sensitivitas harga yang meningkat, terutama di tengah inflasi yang masih bertahan di banyak negara maju.

Menurut analisis CNBC, tren ini memperlihatkan pergeseran prioritas konsumen: dari belanja pengalaman premium menuju penghematan dan prioritas rumah tangga. “Kita melihat tanda-tanda bahwa pelancong mulai lebih selektif, bahkan ketika mereka tetap terbang,” ujar analis penerbangan dari Raymond James.

Khusus untuk Delta, pasar kunci seperti Boston dan Seattle menunjukkan perlambatan pemesanan tiket, padahal sebelumnya menjadi penyumbang pertumbuhan tinggi sejak 2022. Meskipun Delta tetap mempertahankan kekuatan di Atlanta dan New York, data reservasi dari Skyscanner dan Hopper memperlihatkan tren pelemahan pemesanan untuk periode musim panas mendatang.

Salah satu faktor yang membuat proyeksi maskapai berubah drastis adalah volatilitas harga bahan bakar jet. Menurut data IATA, harga minyak mentah global tetap tinggi akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan gangguan rantai pasok, terutama dari kawasan Laut Merah. Meski harga belum mencapai puncak seperti pada 2022, volatilitas yang terus meningkat membuat perusahaan sulit mengunci biaya secara akurat melalui lindung nilai (hedging).

Delta menyebut bahwa biaya bahan bakar naik lebih dari yang diperkirakan dalam tiga bulan pertama tahun ini, memaksa perusahaan untuk menyesuaikan kapasitas dan strategi harga. Beberapa rute internasional bahkan harus dikaji ulang terkait margin profitabilitasnya.

Selain bahan bakar, tekanan juga datang dari sisi tenaga kerja. Kesepakatan upah dengan pilot dan teknisi, meskipun penting untuk menjaga kestabilan operasional, telah menciptakan lonjakan beban operasional tahunan yang tak sebanding dengan kenaikan harga tiket.

Pandangan pesimistis Delta ikut memengaruhi ekspektasi terhadap maskapai lain. United Airlines dan American Airlines juga kemungkinan besar akan menyesuaikan panduan keuangan mereka dalam laporan kuartalan mendatang. Meski belum secara resmi merevisi outlook, analis memperkirakan bahwa tekanan serupa akan tercermin dalam hasil mereka.

Dalam wawancara dengan Financial Times, eksekutif senior di American Airlines menyebut bahwa industri “harus lebih realistis” terhadap kemungkinan pelemahan siklus. Maskapai yang terlalu ekspansif pada semester pertama bisa mengalami kesulitan menyesuaikan kapasitas jika permintaan benar-benar melambat di kuartal ketiga.

Sejumlah analis juga memperingatkan bahwa perlambatan ini datang pada saat yang tidak ideal. Setelah dua tahun mengalami lonjakan biaya dan utang, sebagian besar maskapai belum sepenuhnya memulihkan neraca mereka. Jika tren pelemahan permintaan berlanjut, tekanan terhadap arus kas bisa meningkat signifikan, terutama bagi pemain yang lebih kecil.

Dalam kondisi seperti ini, maskapai mulai kembali pada pendekatan konservatif: membatasi ekspansi kapasitas, menunda pesanan pesawat baru, dan memusatkan perhatian pada efisiensi. Beberapa maskapai juga menjajaki kolaborasi dan konsolidasi untuk mempertahankan profitabilitas. Akuisisi dan merger kecil di pasar regional seperti yang diumumkan antara Republic Airways dan Mesa Air bisa menjadi contoh strategi bertahan.

Di sisi Delta, fokus jangka pendek kini beralih ke peningkatan pendapatan unit, bukan volume penumpang. Perusahaan akan lebih selektif dalam menambah rute dan cenderung mengoptimalkan kapasitas dengan memprioritaskan rute-rute dengan margin tinggi. Strategi ini mencerminkan siklus restrukturisasi yang mirip dengan masa pasca-krisis 2008.

Bagi konsumen, penyesuaian ini bisa berarti harga tiket yang lebih tinggi di rute populer dan pengurangan frekuensi di rute-rute sekunder. “Maskapai akan berusaha menjaga margin dengan menaikkan tarif di mana pun memungkinkan, terutama di pasar-pasar dengan persaingan rendah,” kata analis perjalanan dari Expedia.

Namun, bagi pelancong fleksibel, pelemahan permintaan juga bisa menciptakan peluang. Jika maskapai terpaksa mengisi kursi, mereka bisa menawarkan diskon musiman atau paket bundling dengan mitra hotel. Harga tiket untuk destinasi seperti Jepang dan Australia diperkirakan akan mengalami fluktuasi tinggi sepanjang tahun.

Perubahan sikap Delta menandai berakhirnya euforia pemulihan pasca pandemi di sektor penerbangan. Tahun 2024 yang semula dipandang sebagai momentum puncak, kini menjadi tahun penyesuaian dan kehati-hatian. Narasi “revenge travel” mulai kehilangan daya dorong, dan maskapai harus kembali mengandalkan manajemen biaya serta strategi pasar yang tajam.

Di tengah ketidakpastian global dan tekanan inflasi, industri ini memasuki fase baru di mana hanya pemain yang adaptif dan efisien yang akan mampu mempertahankan performa. Mimpi besar tetap ada, tapi realitas bisnis kini kembali memegang kendali.