(Business Lounge – Global News) Formula One (F1), ajang balap paling prestisius di dunia yang kini dinilai sebagai produk olahraga dengan pertumbuhan tercepat secara global, tengah berada dalam fase penting dalam strategi medianya. Liberty Media, perusahaan induk F1 asal Amerika Serikat, sedang menjajaki penawaran untuk hak siar televisi di pasar domestik AS dengan harga yang meningkat tajam: antara 150 juta hingga 180 juta dolar AS per tahun, menurut laporan The Wall Street Journal dan Bloomberg.
Namun, alih-alih menciptakan perebutan sengit di antara perusahaan-perusahaan media seperti yang terjadi dalam tender NFL atau hak siar Premier League, respons terhadap proses ini justru berjalan lambat. Banyak pemain media besar belum menunjukkan antusiasme tinggi untuk memasuki perburuan, dan sejumlah analis mempertanyakan apakah valuasi tinggi tersebut mencerminkan nilai nyata dari jangkauan F1 di pasar Amerika.
Transformasi Formula One sejak Liberty Media mengakuisisi hak globalnya dari CVC Capital Partners pada 2017 telah menjadi studi kasus dalam pemasaran olahraga modern. Liberty membidik pertumbuhan audiens muda dan digital-native melalui pendekatan yang berbeda dari pengelola sebelumnya, termasuk mengadopsi strategi media sosial agresif, kolaborasi dengan Netflix dalam serial Drive to Survive, serta menambah kalender balapan dengan kota-kota ikonis seperti Miami dan Las Vegas.
Pendekatan ini terbukti efektif. Bloomberg menyebut bahwa sejak 2018, basis penggemar F1 di AS tumbuh lebih dari 40%, dan GP Miami serta Las Vegas kini bersaing dengan Indianapolis 500 atau Daytona 500 dalam hal popularitas domestik. Jangkauan media sosial F1 tumbuh eksponensial, dengan konten yang dioptimalkan untuk TikTok, YouTube Shorts, dan Instagram Reels, menjadikannya olahraga paling cepat tumbuh di antara Gen Z.
Namun, angka-angka tersebut belum sepenuhnya menjamin kesuksesan finansial dalam hal hak siar. Saat ini, hak siar F1 di Amerika Serikat dipegang oleh ESPN (anak usaha Disney), yang membayar hanya sekitar 5 juta dolar AS per tahun. Kontrak ini akan berakhir pada akhir musim 2025, dan Liberty Media berharap untuk mendapatkan kesepakatan yang nilainya meningkat secara signifikan.
Permintaan Liberty untuk nilai hak siar baru—yang naik lebih dari 30 kali lipat dari kesepakatan ESPN saat ini—mengejutkan banyak pelaku industri. Menurut laporan Sportico dan CNBC, nilai yang ditargetkan antara $150 juta hingga $180 juta per tahun akan menempatkan F1 setara dengan nilai hak siar NHL, bahkan mendekati MLS (yang saat ini punya kesepakatan senilai $250 juta per tahun dengan Apple TV+).
Namun, para analis mempertanyakan apakah F1 sudah mencapai titik komersial yang bisa membenarkan harga setinggi itu. Jumlah penonton siaran langsung F1 di AS secara konsisten berada di kisaran 1 juta–1,5 juta per balapan, jauh di bawah NFL (rata-rata lebih dari 17 juta per game), dan bahkan kalah dari NASCAR dalam beberapa kesempatan.
“F1 telah mengalami ledakan popularitas di AS, tetapi secara historis tetap merupakan olahraga Eropa yang masih mencari pijakan di Amerika,” kata analis media olahraga dari MoffettNathanson. “Kenaikan harga hak siar dalam tingkat seperti ini hanya bisa dibenarkan jika ada strategi distribusi yang benar-benar masif dan terintegrasi.”
Hingga saat ini, ESPN dikabarkan masih menjadi kandidat terkuat untuk memperpanjang hak siar, meskipun dengan nilai yang lebih tinggi dari saat ini. Namun, menurut laporan dari The Athletic, Disney enggan langsung mengunci kontrak baru tanpa mengetahui lebih dalam bagaimana strategi distribusi multi-platform akan diintegrasikan. ESPN menginginkan fleksibilitas untuk memanfaatkan hak tersebut di ESPN+, serta integrasi dengan aplikasi Disney lainnya.
Sementara itu, Amazon Prime Video dan Apple TV+ disebut-sebut sebagai pesaing yang potensial, mengingat mereka tengah agresif mencari konten olahraga eksklusif untuk memperkuat penetrasi pengguna dan waktu tonton. Namun sumber dari Financial Times menyatakan bahwa baik Amazon maupun Apple saat ini masih mempertimbangkan dengan hati-hati, terutama karena hak siar F1 bersifat global dan kompleks, serta menyangkut berbagai hak bahasa dan teritori.
NBC, yang sebelumnya pernah memegang hak F1 sebelum ESPN, telah menyatakan tidak tertarik, dengan menyebut bahwa fokusnya kini adalah mempertahankan hak NFL dan Olimpiade.
Salah satu isu utama yang membuat para penyiar berhati-hati adalah fragmentasi audiens. Dengan meningkatnya jumlah layanan streaming dan pergeseran perilaku penonton, model linear tradisional semakin sulit menjadi platform utama untuk mengamplifikasi nilai konten olahraga. F1 membutuhkan integrasi multi-lapis: televisi nasional, streaming OTT, hak digital untuk klip pendek, dan bahkan opsi untuk distribusi internasional simultan.
F1 juga mengelola platform streaming sendiri, F1 TV, yang memungkinkan penonton mengakses balapan secara langsung dengan komentar teknis dan fitur analitik mendalam. Layanan ini memberikan Liberty Media kekuatan negosiasi yang unik, tetapi juga menciptakan konflik dengan penyiar tradisional yang ingin eksklusivitas.
Dalam diskusi internal di Amazon, seperti dikutip oleh The Information, salah satu tantangan utama yang dipertimbangkan adalah bagaimana menjadikan hak F1 sebagai akuisisi yang menciptakan daya lekat pengguna (stickiness) dan bukan hanya sekadar ‘barang mahal’ yang menambah beban konten.
Greg Maffei, CEO Liberty Media, dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa pertumbuhan F1 tidak akan berhenti di AS. Perusahaan sedang membidik pasar Asia Tenggara dan Timur Tengah untuk memperluas cakupan, dengan kemungkinan penambahan GP baru pada 2026. Namun dalam waktu dekat, Amerika tetap pasar kunci.
“AS adalah pasar yang sangat penting, dan kami yakin bahwa nilai hak siar F1 mencerminkan potensi jangka panjang pertumbuhan olahraga ini di sini,” ujar Maffei kepada Bloomberg Television. Ia menekankan bahwa selain rating TV, metrik keterlibatan digital dan penjualan tiket GP Amerika akan menjadi bagian dari nilai total yang dijual kepada calon penyiar.
Penjualan tiket untuk GP Las Vegas dan Miami tahun ini mencetak rekor baru, dengan harga rata-rata tertinggi di antara semua balapan global F1. Namun, faktor ini belum tentu langsung berdampak pada nilai hak siar, yang mengandalkan konsistensi penonton rumah dan monetisasi iklan.
Keberhasilan jangka panjang F1 di pasar Amerika sangat bergantung pada kemampuannya mempertahankan relevansi dengan demografi muda. Drive to Survive, meskipun menjadi pendorong awal, kini menghadapi kritik dari sebagian penggemar lama karena dianggap terlalu dramatis dan kurang representatif terhadap aspek teknis balapan.
Oleh karena itu, Liberty Media tengah bereksperimen dengan format baru, termasuk seri mini dokumenter tim, video edukasi teknis di TikTok, dan kerja sama dengan YouTuber otomotif ternama. Strategi ini diharapkan dapat memperdalam loyalitas audiens dan memperpanjang siklus hidup penonton baru yang direkrut sejak 2020.
Di sisi lain, perusahaan media kini juga semakin mengandalkan data untuk menilai nilai konten. Jika F1 tidak dapat menunjukkan bahwa penontonnya menghasilkan nilai lifetime yang tinggi—dalam bentuk langganan, belanja merchandise, atau engagement digital—maka akan sulit mencapai harga yang diminta.
Kisah hak siar F1 mencerminkan transisi industri media olahraga yang kini harus menavigasi antara eksklusivitas konten, fragmentasi platform, dan perubahan perilaku penonton. Di satu sisi, F1 adalah produk yang sedang naik daun dengan basis penggemar global yang antusias. Di sisi lain, nilai ekonominya belum tentu bisa dimaksimalkan secara langsung dalam sistem distribusi saat ini.
Dengan waktu semakin sempit sebelum musim 2026 dimulai, keputusan dari ESPN, Amazon, atau bahkan pemain kejutan seperti Peacock atau Netflix, akan menentukan arah masa depan media F1 di pasar Amerika. Liberty Media bertaruh besar bahwa ekspansi global dan audiens digital akan membawa nilai yang diharapkan. Tapi seperti dalam balapan F1 itu sendiri, banyak hal bisa berubah dalam hitungan detik.