Stada

Stada Tunda IPO di Tengah Ketidakpastian Pasar Global

(Business Lounge – Global News) Stada Arzneimittel AG, produsen obat generik dan produk kesehatan yang berbasis di Jerman, telah memutuskan untuk menunda rencana penawaran umum perdana (IPO) yang sebelumnya dipersiapkan untuk paruh pertama tahun 2025. Keputusan ini diumumkan di tengah meningkatnya volatilitas pasar ekuitas global, menyusul langkah serupa dari perusahaan teknologi besar seperti StubHub dan Klarna yang juga menangguhkan rencana pertemuan dengan investor menjelang IPO mereka. Keputusan Stada memperkuat narasi bahwa pasar modal saat ini belum memberikan kondisi yang kondusif bagi aksi korporasi berskala besar, terlebih di sektor-sektor yang sangat terpapar pada sentimen makroekonomi.

Menurut laporan dari Reuters, Stada sejatinya telah mempersiapkan proses IPO ini sejak pertengahan 2023. Perusahaan yang saat ini dimiliki oleh perusahaan ekuitas swasta Bain Capital dan Cinven tersebut telah menyewa konsultan keuangan dan hukum untuk menavigasi proses pencatatan saham perdana di bursa saham Frankfurt. Target valuasi awal disebut-sebut berada di kisaran 10 hingga 12 miliar euro, menjadikannya salah satu IPO terbesar di sektor farmasi Eropa pascapandemi.

Namun, dalam pernyataan terbarunya, Stada menyebut “kondisi pasar yang tidak menguntungkan dan meningkatnya ketidakpastian ekonomi global” sebagai alasan utama penundaan. Keputusan ini dianggap sebagai langkah taktis untuk menjaga valuasi dan daya tarik investor, serta menghindari potensi penurunan harga saham pasca pencatatan yang umum terjadi dalam iklim pasar yang volatil.

Penundaan IPO Stada mencerminkan gambaran yang lebih luas dari kondisi pasar modal global saat ini. Menurut analisis dari Bloomberg, volume IPO global turun lebih dari 35% sepanjang kuartal pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan suku bunga oleh bank sentral utama dunia, termasuk Federal Reserve dan European Central Bank (ECB), menjadi faktor utama yang memperlemah sentimen terhadap aset berisiko seperti saham IPO.

Lebih lanjut, Financial Times mencatat bahwa kekhawatiran terhadap pertumbuhan global, tensi geopolitik seperti konflik di Timur Tengah dan ketidakpastian menjelang pemilu AS, turut menambah tekanan pada likuiditas pasar. Akibatnya, banyak perusahaan memilih menunda aksi korporasi besar hingga iklim makroekonomi lebih stabil.

StubHub, platform penjualan tiket berbasis digital, dan Klarna, raksasa fintech dari Swedia, termasuk di antara nama besar yang menunda aktivitas pra-IPO mereka. Hal ini memperkuat asumsi bahwa kondisi pasar saat ini tidak cukup kuat untuk menyerap valuasi tinggi dari perusahaan-perusahaan unicorn maupun korporasi mapan seperti Stada.

Stada telah mengalami transformasi signifikan sejak diakuisisi oleh Bain Capital dan Cinven pada 2017 dalam kesepakatan senilai 5,3 miliar euro. Di bawah kepemilikan swasta, perusahaan memperluas portofolio produknya secara agresif, termasuk melalui akuisisi perusahaan farmasi di Eropa Timur dan perluasan produk kesehatan konsumen. Langkah ini membuat Stada tumbuh menjadi salah satu pemimpin pasar dalam segmen obat generik di Eropa, bersaing langsung dengan Teva, Sandoz, dan Viatris.

Namun, laporan dari The Wall Street Journal menyebut bahwa para pemilik ekuitas swasta mulai menghadapi tekanan dari investor institusional untuk mewujudkan exit strategy, salah satunya melalui IPO. Dengan penundaan ini, Bain dan Cinven kemungkinan harus menunggu lebih lama untuk menguangkan investasinya, yang telah berlangsung hampir delapan tahun.

Di sisi lain, manajemen Stada menilai bahwa mempertahankan status perusahaan tertutup memberikan fleksibilitas strategis yang lebih tinggi dalam menghadapi tekanan margin, regulasi harga obat yang semakin ketat di Eropa, dan ketidakpastian dalam rantai pasok global. Hal ini sejalan dengan tren bahwa banyak perusahaan memilih tetap tertutup lebih lama agar dapat fokus pada konsolidasi dan efisiensi internal sebelum menjadi perusahaan publik.

Penundaan IPO Stada juga menunjukkan bahwa sektor farmasi tidak imun terhadap tekanan pasar modal, meskipun secara fundamental industri ini dinilai defensif. Menurut Moody’s Investors Service, prospek jangka menengah untuk sektor farmasi tetap stabil, didorong oleh peningkatan populasi lanjut usia dan permintaan tinggi untuk terapi penyakit kronis. Namun, valuasi perusahaan tetap terpapar pada risiko eksternal, termasuk regulasi harga dan kebijakan paten.

Stada, meskipun bukan perusahaan biofarmasi inovatif, memainkan peran penting dalam ekosistem farmasi karena posisinya dalam memproduksi obat generik dan produk OTC (over-the-counter). Produk seperti analgesik, antihistamin, serta suplemen kesehatan menyumbang porsi besar pendapatan perusahaan.

Penundaan IPO ini dapat memengaruhi ekspektasi investor terhadap valuasi subsektor obat generik, yang selama ini dinilai lebih stabil namun memiliki margin lebih rendah dibanding biofarmasi inovatif. Jika IPO Stada berhasil, maka itu bisa menjadi benchmark bagi pemain sejenis yang berencana melantai di bursa, termasuk Zentiva atau Krka di Eropa Tengah.

Menurut data dari PitchBook, beberapa investor institusi awalnya menyambut positif rencana IPO Stada karena menganggap perusahaan telah mencapai skala dan profitabilitas yang menjanjikan. Namun, mereka juga mengindikasikan bahwa valuasi di atas 10 miliar euro dinilai terlalu optimis dalam iklim pasar saat ini.

“Investor saat ini mencari visibilitas lebih baik terhadap arus kas dan struktur biaya jangka panjang. IPO dalam kondisi volatil bisa membuat harga saham jatuh setelah pencatatan dan menciptakan kerugian reputasi bagi perusahaan,” kata seorang analis dari Barclays Capital dalam wawancaranya dengan CNBC.

Meski begitu, beberapa pengamat menilai bahwa penundaan ini bukanlah sinyal kelemahan fundamental Stada, melainkan indikasi bahwa perusahaan memiliki cukup kekuatan neraca untuk menunda hingga kondisi lebih baik. Goldman Sachs memperkirakan bahwa IPO Stada bisa kembali dilakukan pada awal 2026 jika tren penurunan suku bunga mulai terlihat di Eropa dan AS.

Keputusan Stada untuk menunda IPO memperlihatkan kehati-hatian strategis dalam menjaga momentum pertumbuhan dan reputasi perusahaan. Sektor farmasi global sedang berada di persimpangan antara kebutuhan pembiayaan ekspansi dan tekanan biaya dari sisi kebijakan publik. Dalam kondisi seperti ini, langkah menunda bisa menjadi keputusan terbaik untuk jangka panjang.

Kepemilikan oleh Bain dan Cinven memberikan ruang bagi Stada untuk tetap fokus pada inisiatif strategis seperti ekspansi pasar di Asia dan Afrika, serta memperkuat lini produk digital untuk pelayanan pasien. Perusahaan juga tengah mengevaluasi peluang akuisisi tambahan yang dapat memperkuat posisinya di pasar terapi generik khusus (specialty generics), yang memiliki margin lebih tinggi.

Dalam konteks tersebut, IPO bukanlah satu-satunya jalan untuk menciptakan nilai bagi pemilik saham dan karyawan. Stada tampaknya memilih pendekatan jangka panjang dan sabar, menunggu hingga pasar lebih matang untuk menerima kehadirannya sebagai entitas publik.