(Business Lounge – Financial) Dalam industri akuntansi, Big Four — Deloitte, Ernst & Young (EY), Pricewaterhouse Coopers (PwC), dan KPMG — memainkan peran penting dalam memastikan transparansi dan akurasi laporan keuangan perusahaan publik. Setelah bertahun-tahun mendapat kritik atas tingkat kekurangan dalam audit mereka, laporan terbaru menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan ini telah membuat kemajuan signifikan dalam meningkatkan kualitas audit mereka. Menurut laporan yang dirilis oleh Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB), tingkat kekurangan rata-rata di antara keempat firma ini turun menjadi 20% pada tahun 2023, dibandingkan dengan 26% dalam dua tahun sebelumnya. Tren ini menunjukkan peningkatan yang konsisten dari tahun ke tahun, yang menjadi bukti bahwa regulator dan firma audit terus bekerja sama untuk meningkatkan akuntabilitas dalam sektor keuangan.
Menurut The Wall Street Journal, PCAOB melakukan inspeksi terhadap 255 audit yang dilakukan oleh Big Four di Amerika Serikat, meningkat dari 230 audit pada tahun sebelumnya. Setiap firma mengalami penurunan tingkat kekurangan, menunjukkan tren positif dalam kepatuhan terhadap standar audit. Deloitte mencatat penurunan tingkat kekurangan menjadi 14% dari sebelumnya 21%, sementara PwC mengalami penurunan dari 18% menjadi 16%. KPMG, yang mencatat tingkat kekurangan 26% pada tahun sebelumnya, kini turun menjadi 20%, angka terendah sejak 2009. EY, yang sebelumnya memiliki tingkat kekurangan tertinggi di antara Big Four, juga mencatat perbaikan, dengan tingkat kekurangan turun dari 37% menjadi 28%.
Dalam pernyataannya, juru bicara EY menyatakan bahwa perusahaan merasa terdorong oleh kemajuan signifikan ini dan akan terus menjadikan peningkatan kualitas audit sebagai prioritas utama mereka. Langkah EY dalam mengurangi jumlah klien perusahaan publik di AS bertujuan untuk meningkatkan praktik audit mereka dan memastikan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi. Selain itu, Deloitte dan KPMG juga menyatakan bahwa mereka telah melakukan investasi besar dalam teknologi audit berbasis kecerdasan buatan guna meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam proses audit.
Menurut laporan Bloomberg, PCAOB menganggap peningkatan ini sebagai hasil dari upaya regulator dalam mendorong perusahaan audit untuk memperbaiki kelemahan yang muncul setelah pandemi. Sejak mengambil alih sebagai Ketua PCAOB pada tahun 2022, Erica Williams telah mendorong kebijakan yang lebih ketat, termasuk pemberian sanksi lebih tinggi terhadap auditor dan firma yang melanggar standar, serta memperluas inspeksi hingga ke audit perusahaan berbasis di Tiongkok. Perubahan kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap kualitas laporan keuangan yang diaudit oleh firma besar ini. Selain itu, PCAOB juga telah meningkatkan kolaborasi dengan regulator internasional guna memastikan bahwa standar audit global tetap konsisten di berbagai yurisdiksi.
Namun, ada pula kritik terhadap pendekatan PCAOB dalam inspeksi. Beberapa pihak berpendapat bahwa PCAOB terlalu sering menghitung kesalahan kecil sebagai kekurangan audit yang signifikan, yang menyebabkan angka persentase kekurangan terlihat lebih tinggi dari yang sebenarnya. Kritikus juga mencatat bahwa perubahan besar bisa terjadi dalam pengawasan terhadap PCAOB, terutama jika Paul Atkins, kandidat pilihan mantan Presiden Trump untuk memimpin Securities and Exchange Commission (SEC), dikonfirmasi sebagai ketua baru SEC. Atkins dikenal sebagai pengkritik PCAOB, terutama terkait anggaran dan aturan yang diterapkan oleh regulator ini. Jika kepemimpinan baru di SEC mengambil pendekatan yang lebih longgar terhadap regulasi audit, maka ada kemungkinan perubahan dalam cara PCAOB menilai audit di masa mendatang.
Menurut Financial Times, PCAOB memilih audit untuk diperiksa berdasarkan kriteria tertentu, seperti perusahaan yang memiliki kepemilikan kripto dalam jumlah besar, praktik pengakuan pendapatan yang kompleks, keterlibatan dalam merger dan akuisisi, atau kepemilikan aset besar yang mungkin mengalami penurunan nilai, seperti utang real estat komersial yang dijadikan jaminan. Metode seleksi ini bertujuan untuk menargetkan area dengan risiko audit yang lebih tinggi guna memastikan transparansi keuangan yang lebih baik. Selain itu, PCAOB juga mulai menerapkan metodologi baru yang mengintegrasikan analisis data canggih guna mengidentifikasi pola risiko yang lebih akurat dan efektif dalam mendeteksi ketidaksesuaian dalam laporan keuangan perusahaan yang diaudit.
Di luar Big Four, firma audit besar lainnya juga menunjukkan perbaikan dalam kualitas audit mereka. Grant Thornton dan BDO mencatat penurunan tingkat kekurangan yang signifikan. Tingkat kekurangan BDO turun dari 86% menjadi 60%, sementara Grant Thornton mengalami penurunan dari 54% menjadi 48%. Ini menandakan bahwa perbaikan kualitas audit tidak hanya terjadi di firma terbesar tetapi juga di seluruh industri. Bahkan, beberapa firma audit menengah mulai mengadopsi teknologi audit terbaru untuk meningkatkan efisiensi mereka, seperti penggunaan kecerdasan buatan dan blockchain dalam proses audit.
Menurut laporan Reuters, perusahaan-perusahaan audit besar kini semakin meningkatkan investasi dalam teknologi dan pelatihan untuk memastikan bahwa standar audit mereka memenuhi ekspektasi regulator. Deloitte, EY, PwC, KPMG, BDO, dan Grant Thornton semuanya menyatakan dalam pernyataan resmi mereka bahwa mereka berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas audit dan mengadaptasi strategi yang lebih ketat dalam memastikan akurasi laporan keuangan klien mereka. Beberapa firma juga telah mulai bekerja sama dengan perusahaan teknologi untuk mengembangkan perangkat lunak audit otomatis yang dapat mendeteksi anomali lebih cepat dan lebih akurat daripada metode tradisional.
Di Indonesia, keempat firma Big Four—Deloitte, EY, PwC, dan KPMG—juga memainkan peran penting dalam audit perusahaan-perusahaan besar, baik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) maupun yang beroperasi secara global. Keempat firma ini memiliki kantor cabang dan jaringan luas di Indonesia, memberikan layanan audit, pajak, konsultasi, serta advisory lainnya.
Menurut laporan terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), firma Big Four di Indonesia menghadapi tantangan yang berbeda dibandingkan dengan rekan mereka di AS dan Eropa. Salah satu tantangan utama adalah perubahan regulasi terkait standar audit dan akuntansi yang semakin diperketat, terutama setelah berbagai skandal keuangan yang terjadi di dalam negeri maupun global. OJK dan regulator lainnya semakin menekan firma audit untuk meningkatkan transparansi serta kepatuhan terhadap standar internasional seperti IFRS (International Financial Reporting Standards).
Selain itu, Big Four di Indonesia juga semakin banyak terlibat dalam audit perusahaan BUMN serta perusahaan multinasional yang beroperasi di negara ini. Namun, ada kekhawatiran mengenai independensi dan potensi konflik kepentingan, terutama ketika firma yang sama memberikan layanan audit dan konsultasi secara bersamaan. Beberapa skandal akuntansi di Indonesia telah menyoroti pentingnya reformasi dalam praktik audit agar kepercayaan investor tetap terjaga.
Dari segi teknologi, Deloitte, EY, PwC, dan KPMG di Indonesia juga mulai mengadopsi penggunaan kecerdasan buatan dan big data dalam proses audit mereka. Ini memungkinkan mereka untuk mendeteksi anomali keuangan lebih cepat dan meningkatkan efisiensi. Namun, implementasi teknologi ini masih menghadapi tantangan dalam hal regulasi dan kesiapan sumber daya manusia.
Seiring dengan meningkatnya tekanan regulasi, firma audit harus terus beradaptasi untuk memenuhi tuntutan kepatuhan yang semakin ketat. Penurunan tingkat kekurangan dalam inspeksi terbaru menunjukkan bahwa upaya ini mulai membuahkan hasil, tetapi tantangan masih tetap ada. Dengan perubahan kepemimpinan potensial di SEC dan perdebatan tentang bagaimana PCAOB menilai audit, lanskap regulasi dapat berubah dalam beberapa tahun mendatang. Di sisi lain, munculnya tren baru seperti sustainability auditing dan kepatuhan terhadap standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) juga mulai menjadi perhatian utama bagi firma audit global.
Namun, satu hal yang jelas—Big Four dan firma audit besar lainnya semakin sadar akan pentingnya menjaga kualitas audit, baik untuk kepentingan regulator maupun untuk mempertahankan kepercayaan investor di pasar keuangan global. Transformasi ini tidak hanya mencerminkan respons terhadap tekanan regulasi tetapi juga perubahan paradigma dalam industri audit yang semakin mengandalkan teknologi, data analitik, dan keahlian khusus guna memastikan bahwa proses audit tetap relevan dan dapat dipercaya di era modern.