Harga Sewa Toko di Hong Kong Tinggi, Pengecer Merek Mewah Bersiap Hengkang

(Business Lounge – Global News) Para tuan tanah di Hong Kong yang telah menjadi kota untuk sewa ritel paling mahal di dunia, harus menghadapi mundurnya bisnis dari merek-merek mewah.

Pengecer barang mewah seperti Prada SpA dan Kering SA, pemilik Gucci, berbisnis di Hong Kong untuk mengambil keuntungan dari berkembangnya ketertarikan warga Tiongkok terhadap tas dan jam tangan mahal selama lima tahun terakhir. Sekarang, mereka berjuang dengan tantangan baru yang dikarenakan ekonomi Tiongkok telah melambat: pariwisata dan pengeluaran dari seluruh daerah menurun.

Harga sewa sangat mahal di Hong Kong dan nilai mata uang yang telah meningkat telah menjadi kendalanya. Bahkan meskipun harga barang di Paris dan kota-kota Eropa lainnya menjadi lebih murah akibat penurunan mata uang euro, harga barang-barang di Hong Kong tetap menjadi lebih mahal,.

Para Pengecer Berjuang Melawan Harga Sewa

Jean-Marc Duplaix, kepala keuangan di Kering, mengatakan bahwa ia telah memulai negosiasi tingkat sewa dengan tuan tanah di Hong Kong, Macau, dan daratan utama Tiongkok, serta di tempat lainnya di dunia. Kering sangat mengerti terhadap situasi yang terjadi di Hong Kong sebab tidak terlihat adanya perbaikan penjualan selama kuartal kedua tahun 2015.

Kering, pemilik Saint Laurent Paris serta Gucci, mengatakan pihaknya dapat menutup beberapa toko-toko mewah yang ada di Hong Kong, jika negosiasi dengan pemilik tanah tidak berhasil.

Prada, rumah mewah Italia, yang memilih untuk memasukan Hong Kong kedalam daftar tempat tunggalnya untuk dijadikan tempat publik pada tahun 2011 sebagai cara untuk meningkatkan profilnya di Tiongkok, telah berbicara dengan tuan tanah Hong Kong tanpa ada “hasil yang nyata”. Prada mengatakan untuk saat ini tidak akan memperluas atau menutup toko yang terletak di dekat Hong Kong, tetapi jika penjualan tidak meningkat, bisa saja dipertimbangkan untuk tidak melanjutkan beberapa sewa ketika masa mereka berakhir.

Tidak Mendapatkan Hasil dengan Negosiasi, Menutup Toko Jadi Solusi Terakhir

Chow Tai Fook Jewellery Group Ltd., salah satu merek perhiasan mewah Tiongkok yang paling terkenal, mengatakan sedang berusaha untuk menegosiasikan pengurangan sewa sebesar 20% sampai 30% untuk beberapa lokasi dan berencana untuk menutup setidaknya empat dari 92 tokonya di Hong Kong saat masa sewa mereka berakhir demikian seperti dilansir oleh WSJ.

Joe Lin, direktur eksekutif layanan ritel untuk CBRE Hong Kong, mengatakan bahwa seluruh pasar ritel di Hong Kong menjadi berbeda dari sebelumnya. Tetapi mereka masih harus membayar sewa premium. Mereka harus menemukan cara untuk dapat mempertahankan bisnis yang lebih menguntungkan, baik dengan melakukan negosiasi dengan pemilik tanah untuk memotong sewa, atau dengan tidak memperbaharui sewa pada masa akhir sewa.

Menutup toko adalah pilihan lain. Pembuat jam tangan Swiss Tag Heur menutup toko di distrik Causeway Bay, Hong Kong pada bulan Agustus, karena harga sewa yang terlalu tinggi. Juga bulan itu, Coach menutup toko andalannya di distrik bisnis utama Hong Kong, demikian seperti dilansir oleh WSJ.

Toko yang Masih Bertahan adalah Mereka yang Punya Hubungan dengan Tuan Tanah

Salah satu pemilik tanah, Emperor International, mengatakan akan memotong uang sewa sebesar 30% sampai 40% untuk enam toko yang disewa oleh pengecer Emperor Watch & Jewellery, sebuah merek yang berafiliasi di bawah perusahaan induk Emperor Group. Emperor Jewellery menjual Rolex, Cartier, Chopard dan jam tangan desainer lain senilai ribuan dolar.

Menurut CBRE Hong Kong, harga sewa di toko-toko Hong Kong adalah yang tertinggi di dunia, mengalahkan mereka yang ada di New York. Sewa ritel pada kuartal pertama di Hong Kong adalah USD 4.334 per sqft, di atas New York yang senilai USD 3.617 per sqft.

Tuan Tanah yang Tidak Memikirkan Harga dan Kondisi Tiongkok Saat Ini

CBRE mengharapkan tuan tanah seharusnya dapat menyesuaikan biaya sewa. Mereka harus menyesuaikan pola pikir mereka, untuk menyesuaikan harapan mereka. Harga sewa hampir tidak dapat ditingkatkan lebih lanjut dalam situasi pasar saat ini.

Penjualan ritel Hong Kong turun 2,8% pada Juli dari tahun sebelumnya, menjadi 37,6 miliar dolar Hong Kong (USD 4,85 miliar), yang menunjukkan angka terburuk sejak krisis keuangan tahun 2008. Bulan itu, jumlah warga dari daratan utama Tiongkok yang mengunjungi Hong Kong turun 9,8% menjadi 3,8 juta orang.

Banyak pengecer mewah tidak mengungkapkan hasil penjualan mereka di Hong Kong, tetapi beberapa telah mengatakan dalam laporan keuangan terbaru yang menunjukkan bahkan dengan meningkatkan pengeluaran Tiongkok di tempat-tempat seperti Eropa dan Korea Selatan(tempat mana mata uang telah jatuh) tidak cukup untuk mengimbangi penjualan yang lebih rendah di Hong Kong dan Macau. Prada mengatakan bahwa laba bersihnya telah turun hampir seperempat dalam enam bulan pertama tahun ini karena penjualan merosot di daratan utama Tiongkok, Hong Kong dan Macau.

Permasalahan Baru Bukan pada Pengecer Saja, Tetapi Juga Wisatawan

Pada tahun 2003, wisatawan Tiongkok, menghadapi pajak impor yang berat di daerah asal mereka dan mulai berbondong-bondong pergi ke Hong Kong. Ketika batas pengeluaran visa masih santai, mereka mulai berbelanja secara global untuk barang-barang mewah selama dekade berikutnya.

Tetapi gerakan antikorupsi di Tiongkok yang dimulai pada 2014 telah mengecilkan minat dari para mainlanders untuk membeli barang-barang mewah di Hong Kong dan Macau, yang menjadi pusat perjudian Tiongkok. Ditambah lagi dengan tumbuhnya sentimen anti-mainland dari publik di Hong Kong, termasuk demonstrasi Occupy Central dan protes yang lebih kecil, telah mendorong para wisatawan pergi.

Warga dari daratan utama Tiongkok yang mengunjungi Hong Kong juga semakin mengurangi pengeluaran mereka. Pada tahun 2014, mereka yang tinggal setidaknya satu malam di Hong Kong bisa mengeluarkan hingga sebanyak USD 21 milyar di kota itu.

Namun, angka tersebut merupakan pertumbuhan yang kecil, hanya 8,7% dari tahun sebelumnya, dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan sebesar 36% yang terjadi pada tahun 2010.

Alvin Wiryo Limanjaya/VMN/BL/Contributor
Editor: Ruth Berliana
Image: Antara

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x