(Business Lounge – Manage Your Business) Seperti kata pepatah “berteman dengan seribu orang masih kurang, musuh satu terlalu banyak.” Dalam bisnis, persahabatan itu penting, network adalah segala-galanya. Seorang pebisnis sejati tak pernah mencari musuh. Namun, dalam bisnis pula kadang pesaing muncul tanpa kita duga. Bukan hanya satu, tetapi bisa sekaligus beberapa.
Mengenali Persaingan
Persaingan biasanya terbagi atas tiga level. Pertama, persaingan yang terjadi pada produk sejenis. Misalnya, shampo merek A dengan merek B, atau AC merek X melawan merek Y. Ini adalah fenomena kompetisi biasa.
Kedua, persaingan di dalam suatu industri. Misalnya di industri transportasi. Ketika pemerintah menderegulasi sektor penerbangan, muncullah maskapai-maskapai penerbangan Low Cost Carrier (LCC). Hadirnya LCC bukan hanya menjadi pesaing maskapai penerbangan existing, seperti Garuda Indonesia, tapi juga perusahaan transportasi lainnya. Contohnya, perusahaan transportasi darat seperti kereta api atau bus antar kota pun terkena imbasnya. Hal serupa terjadi pada perusahaan transportasi laut, seperti PT Pelni. Dengan harga tiket yang hampir sama, masyarakat tentu lebih suka naik pesawat, karena waktu perjalanan menjadi jauh lebih pendek. Persaingan semacam ini terjadi pada era super-competitive. Kompetisi tak hanya terjadi dengan produk sejenis, tapi sudah dengan produk yang berbeda.
Kini kita hidup di era persaingan level ketiga, yakni hyper-competitive. Suasana sudah sedemikian crowded-nya, sehingga kita sulit membedakan mana lawan, mana kawan. Contohnya, kita mungkin tidak menyangka kalau pesaing dari PT Pembangunan Jaya Ancol, yang mengelola kawasan wisata Pantai Ancol di Jakarta Utara, adalah stasiun-stasiun TV swasta. Bagaimana itu bisa terjadi? Anda tahu pada masanya Ancol kerap menggelar pertunjukkan musik secara live. Banyak band dan penyanyi ternama menggelar konser di sana. Pengunjung akan datang dan pengelola Ancol senang karena mendapat penghasilan dari tiket masuk. Pedagang-pedagang yang ada di sana pun ikut ‘kecipratan’ rejeki. Pengunjung yang lapar dan haus tentu akan membeli makanan dan minuman dari berbagai resto di sana. Namun, dengan hadirnya stasiun-stasiun TV swasta, banyak band dan penyanyi yang lebih suka menggelar konser di studio. Sekali konser ditonton masyarakat seluruh Indonesia. Masyarakat pun akhirnya lebih suka menyaksikan konser via tayangan TV di rumah. Lebih nyaman dan tidak merepotkan. Akibatnya, Ancol pun sepi pengunjung dan merana.
Sleeping with The Enemies –Memilih untuk ber-coopetition
Apa akal? Ancol kemudian menerapkan strategi sleeping with the enemies. Ketimbang habis-habisan bersaing dengan stasiun-stasiun TV swasta, lebih baik berteman dengan mereka. Para pakar manajemen menyebut hal ini dengan istilah coopetition.
Coopetition berasal dari dua kata, yakni cooperation dan competition. Dalam coopetition para pelaku bisnis bekerja sama dan sekaligus bermitra dengan para pesaingnya guna meningkatkan nilai tambah yang dapat mereka berikan. Baik kepada pelanggan maupun stakeholders lainnya.
Bagaimana caranya Ancol menerapkan strateginya?
Akhirnya Ancol membangun tempat pertunjukkan yang megah, lengkap dengan tata cahaya yang memikat dan audio yang menggelegar. Lalu, Ancol mengundang stasiun-stasiun TV swasta untuk menggelar pertunjukkan di tempat mereka dan menayangkannya secara live. Pihak TV senang karena mereka tak perlu repot-repot membangun panggung pertunjukkan sendiri yang menelan banyak biaya. Ancol pun bahagia karena pengunjung datang kembali ke tempat mereka untuk menyaksikan tayangan langsungnya.
Strategi coopetition diterapkan oleh banyak perusahaan. Beberapa startup business, seperti Youtube, Netflix atau Amazon.com ternyata berpotensi mengganggu bisnis perusahaan-perusahaan mapan, seperti Walt Disney, Fox Studio, atau Warner Bros. Ketimbang bersaing habis-habisan, mereka memilih berkoopetisi. Fox akhirnya menggandeng startup business, Rovio. Keduanya mengembangkan game Angry Bird Rio yang menggunakan karakter dari tokoh-tokoh dalam film Rio.
Di Tanah Air, bank-bank ketimbang jor-joran bersaing menyediakan jaringan ATM yang mahal biayanya, akhirnya memilih berkoopetisi dengan membangun jaringan ATM Bersama. Di industri otomotif, Toyota dan Daihatsu berkoopetisi dengan mengembangkan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia.
Begitulah, ketimbang sibuk bertengkar, lebih baik kita bekerja sama. Dunia menyediakan begitu banyak peluang yang tak akan habis kalau digarap bersama. Kata pebalap sepeda Lance Amstrong, “The riskiest thing you can do is get greedy.” Jadi, jangan serakah, karena serakah itu berbahaya.
Adhi Setyo Santoso & JB Soesetiyo/VMN/BL/Podomoro University
Editor: Ruth Berliana