(Business Lounge – AACC2015) Di sela-sela KTT Asia Afrika yang sedang berlangsung di Jakarta Convention Center, Ketua Umum Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Hariyadi B Sukamdani memberikan waktunya untuk berbincang dengan para awak media. Dalam perbincangan itu dikataknnya, “Afrika memiliki potensi yang besar ke depannya dan Afrika dapat berkembang apabila Asia yang mempunyai pertumbuhan ekonomi dan pendalaman industri yang lebih baik itu berperan untuk menggerakkan ekonomi di Afrika.” Lalu bagaimana dengan Indonesia? Dengan yakin Hariyadi mengatakan bahwa posisi Indonesia yang saat ini termasuk ke dalam negara G20 mengartikan bahwa Indonesia memiliki kemampuan untuk ikut menggerakkan ekonomi di Afrika.
Beberapa sektor yang akan dikembangkan seperti sektor konsumsi, manufaktur, dan bisa saja infrastruktur yang berupa perusahaan konstruksi. Contohnya seperti yang saat ini telah dilakukan Indonesia dengan berperan aktif di Timor Leste melalui perusahaan-perusahan konstruksi yang kita dimiliki Indonesia.
Membandingkan dengan RRT
Menurut Hariyadi kita dapat belajar dari keberhasilan dan “kelemahan” RRT. Memang perlu diakui bahwa kemampuan magnitude RRT jauh lebih besar baik wilayah, jumlah penduduk, dan juga kesiapan dalam memupuk kapital selama sekian puluh tahun. Selain itu RRT juga diuntungkan karena sistem politiknya yang memiliki sistem ‘komando’ dan itu sangat menguntungkan untuk RRT dapat berkembang saat ini. Tetapi kita juga tidak dapat menutup mata bahwa saat ini RRT memiliki masalah besar yang disebabkan kapasitas mereka yang besar itu dipakai untuk kegiatan ekspor. Sehingga ketika kegiatan pertumbuhan ekonomi dunia menurun maka saat ini RRT pun mengalami masalah sebagai dampaknya.
Lagi menurut Hariyadi bahwa jika Indonesia memiliki kebijakan ekonomi yang tepat maka Indonesia akan berpotensi untuk menjadi salah satu pemimpin di Asia.
Mengenai Asian African Business Councill
Sebagai adanya rencana untuk membentuk Asian African Business Counsil maka Apindo memberikan dukungannya sebab apa pun yang sifatnya lembaga yang dipermanenkan akan lebih mengefektifkan kerjasama yang ada. Ketua Umum Apindo ini kemudian juga menyebutkan kritik yang sempat ada pada KTT Asia Afrika ini yaitu bagaimana KTT ini lebih ke arah ‘Indonesiasentris’ atau lebih ke regionalsentris. “Ini merupakan masukan untuk kita bahwa council itu memang perlu sehingga semua pembahasan tidak hanya dibahas pada pertemuan seperti ini tetapi dapat dibahas jangka panjang dan berkesinambungan,” demikian dijelaskan Hariyasi.
Beberapa Langkah yang Akan diambil Indonesia
Menurut Hariyadi bahwa perusahaan Indonesia yang saat ini sudah memasuki pasar Afrika masih terbilang sedikit atau 3,5% dari seluruh ekspor Indonesia. Sedangkan sebagian perusahaan lain masih dalah tahap menjajaki atas kemungkinan untuk melakukan investasi dan perdagangan di sana. Hariyadi mengakui bahwa saat ini referensi dari pengusaha untuk potensi pasar di Afrika masih terbatas, mungkin masih sebagian negara Afrika saja seperti Afrika Selatan dan Nigeria. Tetapi apabila kordinasi sudah dapat dilakukan dengan intensif, diharapkan akan ada referensi-referensi yang lain untuk memulai perdagangan di sana.
Hal pertama yang akan digarap Apindo adalah perdagangan yang lebih banyak didominasi barang-barang konsumsi dan juga tekstil yang ke depannya tentu akan berkembang setelah diadakannya one on one meeting yaitu masing-masing pengusaha yang memiliki kepentingan akan melakukan pertemuan dengan calon-calon mitranya untuk kemudian akan dieksekusi di dalam perencanaan mereka.
Hambatan yang Mungkin Dihadapi
Adapun hambatan yang kemngkinan besar dihadapi adalah lebih kepada administrasi yang mungin belum dipahami, tetapi hal ini tidak sulit untuk dapat dipelajari. Apabila sudah dimengerti maka semua akan berjalan dengan lancar.
KADIN Targetkan Pertumbuhan Ekspor Hingga 80%
Sebagai ketua umum Apindo, Hariyadi mendukung sepenuhnya target yang ditetapkan Ketua Umum KADIN< Suryo B Sulsto bahwa ditargetkan peningkatan ekspor ke Afrika akan bertumbuh hingga 80%. Sebab kondisi saat ini, jumlah ekspor ke Afrika masih relatif kecil atau hanya 3,5% dari seluruh ekspor Indonesia. “Indonesia masih mempunyai ruang untuk dapat tumbuh secara sangat signifcant, hanya kembali lagi tergantung kepada pertumbuhan ekonomi di Arika juga,yaitu jika mereka dapat lepas dari pertumbuhan yang sekarang ini cenderung melambat,” demikian diucapkan Hariyadi.
uthe/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana