(Business Lounge – Ideas) Dr. Ir. Lia Sanjaya MS, peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Hias, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Balitbang Pertanian, Kementerian Pertanian mengungkapkan bahwa di Indonesia pun sejak lama sangat bergantung pada impor varietas tanaman hias. Seperti bunga krisan, lili dan anyelir ternyata harus diimpor dari Eropa. Sekitar 1990-an, para pelaku usaha tanaman hias sangat bergantung pada impor varietas dan benih krisan dari berbagai negara termasuk dari Belanda. Impor varietas dan benih saat itu mencapai US$20 juta atau sekitar Rp200 miliar. “Setiap tahun volume dan nilai impor benih krisan cenderung meningkat, hingga puncaknya pada 1997-1998, setelah itu impor benih tidak bisa dilakukan karena nilai dolar mencapai Rp15.000 hingga Rp20.000.
Dari situlah, para pelaku usaha mulai mencari varietas unggul baru yang dihasilkan dari dalam negeri. Para peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) sebetulnya telah melakukan riset terhadap krisan sejak 1994. Namun baru pada tahun 2000, Menteri Pertanian melepas untuk pertama kalinya krisan varietas unggul baru dari dalam negeri. Responsnya pun sangat bagus karena permintaan pasar cukup tinggi. Awalnya krisan Balithi ini hanya disebar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Namun sekarang justru sudah ada di 22 provinsi. Keunggulan varietas baru krisan antara lain tahan terhadap penyakit karat sehingga budidaya dapat dilakukan lebih ramah lingkungan karena hanya sedikit pemakaian fungisida sintetik. “Cukup adaptif di daerah tropis, sehingga harganya terjangkau. Periode hidupnya sangat panjang sekitar 10 hari hingga dua minggu. Mahkota bunganya tidak mudah rontok, dan bisa dibawa jarak jauh,” kata Lia.
Perluasan daerah sentra produksi krisan di Indonesia berdampak positif pada peningkatan PDB, nilai ekspor dan kesejahteraan petani. Saat ini PDB krisan telah menembus angka Rp9 triliun dan nilai ekspor mencapaiUS$19 juta. Kini lebih dari 20 varietas krisan Balithi telah dipakai produsen krisan dalam negeri. Dengan kata lain, sekitar 33,3% dari total 60 varietas krisan yang dipakai produsen berasal dari Balithi. Setelah sukses dengan krisan, kemudian dilakukan pengembangan vaarietas untuk anyelir (2000) dan lili (2002). Kelebihan dari varietas baru anyelir yang diberi nama Puspita Arum ini memiliki warna bunga merah cerah yang tidak mudah memudar dan toleran terhadap penyakit layu fusarium. Karakter bunga merah cerah pada Puspita Arum ini tidak ditemukan pada varietaas anyelir yang pernah diimpor ke Indonesia.
Selain itu periode vase life lebih panjang, tidak mudah rontok dan produktif menghasilkan bibit dengan siklus produksi yang panjang. Sedangkan varietas baru lili memiliki beberapa unggulan antara lain adaptif dengan iklim tropis. Umbinya tidak mengalami dormansi sehingga budidaya dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa membutuhkan sarana cool storage, untuk mematahkan dormasi pada umbi. “Bunga potong lili mudah dikemas untuk dikirim dan dipasarkan ke daerah lain. Diharapkan varietas baru ini memiliki keunggulan kompetitif di pasar global,” terang Lia.
Pemuliaan varietas lili ini awal mulanya dibiayai Kementerian Riset dan Teknologi melalui program Riset Unggulan Terpadu VII. Varietas unggul lili yang dilepas ini merupakan hibrida hasil persilangan interspesifik atau interseksi. Persilangan di antara kerabat jauh cenderung memberikan efek heterosis tinggi. Varietas lili yang dihasilkan sangat beragam mulai dari bentuk bunga seperti mangkuk, terompet dan piring. Warna bung putih, kuning dan oranye, serta orientasi bunga mendatar, agak tegak dan tegak. Keragaman varietas lili ini merupakan terobosan baru dalam industri lili di Indonesia. Menurut Lia, pengembangan varietas unggul krisan, lili dan anyelir di dalam negeri mampu memberi nilai tambah antara lain varietas baru tahan terhadap penyakit utama, sehingga mengurangi biaya input produksi untuk pembelian pestisida. “Bunga tidak mudah gugur, segar lebih lama, masa hidup juga panjang sehingga aman didistribusikan ke berbagai daerah termasuk diekspor.”
Dengan adanya pengadaan benih tanaman hias dalam negeri, impor benih bisa dipangkas dan harga benih lokal bisa bersaing karena tidak dihasilkan produsen dari negara lain. “Apalagi pengembangan varietas baru ini dengan mutu genetik lebih tinggi akan memberikan keuntungan lebih pada petani bunga. Apalagi tanaman-tanaman tersebut mampu beradaptasi pada iklim tropis. Selama ini tanaman tersebut hanya bertahan di iklim sub tropis,” ujar Lia.
Bagi petani bunga maupun pelaku industri bunga, penelitian tanaman hias memiliki keuntungan lain yakni adanya penopang kuat dengan munculnya varietas baru hasil produksi dalam negeri yang memiliki daya saing tinggi. Sejumlah negara yang telah mengimpor krisan, lili dan anyelir dari Indonesia antara lain Malaysia, Taiwan, China, Singapura, Brunei, Dubai, Jeddah, Jepang dan lainnya. Bahkan terbentuknya jejaring kerja dan pembagian segmen produksi yang jelas antara petani produsen benih, petani produsen bunga, distributor, pedagang bunga, ahli bunga hingga peengguna akhir seperti hotel, restoran maupun rumah tangga. “Penciptaan lapangan kerja semakin banyak karena industri tanaman hias dari tahun ke tahun terus berkembang. Pengangguran juga bisa ditekan,” ujar Lia.
Inovator: Dr. Ir. Lia Sanjaya dkk, Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Balitbang Pertanian, Kementerian Pertanian.
Sumber: Sumber Inspirasi Indonesia 19 Karya Unggulan Teknologi Anak Bangsa