(The Manager’s Lounge – Sales & Marketing) – Siapa yang tidak kenal dengan Philip Kotler, yang sering disebut sebagai Bapak Manajemen Pemasaran Modern? Buku yang ditulisnya, Marketing Management, merupakan buku pemasaran wajib yang paling banyak digunakan oleh universitas dan sekolah bisnis di seluruh dunia. Dalam sebuah wawancara dengan majalah Marketing Age, Kotler menyempatkan diri untuk berbicara mengenai aktivitas pemasaran di masa krisis seperti saat ini.
Turbulence, atau kekacauan, seperti yang saat ini terjadi, disebutnya merupakan suatu hal yang kini jadi makin rutin. Risiko dan ketidakpastian sudah menjadi hal yang normal. Sehingga, bagi perusahaan bisa berarti dua, yakni ancaman serta peluang, yang tentunya harus dimanfaatkan.
Menyikapi turbulence yang ada, maka perusahaan harus peka terhadap terjadinya perubahan. Mereka harus bisa membaca apa yang terjadi pada pelanggan, supplier, dan karyawan. Namun, menurut Kotler, tidak semua hal bisa dibaca. Beberapa kasus khusus, misalnya aksi terorisme, tidak bisa kita prediksi sebelumnya. Oleh karena itu, peran contingency planning menjadi sangat penting. Perusahaan harus mampu membuat contingency planning, supaya ketika suatu kejadian terjadi, maka perusahaan punya persiapan untuk merespon.
Kotler mengemukakan bahwa masalahnya, banyak perusahaan yang tidak punya contingency planning sama sekali, karena mereka sudah terlalu sibuk dengan perencanaan utama, dan tidak mau repot membuat contingency planning lagi. Ia juga mengungkapkan bahwa contingency planning yang perlu dilakukan sekarang bukan hanya menyangkut satu situasi saja, melainkan gabungan dari berbagai variabel. Sehingga ketika situasi yang tersulit dan paling tidak mungkin pun terjadi, maka perusahaan sudah punya solusi yang akan diambil.
Bicara mengenai pemasaran di masa krisis, Kotler berpendapat bahwa memangkas biaya R&D dan pemasaran di masa krisis bukanlah solusi yang tepat. Ia justru menyarankan supaya pemasar bekerja lebih pintar, antara lain dengan mencari geografis baru, segmen pasar baru, dan sebagainya, Sehingga, ketika segmen pasar yang lemah, pemasar bisa beralih kepada segmen pasar yang lebih menjanjikan dalam jangka panjang. Lakukan dengan lebih fokus, bahkan dengan melakukan pengorbanan yakni melepas produk, segmen ataupun pelanggan tertentu. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Jack Trout, yang berpendapat bahwa Differentiation Needs Sacrifice, yakni diferensiasi membutuhkan pengorbanan, supaya jadinya lebih fokus.
Saran Kotler mengenai bagaimana meningkatkan value proposition di tengah kondisi perekonomian yang sulit seperti ini yakni berhubungan serta berinteraksi dengan pelanggan. Sehingga, tidak terjadi komunikasi satu arah saja seperti yang umumnya terjadi di masa lalu. Intinya, perusahaan perlu mendengarkan para pelanggan utama mereka, sehingga di masa depan bisa meningkatkan produk/layanan supaya bisa lebih baik lagi.
Selain itu, Kotler juga sangat mempercayai manfaat yang diperoleh dari focus groups discussion yang digunakan perusahaan dalam mengembangkan produk sesuai dengan keinginan pelanggan.
Intinya, pada kondisi perekonomian yang sulit seperti saat ini, perusahaan harus senantiasa siap untuk merespon terjadinya perubahan. Dengan fokus hanya mengejar peluang yang menjanjikan serta berinteraksi baik dengan pelanggan, maka bisnis tentunya akan sukses membalikkan ancaman menjadi peluang. (RP)
(Visi Sales/AA/TML)