(The Manger’s Lounge, Risk Management) – Definisi Resiko
Definisi dari resiko (risk) adalah peluang adanya bencana atau kerugian. Apabila dihubungkan dengan sertifikasi dalam dunia perbankan maka definisi resiko adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan situasi dimana terjadi kejadian-kejadian (risk event) yang buruk yang menciptakan kerugian finansial / non finansial secara langsung maupun tidak langsung.
Ketentuan Bank Indonesia
Seiring dengan perkembangan ekonomi global, tentunya membawa peluang dan resiko yang makin besar pula dalam dunia perbankan. Untuk itu setiap perbankan harus meningkatkan fungsi pengendalian internal serta pengelolaan resiko yang komprehensif. dengan sasaran agar setiap resiko yang berpotensi terhadap kerugian dapat diidentifikasi oleh manajemen sebelum transaksi atau pemberian kredit dilakukan.
Mulai tahun 2004 Bank Indonesia dalam hubungannya dengan pengembangan pengelolaan resiko telah memiliki ketentuan-ketentuan yang harus diikuti oleh perbankan nasional. Diantaranya adalah pembentukan Komite Manajemen Resiko dan Satuan kerja Manajemen Resiko. Dimana Satuan Kerja manajemen Resiko berfungsi untuk memastikan pelaksanaan proses manajemen resiko berjalan lancar dan memberikan gambaran profil resiko kepada manajemen. Selain itu bank (dengan jumlah asset besar) diwajibkan pula untuk melakukan identifikasi dan membuat profil resiko terhadap 8 resiko utama yaitu:
1. Resiko Kredit
2. Resiko Operasional
3. Resiko Pasar
4. Resiko Likuiditas
5. Resiko Hukum
6. Resiko Strategik
7. Resiko Reputasi
8. Resiko Kepatuhan
Ketentuan dari Bank Indonesia juga mewajibkan perbankan nasional harus memiliki manual atau pedoman manajemen risiko yang dapat mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko.
Proses Manajemen Resiko
Sebagai contoh misalnya bank A memberi kredit konsumsi senilai Rp 10 juta. Sebagai bagian manajemen risiko, maka tentu bank A harus mengetahui penghasilan debitur. Dengan cicilan berikut bunga misalnya, maka debitur harus membayar Rp 1 juta per bulan. Tentunya bank A harus menanyakan apakah dia sanggup membayarnya. Harus diketahui benar berapa penghasilannya. Kalaupun penghasilannya lebih besar misalnya Rp 1,5 juta, juga harus diketahui kebutuhan lainnya. Sehingga dari contoh ini dapat disadari betapa pentingnya proses manajemen resiko ini dilakukan.
Permisalan serupa, misalnya debitur perusahaan yang mengajukan kredit Rp 10 miliar. Tentu harus diketahui benar sejauh mana kemampuan perusahaan membayar dengan melihat kelayakan proyek, pendapatan perusahaan, assetnya, cash flow dan lainnya yang bisa menggambarkan kondisi riil perusahaan. Setelah kredit diberikan, tetap harus dimonitor sampai sejauh mana perkembangan dan kemajuan proyek tersebut. Inilah yang disebut manajemen resiko dimana diterapkan dari awal sampai akhir.
Dan yang tidak kalah penting dari awal bank juga harus mampu menilai seandainya proyek ini gagal dan kredit macet maka perusahaan akan menderita kerugian sekian, seberapa besar risiko hukumnya,
Resiko reputasinya, dan resiko lainnya.
Mengenai kasus pembobolan Rp. 1,7 trilyun yang pernah terjadi di BNI beberapa tahun yang lalu merupakan contoh masalah resiko kredit dan resiko operasional.
Resiko operasional yang berintikan kemungkinan penyimpangan akibat moral hazard manusia. Untuk itu harus diupayakan sistem yang menjamin pengawasan atas penyimpangan dengan tujuan untuk mendeteksi apabila terdapat penyimpangan. Tindakan yang dilakukan BNI berikutnya adalah memangkas kewenangan pimpinan cabang dan pimpinan wilayah dalam pengawasan kepatuhan, dan penyelia kepatuhan bertanggung jawab langsung ke kantor pusat yang artinya ada pengawasan terhadap pimpinan wilayah atau cabang.
pic.:financetrainingcourse.com
(Palimirma/TA/TML)