Hal yang Wajib Diketahui Praktisi HR di Abad Ke-21

(The Manager’s Lounge – HR) – Learning adalah sesuatu yang harus selalu dilakukan dalam organisasi. Apa saja yang perlu dipelajari oleh para praktisi HR di abad 21 ini? Berikut ini adalah serangkaian ’need to knows’ atau hal-hal yang perlu diketahui oleh seprang praktisi HR.

1. Performance Improvement
Dalam rangka meningkatkan kinerja, maka terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan. Pertama, praktisi HR harus lebih memahami mengenai pengukuran kinerja. Kedua, praktisi HR juga perlu lebih mempelajari mengenai faktor yang dapat meningkatkan kinerja tersebut.

Kaplan dan Norton menjawab pertanyaan ini dengan cara memperkenalkan ‘balance scorecard’ yang merupakan alat pengukuran kienrja. Bukan hanya ukuran finansial, melainkan perspektif lainnya yang merefleksikan kinerja organisasi, antara lain kepuasan pelanggan, kompetensi bisnis internal dan inovasi serta learning, yang sangat penting dalam meningkatkan perbaikan secara kontinu dan menciptakan nilai.

Kemudian praktisi HR juga perlu untuk mengetahui hal apa saja yang dapat meningkatkan kinerja. Banyak sekali faktor yang meningkatkan kinerja termasuk motivasi intrinsic, yaitu pekerjaan itu sendiri. Kecocokan antara job requirement dan skill dan kemampuan individual juga dapat meningkatkan motivasi dan kinerja. Selain itu, komitmen individu terhadap visi dan misi organisasi juga bisa meningkatkan motivasi dan kinerja.

Implikasinya, praktisi HR harus terlibat dalam hal kinerja individu dan organisasi. Praktisi juga perlu mempelajari mengenai cara-cara lain dalam mendefinisikan dan mengukur kinerja. Selain itu juga praktisi harus memahami apa saja yang dapat meningkatkan kinerja.

2. Restrukturisasi
Restrukturisasi banyak terjadi di dunia, tidak hanya Indonesia. Restrukturisasi terjadi karena antara lain perusahaan ingin melakukan efisiensi biaya. Yang baru-baru ini terjadi, misalnya, Alcatel Lucent yang mengumumkan bahwa mereka akan melakukan PHK kepada 4,000 karyawan pada 2009 untuk mengatasi krisis keuangan dimana kuartal ini mereka mengalami kerugian.

Praktisi HR haruslah memahami konsekuensi dari sebuah restrukturisasi. Restrukturisasi dapat berujung pada downsizing, atau penciutan usaha, dimana bukan tidak mungkin jumlah karyawan juga akan diciutkan, seperti kasus Alcatel. Biaya tenaga kerja adalah salah satu biaya yang peling tinggi dalam produksi. Oleh karena itu, seorang praktisi HR harus mempersiapkan karyawan mana saja yang ingin dipertahankan. Kemudian juga tentunya menyiapkan pesangon bagi karyawan yang di-PHK.

3. Organization Change
Ulrich, Brockbank, Yeung dan Lake (1995) pada risetnya menekankan pentingnya praktisi HR untuk memahami dan memiliki kompetensi dalam praktik manajemen perubahan. Faktanya, dalam studi mereka, manajemen perubahan menempati proporsi terbesar (41.2%) dalam hal kompetensi penting yang perlu dimiliki praktisi HR supaya efektif dalam pekerjaan mereka. Dua kompetensi penting lainnya adalah keahlian fungsi HR itu sendiri (23.3%) dan knowledge atas bisnis tersebut (18.8%).

Mengapa praktisi HR perlu memahami manajemen perubahan? Karena perubahan itu tidak hanya melulu sekedar budaya maupun filosofi saja, melainkan orang yang terlibat juga harus berubah. Perubahan membutuhkan kesadaran dari seluruh pihak dalam organisasi dan disinilah peran HR.

Implikasinya, praktisi HR haruslah memahami dan memiliki kompetensi dalam hal manajemen perubahan. Tentunya alamiah jika manajer maupun eksekutif meminta bantuan dari praktisi HR dalam hal manajemen perubahan. Jika tidak kepada praktisi HR, maka mereka akan meminta tolong konsultan eksternal. Namun, sejatinya, ekspektasi yang berkembang saat ini adalah seharusnya praktisi HR adalah merupakan sumber utama.

(bersambung)

pic : busification.com

(Vibiz Consulting/SK/TML)

 

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x