Peraturan Perpajakan Bagi UKM

(The Manager’s Lounge – Tax) – Sebenarnya dasar dari dikenakan pajak bagi UKM adalah pada dasarnya semua yg namanya pengusaha baik UKM maupun bukan UKM harus bayar pajak. Kalau UKM tidak mau bayar pajak silakan berusaha di tengah hutan, karena di tengah hutan itu tidak bakal memakai fasilitas umum yang notabene dibayarin sama pajak.

Sebetulnya menurut DJP, kebijakan pajak UKM ini adalah untuk edukasi kepada pelaku UKM, bahwa mereka yg punya usaha tergolong UKM supaya menyadari bahwa ada kewajiban pajak meskipun tarifnya kecil, karena UKM juga lama-lama bisa jadi menjadi besar, sehingga tidak bakal kaget lagi nantinya kalau harus bayar pajak lebih besar lagi.
Tarif pajak UKM itu adalah bersifat final (namun PP nya blm resmi keluar):
UKM dengan omzet di bawah Rp 300 juta per tahun, akan dikenakan pajak sebesar 0,5% (dari omzet).
UKM dengan omzet di atas Rp 300 juta-Rp 4,8 miliar per tahun, akan dikenakan pajak 2% (dari omzet).

Namun, masalahnya adalah pengenaan pajak dari omset ini kurang fair, karena tidak memperhitungkan biaya-biaya yang terjadi. Artinya baik untung maupun rugi UKM tetep harus bayar pajak. Namun mungkin pertimbangannya adalah memang kalau ngitung biaya-biaya dulu itu tidak praktis karena harus membuat worksheet perhitungan penghasilan kena pajak yang harus sesuai dengan aturan pajak.

Adapun dari sisi subjek pajak, sebenarnya UKM itu adalah bukan jenis subjek pembayar pajak, tapi hanya penggolongan pembayar pajak saja berdasarkan omzet. Kalau UKM itu sudah berbentuk badan usaha baik PT atau CV dan lainnya, maka harus tunduk kepada aturan pajak PPh badan. Dimana sebenarnya bagi subjek pajak badan, di UU PPh pun sudah diakomodir pemberian insentifnya. Yaitu bagi subjek pajak badan yg omsetnya kurang dari 4,8 M setahun, maka tarif nya otomatis setengahnya (tanpa persyaratan lainnya) yaitu asalnya 25% menjadi 12,5% saja dari hasil perhitungan penghasilan kena pajaknya. Pemakaian tarif insentif ini bersifat keharusan bukan pilihan serta tanpa perlu pengajuan atau pemberitahuan ke kantor pajak.
Jadi sebenarnya bagi PT atau CV dan jenis badan usaha lainnya yang omsetnya kurang dari 4,8 M setahun itu tergolong UKM di mata pajak, karena mendapatkan insentif diskon tarif setengahnya.
UKM yang mendapat tarif final adalah UKM yang tergolong non badan usaha yaitu perorangan, padahal lagi-lagi sebenarnya di UU PPh pun, bagi pengusaha perorangan sudah ada insentifnya, yaitu dengan adanya pengurangan dulu dengan PTKP, pengurangan dengan kompensasi kerugian (kalau memakai pembukuan), dan berlakunya tarif yg berjenjang sesuai jumlah lapisan penghasilan kena pajaknya dari mulai tarif :
5% utk penghasilan kena pajak antara 0-50 juta
15% utk penghasilan kena pajak antara >50 juta – 250 juta
25%, utk penghasilan kena pajak antara >250 juta – 500 juta, dan
30%, utk penghasilan kena pajak di atas 500 juta
Selain itu bagi orang pribadi sebagai pengusaha sebenarnya sudah ada aturan pengenaan pajak yang perhitungannya mirip dengan aturan pajak UKM yang baru ini, yaitu dengan norma perhitungan penghasilan kena pajak kemudian dikalikan dengan tarif normal, namun hal ini kurang populer karena setiap orang pribadi tersebut harus tahu masing-masing norma nya dan harus ikut aturan administratif lainnya.
Jadi aturan pengenaan pajak UKM yg baru ini, secara aturan bisa dikatakan tumpang tindih, namun demi kepraktisan dan edukasi aturan ini akan tetap berguna sekali.

(Hanhan Haeruman/IK/TML)

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x