(The Manager’s Lounge – Tax) – Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini tengah menilai permohonan uji materi (judicial review) atas UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) yang diajukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tanggal 9 Januari 2008 lalu, BPK melayangkan surat permohonan uji materi UU KUP kepada MK. Mereka mempersoalkan Pasal 34 Ayat 2a Huruf b dan Penjelasan UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah UU 28 Tahun 2007. Pasal tersebut mengungkapkan bahwa pejabat atau tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada lembaga negara dengan kewenangan memeriksa keuangan negara harus terlebih dahulu ditetapkan Menteri Keuangan (Menkeu).
Menurut BPK, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 23E Ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa BPK merupakan lembaga negara yang bebas dan mandiri. Maka, BPK beranggapan bahwa seharusnya mereka tidak memerlukan izin atau menunggu ketetapan dari Menkeu jika ingin memperoleh keterangan dari petugas pajak.
Sebelum pengajuan judicial review ini, sempat terjadi polemic yang hangat antara BPK dan Ditjen Pajak. Polemik ini bermula ketika Ketua BPK Anwar Nasution menyebut bahwa Direktorat Jenderal (Ditjen) tidak transparan dalam mengelola pajak sehingga terjadi proyeksi penerimaan pajak 2006 hingga Rp30 triliun. Tentu saja hal ini ditepis oleh Darmin Nasution selaku Dirjen Pajak yang menilai pernyataan Anwar menyesatkan publik.
Polemik sempat mereda setelah setelah BPK dan Ditjen Pajak membuat nota kesepahaman (MoU) tentang pemeriksaan pajak. Berdasarkan draf MoU itu, BPK tidak perlu lagi meminta izin menkeu bila ingin melakukan audit khusus perpajakan. BPK juga bisa mengetahui secara persis jika terjadi kesalahan penghitungan atau kebocoran pajak.
Namun, rupanya, MoU tersebut kurang memuaskan bagi BPK. Oleh karena itu, BPK mengajukan permohonan uji materi UU KUP ke MK Rabu lalu (09/01) dengan alas an amandemen UU KUP perlu supaya ada kepastian hukum yang mengikat. Bagaimanapun hasilnya uji materi nanti, maka BPK kini sudah mampu melakukan audit khusus perpajakan tanpa meminta izin dari Menkeu terlebih dulu. Yang jelas dengan ini diharapkan perpajakan di Indonesia ke depannya akan lebih transparan.
(Rinella Putri/IK/tml)