(The Manager’s Lounge – Service)- Ketika mengembangkan program mutu pelayanan, organisasi yang berhasil tidak hanya memperhatikan penciptaan lingkungan yang tepat untuk men¬dorong perbaikan pelayanan, namun juga untuk memasarkan dan menjual strategi tersebut kepada karyawan.
Para karyawan adalah pasar pertama organisasi. Jika karyawan tahu mengenai berbagai produk atau pelayanan baru justru dari pelanggan sebe¬lum mendapat informasi dari manajemen, hampir dapat dipastikan mereka akan menjadi kurang percaya terhadap para manajer. Jadi, agar para karya¬wan percaya dan bertindak berdasarkan prinsip-prinsip filosofi pelayanan, mereka perlu memahami tidak hanya alasan untuk melaksanakan program tersebut, namun juga apa yang diharapkan dari mereka. Filosofi pelayanan harus dipasarkan dan dijual secara internal sebelum disampaikan kepada pelanggan eksternal.
Berbagai organisasi mulai memberi nama program kepedulian pada pelanggannya sehingga dapat dikenali dan dipahami di seluruh perusahaan. Meskipun pendekatan ini bermanfaat, namun harus tetap berhati-hati karena pemilihan nama bisa jadi menimbulkan kesan bahwa program yang dijalankan merupakan sesuatu yang terpisah ketimbang sesuatu yang terinteg¬rasi dalam budaya organisasi. Selain itu, nama yang dipilih harus dapat digunakan umuk jangka panjang. Biasanya akan sangat sulit untuk menghi¬pkan kembali sebuah strategi dengan memberikan nama yang berbeda strategi tersebut, jika program itu mengalami kegagalan.
Nama-nama yang sering digunakan pada program mutu pelayanan adalah:
Focus on the Customer Putting Service First
Success through Service First Service
Customer First Partnership Programme
You make the Difference Partners in Customer Service
Right First Time Team Service
Profit through Service In Touch
Putting the Customer First Excel
Caring for Customers Winning for Customers
To be the Best Service to Succeed
Leadership through Quality Making the Difference
Quality Pays First Class Service
Service Excellence Customer-driven Service
Who Cares
Nama-nama tersebut mengandung arti yang akan mengomunikasikan maksudnya.
Memperkenalkan program kepada karyawan
Tugas pertama manajemen puncak dan para anggota kelompok pengarah adalah menetapkan cara memperkenalkan program kepada karyawan.
Pengalaman menunjukkan bahwa mendidik manajemen terlebih dahulu akan lebih berguna ketimbang memperkenalkan suatu program kepada seluruh karyawan pada saat yang sama. Hal ini ternyata akan memudahkan dalam penyelenggaraan berbagai lokakarya dan seminar yang bertujuan umuk memperkenalkan filosofi pelayanan kepada semua karyawan. Namun demikian, berbagai kegiatan khusus yang terpisah harus dilaksanakan ter¬lebih dahulu dengan para manajer umuk menjelaskan peran mereka dan umukmendapatkan komitmennya. Pelatihan kepemimpinan mungkin juga diperlukan umuk membamu jalannya perubahan.
British Airways memulai prakarsa pelayanan mutunya dengan sebuah program yang disebut ‘Putting People First’. Program yang diselenggarakan selama dua hari ini bertujuan umuk membangun unit lintas seksi yang akan bertugas memberikan pelayanan. Sejumlah 150 karyawan diundang unruk menghadiri suatu konferensi besar. Tempat duduk konferansi diatur dalam kelompok-kelompok kecil dengan setiap kelompok berisi delapan orang. Dalam forum tersebut didiskusikan pengalaman masing-masing karyawan dalam upaya meningkatkan muru pelayanan. Tujuannya untuk memberikan umpan balik terhadap riset dan pentingnya memberikan perhatian kepada pelanggan. Kegiatan ini diakhiri dengan sambutan Sir Collin Marshall yang memberikan dukungan pada kegiatan tersebut.
Kegiatan ini memberikan umpan balik perlunya Komitmell manajemen yang lebih besar pada prinsip-prinsip mutu pelayanan. Setelah itu British Airways melaksanakan kegiatan ‘Managing PeopLe First’, yaitu suatu kursus selama seminggu untuk para manajer yang akan memberi mereka penga¬laman mengelola industri jasa. Di sini para manajer menerima umpan balik yang rinci temang kekuatan dan kelemahan mereka. Sumber informasi diperoleh dari kuesioner yang telah diisi, baik oleh rekan maupun bawahan mereka. Para manajer juga memperoleh kesempatan untuk bekerja dalam sebuah kelompok kecil guna menyelidiki kebutuhan perubahan yang diperlukan dan untuk memformulasikan suatu rencana perbaikan secara terperinci.
Ketika NAAFI (the Navy, Army, and Airforce Institute) melaksanakan program perubahan umuk membawa organisasi kembali sejalan dengan kebutuhan pelanggan, berdasarkan suatu ‘survei mendengarkan’ yang dilakukan terhadap karyawan, diketahui bahwa tingkat semangat dan kepuasan diri karyawan rendah.
Tahap pertama dari proses perubahan yang dilakukan adalah menyeleng¬garakan program pengembangan untuk para manajer lini depan. Program ini bertujuan umuk mengidentifikasi bidang-bidang yang perlu diubah dan perilaku karyawan yang sesuai dengan program yang akan dijalankan. Program pengembangan manajemen mendukung tiga nilai utama organi¬sasi, yaitu tujuan untuk menjadi yang terbaik, komunikasi yang terbuka dan jujur, dan kerja sama yang efektif. Program ini selanjurnya menjadi pendukung pelayanan yang terfokus kepada pelanggan.
Melibatkan semua orang
Manajemen puncak sering kali hanya meminta karyawan lini depan yang menjalankan pendekatan filosofi pelayanan kepada pelanggan. Ini merupa¬kan suatu kesalahan karena filosofi pelayanan pelanggan harus terintegrasi ke dalam seluruh aspek bisnis. Menyelenggarakan pelatihan hanya unruk karyawan lini depan tidak akan menyelesaikan masalah dalam memperbaiki pelayanan, juga tidak akan memberikan pemahaman bagi pelanggan internal.
Program-program perbaikan pelayanan harus selalu dimulai dari manajemen. Hal ini terkait dengan partisipasi dan rasa memiliki pada tingkat manajemen. Sebelum karyawan dilibatkan dalam program ini, para manajer telah terlebih dahulu memiliki pemahaman terhadap bidang dan bentuk keterlibatan dari para karyawan tersebut. Para karyawan pun kemudian akan mengetahui bahwa manajer mereka juga telah melakukan aktivitas yang sama. Di Xerox, misalnya, para manajer melakukan pengenalan program peningkatan mutu sebanyak dua kali. Pertama, mempelajari progreun tersebut, dan yang kedua menjalani pelatihan agar mampu mengajari bawahan mereka mengenai straregi yang digunakan.
Prakarsa yang dilakukan oleh seluruh bagian dalam perusahaan
Jika filosofi pelayanan pelanggan dilihat sebagai milik satu orang, satu departemen, atau satu bagian dari bisnis, maka keberhasilan program sering kali akan bergantung pada hal-hal politis, pengaruh departemen tertentu atau orang tertentu dalam organisasi.
Apabila program kepedulian pada pelanggan dipasarkan kepada para karyawan sebagai kampanye jangka pendek, dan bukan sebagai sebuah filosofi yang berkelanjutan, para karyawan akan menganggap berbagai program itu hanya sekadar ‘basa basi’. Demikian pula halnya jika mengguna¬kan jasa konsultan luar untuk membantu pengembangan program perusa¬haan, sebaiknya konsultan tersebut hanya berperan sebagai fasilitator peru¬bahan, sedangkan penerapan straregi perubahan itu sendiri tetap berasal dari karyawan senior perusahaan, dan dibangun berdasarkan berbagai kebutuhan tertentu organisasi.
Program kepedulian pada pelanggan yang ‘dirancang di atas meja’ sering kali memiliki kegagalan karena isi dan setting tidak relevan, dan tidak dibangun berdasarkan kebutuhan organisasi. Itulah sebabnya, dalam konteks lain, telah terjadi peralihan cara pelatihan. Dari gaya ceramah yang meng¬haruskan seluruh karyawan hadir semua, menjadi berbagai program yang lebih praktis dan disesuaikan dengan kebutuhan, yang dilakukan secara inhouse.
Lloyds Bank, misalnya, menjalankan program yang disebut ‘Developing Service Excellence’ yang melibatkan seluruh karyawan mulai dari lini depan sampai tim manajemen puncak. Berbeda dengan metode tradisional yang digunakan untuk memperkenalkan program-program sebelumnya, ‘Developing Service Excellence’ tidak diperkenalkan melalui serangkaian lokakarya di kelas. Dalam program ini, para pelatih Lloyds memberikan pelatihan bagi para manajer dan pemimpin tim untuk memimpin sebuah tim yang dibentuk dengan tujuan tertentu yang ada di berbagai pusar bisnis atau cabang perusahaan di seluruh negeri.
Serangkaian pertemuan dilakukan dengan mengikursertakan seluruh karyawan yang terlibat dalam program pengembangan untuk merumuskan kegiatan.
Ketika IBM Asia Pasifik membuat target untuk memberikan pelayanan berkelas dunia pada pelanggan internal dan eksternalnya, ini berarti menggapai 8.000 orang dari 12 negara yang berbeda. Pendekatan mereka memberikan pelatihan kepada tim lokal, kemudian memfasilitasi pelatihan kelompok kecil untuk memperbaiki hubungan karyawan pelanggan di tingkat lokal. Dengan demikian, seluruh karyawan di seluruh wilayah berperan serta dalam program tersebut.
(Permata Wulandari/DH/TML)