Apple Mulai Mengakui Strategi AI-nya Keliru?

(Business Lounge Journal – News and Insight)

Apple dikenal sebagai perusahaan yang jarang panik. Namun langkah terbarunya—mengganti kepala divisi AI setelah setahun mempromosikan konsep “personal intelligence”—menunjukkan bahwa raksasa teknologi ini sedang mengoreksi arah. Pada awal pekan ini, Apple mengumumkan bahwa John Giannandrea, tokoh yang memimpin strategi AI selama tujuh tahun, akan mundur dan digantikan Amar Subramanya, veteran dari Google dan Microsoft yang pernah memimpin engineering untuk Gemini.

Pergantian ini bukan sekadar rotasi biasa; ini adalah penulisan ulang buku strategi AI Apple oleh Tim Cook. Giannandrea akan mengambil peran penasihat sebelum pensiun pada 2026, sementara Subramanya kini mengemban tugas besar: membuktikan bahwa AI Apple yang selama ini “tersembunyi” bisa diterjemahkan menjadi nilai nyata bagi pengguna dan investor.

AI Apple: Terlalu Senyap di Tengah Kebisingan Kompetitor

Sementara Microsoft membenamkan Copilot ke semua lini produk, Google mendongkrak Gemini, Meta mengandalkan rekomendasi AI, dan Samsung mendengungkan “Galaxy AI,” Apple terlihat tertinggal dalam narasi AI global. Perusahaan ini berpegang pada pendekatan on-device dan privasi tinggi—strategi yang mulia, namun membuat AI Apple nyaris tak terlihat.

Tekanan eksternal pun datang bertubi-tubi. Investor’s Business Daily menulis headline yang pedas: “Apple Stock Has A Problem. It’s Apple AI.” Analis pasar mempertanyakan relevansi model AI Apple yang dianggap lambat, kecil, dan kurang agresif.

Dan Ives dari Wedbush, salah satu analis yang paling berpengaruh di Wall Street, bahkan menyebut strategi Apple sebagai “invisible AI”— AI yang berjalan di atas 2,4 miliar perangkat iOS namun tidak menghasilkan narasi yang kuat. Ives memperkirakan bahwa bila Apple mampu memonetisasi AI secara efektif, nilai sahamnya bisa terdongkrak USD 75–100 per lembar. Namun untuk saat ini, menurutnya, tidak ada “AI premium” dalam harga saham Apple.

Ives juga menilai inovasi Apple Park dalam urusan AI “sangat mengecewakan.” Langkah merekrut Subramanya disebut sebagai “reset besar-besaran,” sebuah sinyal bahwa Apple siap bergerak lebih agresif setelah talenta AI-nya banyak dibajak oleh Meta, OpenAI, dan Anthropic selama setahun terakhir.

Siri: Janji Besar yang Terus Mundur

Titik paling kritis dari perdebatan ini ada pada Siri. Ketika Apple memperkenalkan Apple Intelligence pada 2024—lapisan AI generatif untuk perangkat Apple—Siri dijanjikan sebagai wajah baru teknologi tersebut. Namun peluncuran ulang Siri terus mundur hingga pertengahan 2026.

Di internal, proyek ini disebut mengalami keterlambatan yang “ugly”—dengan versi awal menjawab salah hingga sepertiga percobaan. Di eksternal, pengguna semakin lantang mengkritik Siri yang tertinggal dari kompetitor. Apple pada akhirnya memilih bekerja sama dengan Google, menggunakan versi khusus dari Gemini berparameter 1,2 triliun, dengan biaya sekitar USD 1 miliar per tahun.

Untuk perusahaan yang menjual “magis” sebagai identitas, peluncuran AI yang nyaris tidak terasa ini menjadi tantangan reputasi yang nyata.

Dinamika Baru: Peta Kekuasaan AI di Apple Berubah

Pergantian pucuk pimpinan ini juga merombak struktur internal Apple. Sebagian organisasi Giannandrea dipindahkan ke COO Sabih Khan dan Services Chief Eddy Cue. Sebelumnya, Cook bahkan memindahkan Mike Rockwell—yang memimpin Vision Pro—untuk memimpin transformasi Siri, menunjukkan bahwa Cook sudah lama tidak puas dengan kecepatan pengembangan AI di bawah Giannandrea.

Kini Subramanya melapor langsung ke Craig Federighi, yang portofolio perangkat lunaknya terus membesar dan bahkan mulai disebut-sebut sebagai calon penerus Tim Cook. Mandatnya jelas: menjadikan AI Apple lebih “intelligent, trusted, and profoundly personal”—dan, yang terpenting, terlihat.

Apa Artinya untuk Masa Depan Apple?

Era Giannandrea dibangun di atas gagasan bahwa AI sebaiknya menjadi infrastruktur yang tidak mencolok. On-device models, Apple silicon, dan optimasi privasi menjadi inti desainnya. Semua pendekatan ini melahirkan Apple Intelligence yang elegan—namun terlalu sunyi.

Kini, Subramanya ditugaskan melakukan hal yang berlawanan: membuat AI Apple lebih cepat, lebih gamblang, dan lebih kompetitif tanpa mengorbankan privasi—jantung ideologi Apple.

Jika Siri yang baru nanti tampil meyakinkan, langkah berani ini akan terlihat sebagai keputusan strategis yang tepat. Namun jika hasilnya hanya peningkatan kecil, kritik para analis mungkin terbukti benar: Apple masih belum menemukan arah strategis dalam era AI generatif—bahkan ketika dunia sudah bergerak jauh lebih cepat.

Dalam dunia teknologi yang semakin mengandalkan kecepatan inovasi dan narasi publik, Apple berhadapan dengan tantangan yang tidak bisa lagi disembunyikan di balik desain canggih dan loyalitas ekosistem. Pergeseran kepemimpinan ini adalah pertaruhan besar—dan hasilnya bisa mendefinisikan dekade berikutnya bagi perusahaan paling berharga di dunia.