Di tengah persaingan global untuk menghadirkan mobil swakemudi, Jepang kini kembali menunjukkan ambisinya setelah sempat dinilai tertinggal dari Amerika Serikat dan China. Negara ini bukan baru dalam dunia teknologi otomotif, tetapi kecepatan inovasi Tesla dan perusahaan-perusahaan China dalam mengembangkan sistem mengemudi otonom telah membuat Jepang berada pada posisi yang harus mengejar. Dalam konteks inilah muncul kabar penting: Turing, sebuah startup AI yang sedang naik daun, menggandeng Denso—raksasa komponen otomotif Jepang—untuk mengembangkan teknologi mobil swakemudi skala besar yang ditargetkan siap diproduksi massal pada tahun 2030.
Momen ini menjadi lebih signifikan setelah Turing berhasil mengamankan pendanaan sebesar $63 juta, dana segar yang memungkinkan mereka mempercepat riset dan pengembangan teknologi otonom berbasis kamera atau vision-based AI. Pendekatan baru ini menjadi sorotan karena dianggap lebih fleksibel, lebih murah, dan lebih mudah diaplikasikan pada mobil-mobil produksi massal, bukan hanya mobil premium.
Kehadiran Pemain Baru yang Mengguncang Peta Persaingan
Turing mungkin belum seterkenal Tesla, Waymo, atau Baidu, tetapi keberanian mereka menawarkan arah baru membuat banyak pihak menaruh perhatian. Jepang selama ini dikenal sangat kuat dalam rekayasa mekanik, kualitas pembuatan mobil, dan efisiensi manufakturnya. Namun mereka lambat beradaptasi dengan “era software first” yang kini mendominasi pengembangan teknologi otonom.
Turing muncul sebagai jembatan yang menghubungkan dua dunia tersebut: kemampuan software yang gesit ala startup, dan kekuatan manufaktur besar yang dimiliki industri otomotif Jepang. Dengan menggandeng Denso, mereka tidak hanya membawa ide, tetapi juga akses ke jaringan industri yang mampu mewujudkan teknologi menjadi produk nyata di pasaran.
Mengapa Vision-Based AI Menjadi Game Changer
Sebagian besar sistem mengemudi otonom saat ini menggunakan kombinasi kamera, radar, dan lidar. Lidar dianggap sangat akurat dalam memetakan lingkungan melalui pantulan sinar laser, tetapi perangkat ini mahal, besar, dan kompleks. Pada banyak prototipe mobil otonom generasi awal, biaya sistem lidar lengkap bisa mencapai $75.000 hingga $100.000 per kendaraan, angka yang membuat teknologi ini sulit menembus pasar massal.
Di sinilah Turing mengambil pendekatan berbeda. Mereka mengembangkan AI berbasis penglihatan (vision-based) yang bekerja terutama dengan kamera, mirip seperti cara manusia melihat dunia. Kamera otomotif, meski membutuhkan pemrosesan AI yang jauh lebih pintar, harganya hanya sekitar $50–$200 per unit, jauh lebih murah daripada sensor lidar yang bisa mencapai ribuan dolar per unit.
Pendekatan ini membuat teknologi otonom menjadi lebih terjangkau untuk digunakan pada mobil-mobil reguler. Ketika Tesla memilih jalur serupa dengan sistem Full Self-Driving (FSD) mereka, banyak yang menganggap pendekatan kamera saja terlalu berani. Namun perkembangan algoritma AI dalam beberapa tahun terakhir terbukti mampu menjembatani kekurangan kamera dengan kecerdasan perangkat lunak yang semakin matang.
Penghematan Ratusan Juta: Fondasi Produksi Massal
Untuk memperjelas dampaknya, penghematan biaya hardware bisa mencapai 95% bila menggunakan sistem vision-based dibandingkan dengan sistem lidar lengkap. Secara praktis, hal ini berarti harga teknologi otonom dapat turun dari ratusan juta rupiah menjadi hanya puluhan juta rupiah per kendaraan.
Penghematan sebesar ini tidak hanya memangkas harga jual kendaraan otonom di masa depan, tetapi juga menurunkan biaya perawatan dan produksi, membuat rantai pasokan lebih sederhana, serta mengurangi komponen yang rentan terhadap kerusakan. Dengan kata lain, teknologi vision-based AI membuka peluang bagi mobil otonom untuk benar-benar masuk ke pasar massal—bukan sekadar menjadi fitur mahal di mobil premium.
Denso: Mesin Besar di Balik Transformasi Jepang

Untuk mewujudkan visi besar ini, Turing membutuhkan mitra yang dapat menangani produksi skala besar dan memastikan setiap komponen memiliki standar kualitas tinggi. Denso adalah pilihan yang tepat. Sebagai salah satu perusahaan komponen otomotif terbesar di dunia, Denso memiliki pengalaman puluhan tahun dalam menciptakan produk yang presisi, tahan lama, dan aman.
Denso bukan hanya pemasok; mereka adalah bagian penting dari ekosistem otomotif Jepang. Kolaborasi ini membawa potensi percepatan yang sangat besar, karena Turing tidak perlu membangun rantai pasokan dari nol. Dengan Denso, mereka dapat langsung mengintegrasikan teknologi vision-based AI ke dalam struktur industri yang sudah matang.
Membangun Ekosistem Mobil Cerdas: Lebih dari Sekadar Mobil Otonom
Untuk mencapai target 2030, Jepang tidak hanya perlu mengembangkan teknologi di dalam mobil, tetapi juga lingkungan yang mendukung mobilitas cerdas secara keseluruhan. Turing dan Denso memahami hal ini, sehingga kolaborasi mereka tidak berhenti pada pengembangan perangkat keras dan perangkat lunak. Mereka sedang membangun bagian dari ekosistem mobil cerdas Jepang.
Ekosistem ini mencakup teknologi komunikasi antar kendaraan (V2V), komunikasi antara kendaraan dan infrastruktur (V2I), integrasi cloud berbasis AI untuk analisis lalu lintas, serta pemetaan digital real-time. Dengan sistem ini, mobil tidak hanya cerdas secara individual, tetapi juga mampu “berbicara” satu sama lain dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar, mulai dari lampu lalu lintas hingga kondisi jalan raya yang berubah.
Infrastruktur semacam ini telah mendorong China untuk melaju cepat dalam uji coba robotaxi mereka. Jepang kini mengambil jalan yang sama, tetapi dengan ciri khas mereka: penggabungan antara kecerdasan teknologi dan presisi manufaktur.
Dampak Sosial Mobil Otonom bagi Masyarakat Jepang
Selain perkembangan teknologi dan industri, mobil otonom juga membawa dampak sosial yang besar bagi masyarakat Jepang. Dengan populasi lanjut usia yang terus meningkat, mobil swakemudi dapat menjadi solusi penting untuk mobilitas warga senior yang kesulitan mengemudi sendiri. Mobil otonom juga berpotensi mengurangi angka kecelakaan yang sebagian besar disebabkan oleh human error. Di wilayah pedesaan yang sulit dijangkau transportasi umum, kendaraan otonom dapat menjadi moda transportasi baru yang lebih efisien. Jika ekosistem ini berhasil diterapkan secara luas, mobil otonom bisa menjadi faktor penting yang memperbaiki kualitas hidup masyarakat Jepang secara keseluruhan.
Perjalanan yang Tidak Mudah Mengejar Tesla dan China

Tidak bisa dipungkiri bahwa Tesla memiliki keunggulan besar dalam pengembangan software untuk kendaraan otonom. China pun bergerak sangat agresif dengan dukungan pemerintah dan infrastruktur kota yang sangat adaptif terhadap teknologi baru. Jepang perlu bergerak cepat bila ingin tetap relevan.
Namun kolaborasi Turing dan Denso memberikan harapan baru. Dengan pendekatan vision-based AI yang hemat, struktur industri yang kuat, pendanaan yang memadai, dan rencana jelas menuju 2030, Jepang kini memiliki fondasi yang lebih solid untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
Langkah yang diambil Turing dan Denso bukan hanya tentang membuat mobil otonom; ini tentang membangun ulang keunggulan Jepang di panggung global. Dengan teknologi yang lebih murah, ekosistem cerdas yang terintegrasi, serta ambisi untuk menjangkau produksi massal, Jepang kini berada di titik balik penting.
Jika semua elemen ini bekerja sesuai harapan, tahun 2030 bisa menjadi era baru di mana mobil-mobil otonom buatan Jepang kembali berdiri sejajar dengan—atau bahkan melampaui—pemain terbesar di dunia.

