Gedung Kyoto University yang menjadi pusat penelitian sel punca iPS.

Kyoto University Bersama Google Gandeng AI untuk Ciptakan Sel Punca iPS Lebih Aman dan Cepat

Bayangkan jika seorang ilmuwan bisa memiliki asisten supercerdas yang mampu membaca jutaan data dalam sekejap, memprediksi risiko sebelum muncul, dan memberi solusi yang mungkin tak pernah terpikirkan.  Hari ini, 18 November 2025, gambaran kerja sama terbaru antara Kyoto University dan Google itu diumumkan. Keduanya bergabung untuk memanfaatkan kecerdasan buatan dalam mempercepat produksi iPS cells—sel punca yang menjadi harapan besar dunia medis modern.

Kyoto University bukan nama sembarangan dalam dunia bioteknologi. Di kampus inilah Shinya Yamanaka menemukan sel punca iPS dan meraih Nobel, membuka pintu menuju era terapi regeneratif yang dapat memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Sekarang, universitas ini kembali berada di garis depan inovasi, kali ini dengan dukungan teknologi AI dari raksasa internet Google.

iPS Cells: Sel Kecil dengan Harapan Besar

iPS cells, atau induced pluripotent stem cells, merupakan sel tubuh biasa yang “diputar kembali” ke kondisi awal seperti sel embrio. Setelah kembali ke titik nol, sel-sel ini bisa diarahkan menjadi berbagai jenis sel baru—mulai dari sel saraf untuk penelitian penyakit Alzheimer, sel jantung untuk terapi penyakit kardiovaskular, hingga sel pankreas untuk penderita diabetes.

Potensinya luar biasa, tetapi proses pembuatannya ibarat memasak hidangan yang rumit: butuh suhu yang tepat, waktu yang presisi, bahan yang sensitif, dan sedikit saja kesalahan bisa menimbulkan mutasi berbahaya. Dalam dunia medis, mutasi itu bukan sekadar kesalahan kecil—ia bisa berubah menjadi risiko tumor atau kegagalan terapi.

Inilah alasan mengapa para peneliti selalu mencari cara yang lebih aman, stabil, dan efisien.

Google dengan AI-nya

Google membawa alat AI ilmiah yang dirancang khusus untuk menolong peneliti mengambil keputusan lebih cerdas. Alih-alih melakukan percobaan manual satu per satu, AI ini mampu menganalisis pola dari ribuan eksperimen, memprediksi kombinasi kultur yang paling stabil, hingga mengidentifikasi risiko genetik sejak dini.

Bayangkan AI yang bekerja tanpa lelah, memeriksa segala kemungkinan seperti detektif genetika. Ia mensimulasikan berbagai skenario—mulai dari perubahan lingkungan kultur, pilihan gen, hingga dampak jangka panjang sel—lalu merekomendasikan pendekatan yang paling aman. Dengan cara ini, proses yang biasanya memakan waktu bertahun-tahun dapat dipangkas secara drastis.

Dampak untuk Pasien dan Dunia Medis

Kerja sama ini diharapkan dapat mempercepat hadirnya terapi regeneratif ke rumah sakit. Produksi sel yang lebih stabil berarti risiko lebih kecil dan peluang keberhasilan lebih besar. Perusahaan farmasi juga dapat memanfaatkan iPS cells berkualitas tinggi untuk menguji obat baru dengan lebih cepat dan aman.

Kolaborasi Kyoto University dan Google menghadirkan gambaran masa depan di mana laboratorium bukan hanya tempat tabung reaksi dan mikroskop, tetapi juga tempat algoritma bekerja berdampingan dengan ilmuwan. Dan dari perpaduan itulah, harapan baru bagi dunia kesehatan terus tumbuh.