(Business Lounge Journal – Economy)
Selama dua abad terakhir, dunia telah mengalami beberapa lompatan besar dalam sejarah ekonomi. Di akhir abad ke-19, dua revolusi besar — revolusi transportasi dan komunikasi, serta revolusi distribusi dan produksi — menjadi fondasi bagi sistem industri modern yang kita kenal saat ini. Sejarawan bisnis Harvard, Alfred Chandler, menyebut masa ini sebagai lahirnya “kapitalisme manajerial”, ketika energi — mulai dari batu bara, minyak, gas, hingga listrik — diterapkan secara luas dalam kegiatan bisnis, memicu gelombang inovasi produk, layanan, dan proses industri.
Sebelum periode itu, pertumbuhan ekonomi berjalan lambat, perusahaan kecil dan dikelola secara sederhana. Namun setelahnya, produktivitas meningkat tajam, dan muncul perusahaan besar dengan struktur manajemen modern — lengkap dengan bagan organisasi, akuntansi profesional, serta sistem multidivisi. Dari sinilah lahir industri seperti perkeretaapian, baja, minyak, bahan kimia, otomotif, hingga farmasi — yang kemudian menjadi pilar ekonomi global selama lebih dari satu abad.
Kini, menurut banyak ekonom, kita sedang berada di ambang dua perubahan besar lain yang berpotensi setara dengan revolusi industri: revolusi kecerdasan buatan (AI) dan konsekuensi ekonomi dari perubahan iklim. Dua kekuatan besar ini tidak hanya akan mengubah cara dunia bekerja, tetapi juga menciptakan kembali domain pertumbuhan baru bagi bisnis global.
Revolusi Kecerdasan: AI dan Produktivitas Generasi Baru
Tidak pernah sebelumnya ada alat produktivitas kognitif seperti AI. Saat sebuah sistem AI secara otomatis membuat ringkasan rapat dalam hitungan detik setelah pertemuan berakhir, itu hanyalah puncak gunung es dari potensi sebenarnya. Jika efisiensi itu dikalikan jutaan kali setiap hari di seluruh dunia, hasilnya adalah miliaran jam kerja manusia yang bisa dialihkan ke pekerjaan bernilai lebih tinggi.
AI kini bergerak cepat menuju fase “agen cerdas” — sistem otonom yang dapat menulis kode, menjawab pertanyaan pelanggan, atau membuat prototipe dari ide manusia. Unilever, misalnya, telah menggunakan AI untuk mempercepat proses hukum internal dan mengurangi ketergantungan pada konsultan eksternal. Samsung menggunakan chatbot AI untuk layanan pelanggan di berbagai lini produknya, sementara SoftBank memanfaatkan AI untuk menciptakan model teknologi baru berdasarkan ide manusia.
Lebih jauh lagi, AI tidak bekerja sendirian. Ia menjadi pengganda bagi teknologi lain — mulai dari bioteknologi, sensor pintar, material canggih, hingga robotika industri. Contohnya, Yaskawa Electric di Jepang menggunakan AI untuk membuat robot industri yang lebih adaptif dan presisi. Di sisi lain, State Grid Corporation of China (SGCC) mengombinasikan AI dengan smart grid untuk memprediksi konsumsi energi dan menyeimbangkan pasokan dari berbagai sumber energi terbarukan.
Dampak makronya sangat besar. Analisis ekonom PwC memperkirakan bahwa peningkatan produktivitas yang dipicu AI dapat menambah 15% pada PDB global hingga 2035, setara dengan tambahan pertumbuhan tahunan sekitar 1% — mirip dengan dorongan ekonomi yang terjadi pada masa industrialisasi abad ke-19.
Krisis Iklim: Penyeimbang dari Laju Pertumbuhan
Namun, di sisi lain, dunia menghadapi batas-batas pertumbuhan akibat krisis iklim. Model ekonomi yang selama ini bertumpu pada energi fosil telah mengubah iklim bumi secara signifikan. Badai, banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan kini menjadi ancaman rutin yang memengaruhi kesehatan ekonomi global. Perusahaan asuransi melaporkan kerugian ratusan miliar dolar akibat bencana iklim, sementara kasus seperti kebangkrutan Pacific Gas and Electric (PG&E) di California pasca kebakaran 2018 menjadi pengingat nyata bahwa risiko iklim bisa menghancurkan korporasi besar sekalipun.
Studi PwC menunjukkan bahwa tanpa perubahan signifikan, pertumbuhan ekonomi global pada 2035 akan turun dari potensi 33% menjadi sekitar 26% dibandingkan dengan kondisi saat ini akibat dampak fisik iklim — terutama dari tekanan panas terhadap produktivitas kerja dan penurunan lahan pertanian produktif.
Dengan demikian, kita sedang melihat dua kekuatan besar yang saling berlawanan: AI yang mempercepat pertumbuhan dan perubahan iklim yang menahannya. Interaksi antara keduanya akan menentukan arah ekonomi global dalam dekade mendatang.
Transformasi Industri dan Inovasi Kolaboratif
Kombinasi antara percepatan teknologi dan tekanan iklim akan menciptakan kebutuhan besar untuk inovasi lintas industri. Di sinilah muncul konsep baru yang disebut “domain pertumbuhan” (domains of growth) — area kolaborasi lintas sektor yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan manusia dasar seperti pangan, mobilitas, energi, kesehatan, dan tempat tinggal.
Contohnya dapat kita lihat pada industri kendaraan listrik (EV). Pembuat mobil, produsen baterai, pengembang teknologi, hingga operator stasiun pengisian kini bekerja bersama dalam satu ekosistem besar untuk memenuhi kebutuhan mobilitas berkelanjutan. Kolaborasi serupa juga terlihat pada inovasi pertanian presisi seperti Aerobotics di Afrika Selatan, yang menggabungkan drone, kamera, AI, analitik data, dan pengetahuan agronomi untuk memantau buah dan hama dengan presisi tinggi — sesuatu yang tidak mungkin dilakukan satu industri saja di masa lalu.
Di era baru ini, batas antara industri menjadi semakin kabur. AI memungkinkan kolaborasi lintas sektor dengan biaya transaksi yang rendah — mempercepat riset obat, efisiensi rantai pasok, hingga pengelolaan energi pintar.
Menuju Ekonomi yang Berpusat pada Kebutuhan Manusia
Dalam menghadapi perubahan besar ini, satu hal tetap konstan: kebutuhan manusia. Makanan, energi, tempat tinggal, kesehatan, mobilitas, dan konektivitas adalah fondasi ekonomi yang tidak akan hilang. Namun, cara kita memenuhinya akan terus berevolusi.
Perusahaan masa depan akan lebih terintegrasi dalam ekosistem nilai yang luas, menggabungkan teknologi canggih dan kolaborasi lintas industri untuk menciptakan solusi baru. Dalam peta ekonomi menuju 2035, domain-domain pertumbuhan ini akan menggantikan pembagian sektor tradisional, melahirkan peluang bisnis baru di titik pertemuan antara kebutuhan manusia dan inovasi teknologi. Seperti pada era industrialisasi sebelumnya, perubahan besar ini mungkin hanya terjadi sekali dalam satu abad. Tetapi kali ini, revolusi yang datang bukanlah soal mesin uap atau rel kereta, melainkan revolusi kecerdasan dan keberlanjutan — dua kekuatan yang akan menentukan bentuk baru dari kemakmuran global.