(Business Lounge – Automotive) Tesla resmi meluncurkan layanan robotaxi pertamanya di Austin, Texas, menandai langkah besar dalam ambisi Elon Musk untuk mengubah wajah transportasi global. Dalam peluncuran terbatas yang ditujukan kepada pengguna undangan, sejumlah unit Model Y yang telah dilengkapi teknologi Full Self-Driving (FSD) menjalankan perjalanan mandiri di kawasan kota yang telah dipetakan secara ketat oleh sistem kendaraan. Perjalanan-perjalanan ini dikenai tarif flat sebesar 4,20 dolar AS, sementara pengawasan dilakukan oleh operator manusia yang duduk di bangku depan namun tidak mengemudi, serta dipantau dari jarak jauh oleh tim Tesla.
Dengan peluncuran ini, Tesla mengklaim bahwa mereka telah menjadi pemain otomotif pertama yang meluncurkan layanan taksi otonom secara komersial menggunakan kendaraan produksi massal, tanpa LIDAR, tanpa radar, dan hanya mengandalkan kamera serta jaringan saraf buatan. Pendekatan ini membedakan Tesla dari pesaing seperti Waymo, Cruise, atau Baidu, yang mengandalkan teknologi LIDAR yang jauh lebih mahal dan memerlukan desain kendaraan khusus. Elon Musk sejak lama meyakini bahwa solusi berbasis visi seperti yang digunakan Tesla akan jauh lebih skalabel, murah, dan alami, karena mendekati cara manusia mengemudi.
Namun kenyataan di lapangan tidak sepenuhnya sempurna. Beberapa video dari pengguna awal menunjukkan robotaxi melakukan manuver tiba-tiba, berpindah jalur dengan kasar, hingga melewati batas kecepatan yang ditentukan. Meski belum terjadi kecelakaan atau insiden besar, banyak pihak mempertanyakan kesiapan teknologi ini untuk digunakan tanpa pengawasan manusia. National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) dilaporkan tengah memantau peluncuran ini secara ketat, termasuk mengevaluasi data dari Tesla mengenai intervensi sistem, tingkat keberhasilan rute, dan waktu respons dalam situasi lalu lintas kompleks.
Tesla meluncurkan layanan ini di Austin karena negara bagian Texas memiliki kerangka hukum yang lebih longgar dalam hal pengujian dan pengoperasian kendaraan otonom. Namun undang-undang baru yang akan mulai berlaku pada September 2025 akan mewajibkan seluruh operator robotaxi untuk mendaftar dan mematuhi standar keselamatan yang lebih ketat. Tesla belum memberikan pernyataan apakah mereka akan langsung menyesuaikan operasi atau mencoba tetap di bawah regulasi transisional yang berlaku selama masa uji coba.
Bagi Elon Musk, robotaxi bukan sekadar fitur baru, melainkan model bisnis yang bisa mengubah masa depan Tesla secara keseluruhan. Ia berulang kali menyebut bahwa dengan suksesnya layanan ini, Tesla tidak hanya menjual mobil, tetapi juga menawarkan layanan transportasi dengan margin keuntungan jauh lebih tinggi. Dalam pernyataan kepada investor, Musk memperkirakan bahwa bisnis robotaxi dapat menambah valuasi Tesla hingga 5–10 triliun dolar AS, jika berhasil dieksekusi secara global. Ini menciptakan Tesla sebagai perusahaan teknologi transportasi, bukan lagi sekadar produsen mobil listrik.
Sebagai bagian dari rencana jangka panjang, Tesla juga sedang mengembangkan kendaraan robotaxi yang dirancang khusus dari nol, disebut Cybercab dan Robovan. Tidak seperti Model Y yang masih memiliki setir dan pedal, Cybercab tidak akan dilengkapi kontrol manusia sama sekali dan ditujukan untuk operasi di kota-kota besar dengan infrastruktur digital yang memadai. Kendaraan ini dijadwalkan akan mulai diuji pada 2026 dengan rute yang telah dioptimalkan untuk otonomi penuh.
Meski saham Tesla melonjak hampir 10 persen setelah peluncuran robotaxi di Austin, tidak semua analis melihat ini sebagai kabar baik tanpa syarat. Beberapa menyebut bahwa peluncuran terbatas seperti ini masih terlalu awal untuk membuktikan bahwa Tesla telah berhasil di pasar kendaraan otonom. Perusahaan seperti Waymo sudah menjalankan ratusan ribu perjalanan per minggu di beberapa kota besar AS, dengan sistem yang telah mendapatkan izin penuh dari regulator transportasi. Tesla sendiri belum memberikan detail mengenai jumlah perjalanan, metrik keselamatan, atau skala ekspansi dalam waktu dekat.
Isu etis dan sosial juga mulai muncul ke permukaan. Keberhasilan layanan ini, jika berkembang, berpotensi menggantikan jutaan pengemudi taksi, rideshare, dan logistik. Ini menciptakan dilema dalam transisi ekonomi dan sosial menuju era otomatisasi. Selain itu, mengingat kendaraan ini sepenuhnya dikendalikan oleh sistem berbasis kamera dan data, kekhawatiran tentang privasi dan pengawasan semakin mencuat. Setiap rute, reaksi, dan perilaku pengguna akan terekam, membentuk basis data yang belum tentu dilindungi oleh hukum privasi saat ini.
Walaupun robotaxi Tesla telah tiba, pertanyaan besar masih tersisa: apakah masyarakat benar-benar siap? Apakah teknologi ini mampu menghadapi kompleksitas jalan raya di dunia nyata dengan segala variasi cuaca, perilaku manusia, dan ketidakpastian lalu lintas? Sejauh ini, Tesla hanya membuktikan bahwa secara teknis mereka bisa meluncurkan robotaxi di kota dengan peraturan longgar dan infrastruktur yang mendukung. Namun tantangan untuk memperluas layanan ini secara global—dengan konsistensi dan keselamatan tinggi—masih sangat besar.
Bagi Tesla, robotaxi bukan sekadar fitur tambahan, tetapi poros utama model bisnis masa depan. Dalam pandangan Elon Musk, mobil yang tidak digunakan 95 persen dari waktunya adalah inefisiensi besar. Dengan kendaraan otonom, Tesla berharap setiap mobil dapat bekerja selama 16 jam sehari, menghasilkan pendapatan secara aktif. Model ini juga diharapkan dapat menurunkan harga transportasi per mil dan mengurangi kebutuhan orang untuk memiliki mobil pribadi. Namun pergeseran ini memerlukan lebih dari sekadar teknologi—ia membutuhkan penerimaan sosial, kerangka hukum yang kuat, dan kepercayaan yang belum tentu dapat dibeli dengan cepat.
Peluncuran robotaxi Tesla adalah demonstrasi awal dari janji besar yang telah Musk bawa selama hampir satu dekade. Ia menandai titik tolak baru bagi Tesla dan mungkin juga bagi seluruh industri otomotif. Namun dari Austin menuju dunia, jalan yang harus ditempuh Tesla masih panjang, rumit, dan tidak selalu mulus.