Grab membantah merger

Grab Redam Isu Merger dengan GoTo

Pernyataan Presiden Grab, Alex Hungate, dalam sebuah forum bisnis di Vietnam kembali memicu diskusi hangat di industri teknologi Asia Tenggara. Dalam kesempatan itu, Hungate secara halus menepis rumor tentang potensi merger antara Grab dan GoTo—dua raksasa layanan ride-hailing dan on-demand di kawasan. Isu ini sudah beredar lama, terutama setelah tekanan profitabilitas semakin kuat di tengah perlambatan ekonomi digital. Namun Hungate menegaskan, bar for a deal would be very high atau standar untuk mencapai kesepakatan akan sangat tinggi.

Pernyataan ini bukan sekadar klarifikasi, tetapi sinyal strategis yang mencerminkan dinamika kompetitif industri teknologi regional. Grab dan GoTo selama ini bersaing ketat dalam layanan transportasi online, pengantaran makanan, dan pembayaran digital. Penggabungan keduanya akan menciptakan pemain dominan dengan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya di Asia Tenggara. Namun, justru karena besarnya dampak tersebut, Hungate menilai merger semacam ini tidak bisa dilakukan begitu saja.

Alasan Mengapa Standar Kesepakatan Tinggi

Di balik itu, terdapat beberapa alasan mengapa standar kesepakatan dipastikan tinggi. Pertama, integrasi operasional antara dua ekosistem besar tentu sangat kompleks. Grab berbasis di Singapura dengan strategi ekspansi agresif ke berbagai negara, sedangkan GoTo sangat mengakar di Indonesia dengan kekuatan logistik dan layanan harian melalui Gojek dan Tokopedia. Penggabungan operasional, teknologi, hingga budaya perusahaan akan membutuhkan energi, modal, dan waktu yang tidak sedikit.

Kedua, regulator di Indonesia, Singapura, dan negara-negara lain di kawasan hampir pasti akan melakukan pengawasan ketat. Merger kedua perusahaan bisa memicu kekhawatiran dominasi pasar, terutama di transportasi online dan layanan pesan-antar. Regulasi antimonopoli di Asia Tenggara mulai tumbuh kuat, sehingga potensi hambatan hukum menjadi faktor penting dalam menilai kelayakan merger.

Ketiga, baik Grab maupun GoTo sedang berada dalam fase konsolidasi internal. Keduanya mengejar profitabilitas yang lebih stabil setelah periode belanja besar-besaran untuk akuisisi pelanggan. Masing-masing perusahaan tengah menata ulang beban operasional, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat aliran pendapatan. Dalam kondisi seperti ini, merger justru bisa mengalihkan fokus manajemen dari agenda jangka pendek yang lebih mendesak.

Isu Merger Bukan Prioritas

Pernyataan Hungate pada akhirnya menegaskan satu hal: meskipun rumor merger menarik perhatian publik dan investor, keputusan bisnis sebesar itu tidak mungkin terjadi tanpa pertimbangan matang. Untuk saat ini, baik Grab maupun GoTo tampaknya memilih memperkuat posisi masing-masing terlebih dahulu, sambil tetap membuka ruang bagi peluang jangka panjang bila kondisi memungkinkan.

Dengan demikian, isu merger mungkin belum sepenuhnya hilang, tetapi jelas bukan prioritas dalam waktu dekat—setidaknya menurut nada hati-hati yang disampaikan oleh petinggi Grab tersebut. Akankah kelak terjadi atau tidak, mari kita lihat nanti.