(Business Lounge – Operation Management) Bagian ini bisa dibilang seperti membuka dapur sebuah restoran. Dari luar, orang hanya melihat menu dan rasa makanan. Tapi di balik pintu dapur, ada ritme, proses, dan sistem yang menentukan apakah pelanggan pulang dengan puas atau kecewa.
Manajemen operasi di dunia nyata adalah tentang menyusun dan menjaga proses. Proses ini bisa sederhana, bisa juga luar biasa rumit. Bayangkan sebuah kedai kopi. Prosesnya mungkin hanya menggiling biji, menyeduh, lalu menyajikan. Tapi jika kita perbesar skala, misalnya di jaringan kedai global seperti Starbucks, proses itu berkembang jadi sangat kompleks, rantai pasok biji kopi dari berbagai negara, standar penyajian di ribuan gerai, pelatihan barista, sampai sistem kasir digital yang terhubung dengan aplikasi ponsel. Di sinilah terlihat bahwa manajemen operasi bukan hanya soal apa yang dilakukan, tapi bagaimana melakukannya dengan konsisten di berbagai situasi.
Proses bisa dibagi dalam dua kategori besar, proses inti dan proses pendukung. Proses inti adalah apa yang benar-benar menciptakan nilai bagi pelanggan. Misalnya, pembuatan mobil di pabrik otomotif, layanan perawatan pasien di rumah sakit, atau pengiriman paket di perusahaan logistik. Proses pendukung adalah yang membuat proses inti tetap berjalan mulus: perekrutan karyawan, sistem IT, atau manajemen keuangan. Tanpa proses pendukung, proses inti bisa tersendat. Dan tanpa proses inti, proses pendukung jadi kehilangan tujuan. Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Kalau ditarik lebih jauh, proses inti biasanya punya tiga pertanyaan besar yang harus dijawab, apa yang harus dibuat, bagaimana cara membuatnya, dan berapa banyak yang harus diproduksi atau disediakan. Pertanyaan ini sederhana, tapi jawabannya bisa menentukan nasib perusahaan. Lihat saja industri mode cepat (fast fashion). Perusahaan seperti Zara berhasil karena prosesnya dirancang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu lebih cepat dari pesaing. Mereka bisa melacak tren, mendesain, memproduksi, dan memajang koleksi baru dalam hitungan minggu, sementara pesaing masih sibuk dengan satu koleksi musiman.
Selain itu, proses juga menyangkut aliran. Aliran barang, informasi, dan bahkan orang. Kalau satu aliran macet, semuanya bisa terganggu. Bayangkan bandara internasional: check-in, keamanan, imigrasi, bagasi, hingga boarding adalah serangkaian proses yang saling terkait. Jika mesin bagasi mogok, penumpang bisa ketinggalan pesawat. Itulah mengapa operasi menuntut koordinasi dan ketepatan waktu yang sangat tinggi.
Tapi proses tidak berdiri sendiri. Ada sumber daya yang menopang, mulai dari mesin, teknologi, hingga manusia. Justru manusia sering kali menjadi elemen paling menentukan. Mesin bisa saja canggih, tapi kalau operator tidak terlatih, hasilnya tidak maksimal. Di rumah sakit misalnya, dokter dan perawat bukan hanya menjalankan prosedur medis, tapi juga membangun kepercayaan pasien. Operasi yang berhasil bukan hanya soal angka kesembuhan, tapi juga soal pengalaman pasien selama dirawat.
Namun di balik itu semua, manajemen operasi juga erat dengan strategi bisnis. Banyak perusahaan gagal karena melihat operasi sekadar fungsi teknis, padahal seharusnya ia menjadi bagian dari strategi. Contohnya Southwest Airlines di Amerika Serikat. Mereka memutuskan hanya menggunakan satu tipe pesawat, Boeing 737, agar perawatan lebih mudah dan biaya lebih murah. Strategi ini lahir dari keputusan operasi, dan hasilnya: Southwest menjadi salah satu maskapai dengan profitabilitas paling stabil di industrinya.
Sebaliknya, ada juga contoh kegagalan karena operasi tidak selaras dengan strategi. Beberapa restoran cepat saji mencoba menambahkan menu sehat untuk menarik konsumen baru, tapi gagal karena operasi dapurnya tidak didesain untuk menyiapkan makanan dengan bahan segar dalam waktu cepat. Akibatnya, justru timbul keluhan karena pelayanan jadi lebih lambat dan kualitas makanan tidak konsisten. Dari sini terlihat jelas: strategi tanpa operasi yang mendukung hanyalah angan-angan.
Tantangan lain dalam menjalankan proses nyata adalah variasi. Tidak semua permintaan pelanggan bisa diprediksi. Restoran mungkin ramai di akhir pekan tapi sepi di hari kerja. Rumah sakit tidak bisa tahu kapan pasien gawat darurat akan datang. Variasi ini menuntut sistem operasi yang fleksibel. Perusahaan harus mampu menyeimbangkan efisiensi dengan kemampuan beradaptasi. Terlalu kaku, mereka bisa gagal memenuhi kebutuhan. Terlalu longgar, mereka bisa boros sumber daya.
Itulah sebabnya manajemen operasi kerap disebut seni menyeimbangkan. Menyeimbangkan biaya dengan kualitas, standar dengan fleksibilitas, dan efisiensi dengan pelayanan. Tidak ada formula tunggal yang berlaku untuk semua. Setiap industri, bahkan setiap organisasi, punya cara unik untuk menyeimbangkan faktor-faktor itu.
Di era modern, proses operasi semakin dipengaruhi oleh data. Data kini jadi bahan bakar utama pengambilan keputusan. Restoran bisa memprediksi stok bahan makanan dengan melihat pola pemesanan di aplikasi. Perusahaan transportasi bisa menentukan rute terbaik berdasarkan data lalu lintas real-time. Bahkan rumah sakit bisa mengatur jadwal dokter dengan algoritme yang memprediksi jumlah pasien harian. Semua itu adalah bagian dari transformasi operasi berbasis informasi.
Meski begitu, jangan lupakan sisi manusia. Data mungkin akurat, algoritme mungkin pintar, tapi keputusan akhir sering kali membutuhkan intuisi dan pengalaman. Manajer operasi harus bisa membaca data, tapi juga memahami konteks lapangan. Misalnya, data mungkin menunjukkan tren penurunan penjualan, tapi manajer operasi yang jeli bisa menyadari bahwa penyebabnya bukan sekadar produk, melainkan pengalaman pelanggan yang terganggu karena antrean panjang. Perbaikan kecil pada alur pelayanan bisa jadi lebih berdampak daripada kampanye pemasaran besar.
Kita juga perlu menyinggung aspek keberlanjutan. Proses operasi modern semakin dituntut untuk ramah lingkungan. Konsumen kini lebih sadar dan peduli pada dampak lingkungan. Perusahaan yang bisa menunjukkan operasi berkelanjutan, seperti menggunakan energi hijau atau mengurangi limbah, bukan hanya menghemat biaya jangka panjang tapi juga mendapat citra positif. Contoh nyata bisa kita lihat pada Unilever yang mengintegrasikan praktik berkelanjutan dalam rantai pasoknya, atau Tesla yang mengedepankan energi terbarukan dalam proses produksinya.
Pada akhirnya, membongkar proses nyata manajemen operasi berarti memahami bahwa operasi adalah denyut kehidupan bisnis sehari-hari. Ia bukan teori di atas kertas, melainkan praktik yang menentukan apakah strategi bisa terwujud atau hanya jadi mimpi. Dari bandara hingga rumah sakit, dari kafe kecil hingga perusahaan global, proses operasi yang dirancang dengan baik adalah yang menjaga semua tetap berjalan.
Jadi, ketika Anda melihat antrean yang mengalir lancar di kasir supermarket, atau menerima paket tepat waktu dari toko online, ingatlah: itu bukan kebetulan. Itu adalah hasil dari proses operasi yang dirancang, dijalankan, dan terus diperbaiki. Dan di balik setiap proses yang tampak sederhana, ada kompleksitas besar yang dikelola dengan cermat agar pelanggan merasa puas.
Dengan memahami bagaimana operasi benar-benar bekerja, kita bisa lebih menghargai peran pentingnya dalam kesuksesan bisnis modern. Bukan hanya sebagai pendukung, tapi sebagai inti dari strategi dan pengalaman pelanggan. Itulah wajah nyata dari manajemen operasi di babak kedua perjalanan kita.