(Business Lounge – Global News) Rithm Capital membuat langkah besar dalam sektor real estat dengan menyetujui akuisisi Paramount Group, sebuah perusahaan investasi properti atau real estate investment trust (REIT) yang dikenal memiliki portofolio gedung perkantoran ikonik di New York City dan San Francisco. Kesepakatan senilai 1,6 miliar dolar Amerika ini menjadi salah satu transaksi terbesar tahun ini di sektor properti komersial, di tengah kondisi pasar yang sedang mengalami tekanan akibat suku bunga tinggi, permintaan kantor yang melemah, dan perubahan pola kerja pasca-pandemi.
Menurut laporan Bloomberg, kesepakatan ini mencakup pengambilalihan penuh Paramount Group oleh Rithm Capital, dengan struktur transaksi berupa tunai dan utang yang akan diambil alih. Paramount Group selama bertahun-tahun menjadi salah satu pemilik gedung perkantoran kelas atas di Manhattan dan distrik bisnis utama San Francisco. Namun, nilai saham perusahaan merosot tajam dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan anjloknya permintaan ruang kantor, sehingga membuka peluang bagi investor yang mencari aset undervalued.
Rithm Capital, yang sebelumnya dikenal sebagai New Residential Investment Corp., telah berkembang pesat dari fokus awal di sektor hipotek menjadi perusahaan investasi alternatif dengan portofolio beragam. Dengan akuisisi Paramount Group, Rithm memperluas jejaknya ke sektor perkantoran premium, meskipun banyak analis menilai segmen ini masih menghadapi tantangan besar.
Financial Times mencatat bahwa banyak investor menjauhi properti perkantoran di kota besar Amerika karena meningkatnya tren kerja hybrid, yang membuat tingkat hunian menurun dan harga sewa tidak stabil. San Francisco menjadi contoh paling jelas, dengan tingkat kekosongan kantor mencapai rekor tertinggi. New York, meski lebih tangguh, juga mengalami pelemahan permintaan. Oleh karena itu, akuisisi ini dipandang berani, namun juga mencerminkan strategi Rithm untuk mengambil posisi ketika valuasi sedang rendah.
Paramount Group memiliki beberapa properti ikonik, termasuk 1633 Broadway di Manhattan yang menjadi salah satu gedung kantor terbesar di kota tersebut. Selain itu, perusahaan juga memiliki sejumlah aset di San Francisco, meskipun kinerja properti di kota itu sangat tertekan akibat penurunan aktivitas teknologi dan migrasi perusahaan keluar dari kawasan pusat bisnis.
Menurut laporan Reuters, nilai saham Paramount Group sebelum akuisisi hanya mencerminkan sebagian kecil dari nilai aset propertinya, sehingga menjadikannya target akuisisi yang menarik. Bagi Rithm, kesepakatan ini memungkinkan mereka mengakuisisi aset premium dengan harga diskon yang sulit ditemukan pada siklus pasar normal.
Namun, tantangan yang dihadapi tidak kecil. Gedung perkantoran di Amerika Serikat saat ini sedang berada dalam sorotan karena risiko gagal bayar utang dan penurunan valuasi yang signifikan. Data dari Moody’s Analytics menunjukkan bahwa nilai properti perkantoran telah turun sekitar 20% sejak 2020, dan tren tersebut belum sepenuhnya pulih. Tingginya biaya pembiayaan akibat kenaikan suku bunga juga memperberat kondisi para pemilik gedung.
Bagi Paramount Group, akuisisi ini memberikan jalan keluar bagi investor yang sudah lama terjebak dalam kinerja saham yang stagnan. Menurut Wall Street Journal, nilai saham Paramount turun lebih dari 50% dalam lima tahun terakhir, menjadikannya salah satu REIT terlemah di sektor perkantoran. Dengan kesepakatan ini, pemegang saham akan menerima harga premium dibanding valuasi pasar terbaru, meski tetap jauh di bawah puncak historis perusahaan.
Rithm Capital, di sisi lain, menyampaikan bahwa mereka percaya dengan jangka panjang sektor perkantoran, khususnya di pasar kelas dunia seperti New York. Eksekutif perusahaan menegaskan bahwa properti-properti ikonik yang dimiliki Paramount tetap memiliki daya tarik karena lokasi strategis dan kualitas bangunan yang tinggi. Menurut mereka, meskipun tren kerja hybrid akan berlanjut, perusahaan besar tetap membutuhkan kantor utama di kota besar untuk menjaga citra dan kolaborasi karyawan.
Sementara itu, analis pasar menilai langkah ini sebagai bagian dari strategi oportunistik Rithm. Dalam wawancara dengan CNBC, beberapa pengamat menilai Rithm mungkin berupaya memanfaatkan siklus rendah untuk membangun portofolio properti dengan harga diskon, dengan asumsi pasar akan pulih dalam beberapa tahun ke depan. Namun, ada juga yang memperingatkan bahwa pemulihan mungkin memakan waktu lebih lama, mengingat tren struktural seperti digitalisasi kerja yang mengurangi kebutuhan ruang fisik.
Selain potensi keuntungan jangka panjang, kesepakatan ini juga membawa risiko integrasi dan pembiayaan. Rithm harus mengelola beban utang Paramount serta biaya pemeliharaan gedung-gedung besar di dua pasar yang saat ini menghadapi ketidakpastian. Jika tingkat hunian tidak segera membaik, perusahaan bisa menghadapi tantangan arus kas yang serius.
Namun demikian, kesepakatan ini memberi sinyal bahwa masih ada investor besar yang berani masuk ke sektor perkantoran, meski banyak pihak telah hengkang. Langkah Rithm mungkin juga akan menginspirasi investor lain untuk mempertimbangkan peluang serupa, terutama jika harga aset terus menurun.
Dalam konteks lebih luas, akuisisi ini mencerminkan dinamika sektor properti komersial Amerika Serikat yang sedang bertransformasi. Banyak kota besar sedang berjuang mencari cara untuk memanfaatkan kembali gedung perkantoran kosong, termasuk dengan konversi ke hunian atau penggunaan campuran. Namun, proses ini membutuhkan waktu lama dan investasi besar. Dengan adanya investor seperti Rithm, setidaknya beberapa properti ikonik bisa tetap berada di bawah kepemilikan pihak yang memiliki modal dan strategi jangka panjang.
Kesepakatan Rithm–Paramount juga menjadi indikator penting bagi pasar modal. Jika transaksi ini berjalan lancar, bisa membuka jalan bagi merger dan akuisisi lain di sektor properti yang selama ini mandek karena ketidakpastian valuasi. Sejumlah analis memperkirakan 2025 bisa menjadi tahun kebangkitan transaksi real estat, meski dalam skala selektif.
Pada akhirnya, akuisisi Paramount Group oleh Rithm Capital bukan sekadar transaksi 1,6 miliar dolar. Ini adalah taruhan besar pada masa depan sektor perkantoran premium Amerika, di tengah badai ketidakpastian. Apakah langkah ini akan menjadi tonggak strategi brilian atau justru beban finansial, akan sangat bergantung pada seberapa cepat pasar kantor di New York dan San Francisco menemukan keseimbangannya kembali.