(Business Lounge – Tech) Pasar pusat data global sedang berada di persimpangan penting. Lonjakan permintaan komputasi awan, kecerdasan buatan, dan layanan digital mendorong kebutuhan infrastruktur yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, di balik pertumbuhan tersebut, muncul hambatan yang semakin mengkhawatirkan: keterbatasan pasokan listrik. Inilah latar belakang dari langkah strategis terbaru Silver Lake, perusahaan ekuitas swasta global, yang mengumumkan investasi sebesar 400 juta dolar AS untuk mengatasi masalah daya yang kini dianggap sebagai rintangan terbesar dalam pengembangan pusat data. Menurut laporan The Wall Street Journal, langkah ini mencerminkan pergeseran fokus dari sekadar akuisisi lahan menuju integrasi langsung dengan ketersediaan sumber daya energi.
Silver Lake menyatakan bahwa tujuan investasi ini adalah untuk membundel lahan yang memiliki akses langsung ke daya listrik, sebuah langkah yang jarang dilakukan di masa lalu namun kini menjadi sangat krusial. Dengan pendekatan ini, perusahaan berharap dapat mempercepat pembangunan fasilitas pusat data baru, yang seringkali tertunda berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun karena kendala pasokan listrik dari jaringan. Sejumlah analis yang dikutip Bloomberg menyebut bahwa model ini bisa menjadi pionir di industri, di mana kecepatan dan ketersediaan infrastruktur menjadi penentu utama keberhasilan proyek pusat data.
Permintaan pusat data memang melonjak signifikan, terutama sejak ledakan penggunaan teknologi AI generatif yang membutuhkan kapasitas komputasi besar dan konsumsi daya tinggi. Menurut International Energy Agency, pusat data global mengkonsumsi hampir 2% dari listrik dunia pada tahun 2022, dan angka itu diproyeksikan terus meningkat seiring ekspansi cloud computing, streaming video, dan AI. Kondisi ini menciptakan situasi di mana pengembang pusat data berlomba-lomba mencari lahan yang tidak hanya strategis secara geografis tetapi juga memiliki pasokan daya yang stabil dan memadai.
Salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan pusat data adalah koordinasi dengan perusahaan utilitas dan regulator energi. Proses perizinan, pembangunan jalur transmisi baru, dan pengadaan kapasitas listrik tambahan bisa memakan waktu bertahun-tahun. Silver Lake melihat peluang strategis di sini: jika mereka dapat mengamankan lahan yang sudah memiliki infrastruktur daya siap pakai, maka waktu konstruksi bisa dipangkas drastis, memberikan keuntungan kompetitif bagi para operator pusat data yang menjadi klien mereka.
Langkah ini juga mencerminkan tren baru dalam investasi infrastruktur digital. Jika sebelumnya fokus investasi pusat data lebih banyak pada aspek bangunan dan teknologi pendingin, kini pasokan energi menjadi perhatian utama. Financial Times mencatat bahwa sejumlah proyek besar di AS, Eropa, dan Asia mengalami keterlambatan karena tidak ada kapasitas listrik tambahan yang bisa dialokasikan dalam waktu dekat. Bahkan, beberapa pengembang memilih membatalkan rencana ekspansi karena biaya koneksi jaringan listrik menjadi terlalu tinggi.
Dengan injeksi modal sebesar 400 juta dolar AS, Silver Lake berencana membangun portofolio lahan strategis yang terintegrasi dengan akses daya langsung. Portofolio ini akan dipasarkan kepada operator pusat data, perusahaan teknologi besar, dan penyedia layanan cloud yang ingin menghindari hambatan awal proyek. Model ini menyerupai pendekatan land banking, tetapi dengan dimensi tambahan berupa jaminan infrastruktur energi yang siap digunakan.
Pasar merespons langkah ini dengan cukup positif. Beberapa analis menilai bahwa strategi Silver Lake tepat waktu, mengingat lonjakan permintaan dan keterbatasan suplai. Bloomberg Intelligence menyebut bahwa ketersediaan daya telah menjadi “mata uang baru” di industri pusat data, di mana perusahaan yang mampu menjamin suplai listrik akan memiliki posisi tawar yang jauh lebih kuat. Bahkan, beberapa investor memperkirakan bahwa aset berupa lahan plus daya akan mengalami apresiasi nilai yang signifikan dalam lima tahun ke depan.
Selain faktor permintaan, ada dimensi geopolitik yang membuat strategi ini semakin relevan. Sejumlah negara mulai memperketat regulasi energi, termasuk membatasi penggunaan listrik oleh pusat data demi menjaga pasokan untuk kebutuhan domestik. Di Belanda, misalnya, pemerintah memberlakukan moratorium sementara untuk pembangunan pusat data hyperscale karena kekhawatiran konsumsi daya yang berlebihan. Di beberapa wilayah AS, otoritas lokal mulai mempertimbangkan aturan serupa. Dalam konteks ini, memiliki aset dengan pasokan listrik yang sudah terjamin menjadi semakin bernilai.
Tentu saja, tantangan tetap ada. Harga lahan dengan akses daya siap pakai biasanya jauh lebih tinggi dibandingkan lahan biasa. Selain itu, perubahan kebijakan energi atau tarif listrik bisa memengaruhi kelayakan finansial proyek. Namun, Silver Lake tampaknya siap mengambil risiko ini dengan keyakinan bahwa tren jangka panjang tetap mendukung pertumbuhan pusat data.
Langkah ini juga memperlihatkan bagaimana ekuitas swasta semakin masuk ke sektor infrastruktur digital. Jika dulu mereka lebih fokus pada perusahaan teknologi atau operator layanan, kini investasi diarahkan pada fondasi fisik yang menopang seluruh ekosistem digital. Dengan demikian, mereka tidak hanya menjadi penyandang dana tetapi juga pengatur strategi rantai pasokan energi untuk dunia digital.
Dalam jangka panjang, keberhasilan strategi Silver Lake akan menjadi studi kasus penting bagi industri. Jika mereka mampu membuktikan bahwa bundling lahan dan daya dapat mempercepat pembangunan dan meningkatkan nilai aset, kemungkinan besar model ini akan diadopsi secara luas. Sebaliknya, jika hambatan regulasi dan biaya operasional terbukti lebih besar dari manfaatnya, pasar mungkin akan lebih berhati-hati.
Namun, untuk saat ini, momentum jelas berada di pihak Silver Lake. Dengan modal besar, jaringan industri luas, dan pemahaman mendalam tentang tren teknologi, mereka berada di posisi strategis untuk memanfaatkan kelangkaan daya sebagai peluang bisnis. Di tengah dunia yang semakin bergantung pada data dan komputasi, ketersediaan listrik bukan lagi sekadar kebutuhan teknis — ia telah menjadi faktor strategis yang bisa menentukan pemenang dan pecundang di era digital ini.
Jika tren konsumsi data global terus meningkat seperti yang diprediksi, maka investasi seperti yang dilakukan Silver Lake berpotensi menjadi salah satu kunci penting dalam menjaga kelancaran ekonomi digital. Dunia mungkin akan menyaksikan pergeseran di mana perusahaan teknologi tidak hanya bersaing dalam inovasi perangkat lunak dan layanan, tetapi juga dalam mengamankan akses energi yang menjadi bahan bakar utama dari semua inovasi tersebut. Dengan kata lain, di masa depan, siapa yang menguasai daya, dialah yang menguasai permainan.

