Levi Strauss
Sources: the company (prices, photos); Federal Reserve Bank of Minneapolis (inflation adjustments).

Levi Strauss Naikkan Proyeksi Pendapatan

(Business Lounge – Global News) Levi Strauss & Co. resmi menaikkan proyeksi pendapatan tahunannya setelah mencatat kinerja penjualan langsung ke konsumen (direct-to-consumer/DTC) yang lebih kuat dari perkiraan, bahkan di tengah tantangan industri ritel global yang masih tertekan. Perusahaan fesyen asal San Francisco ini sebelumnya memperkirakan penurunan pendapatan tahunan sebesar 1% hingga 2%, namun kini merevisi proyeksinya menjadi pertumbuhan sebesar 1% hingga 2% untuk tahun fiskal 2025.

Menurut laporan The Wall Street Journal dan Reuters, Levi Strauss melihat momentum yang kuat pada jaringan toko ritel milik sendiri serta platform digital, yang semakin menjadi andalan utama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi dan perubahan perilaku belanja konsumen. Strategi fokus pada saluran DTC—daripada hanya mengandalkan pengecer pihak ketiga—terbukti memberi margin lebih tinggi dan kontrol yang lebih baik atas merek dan pengalaman pelanggan.

CEO Levi Strauss, Michelle Gass, dalam keterangannya menyampaikan bahwa kinerja DTC kini menyumbang hampir 50% dari total pendapatan perusahaan, sebuah proporsi yang terus meningkat selama tiga tahun terakhir. “Kami melihat konsumen kembali ke toko kami, berbelanja secara aktif, dan terhubung lebih erat dengan merek kami. Ini hasil dari strategi transformasi yang telah kami jalankan secara disiplin,” ujarnya.

Dalam laporan keuangan kuartal terbarunya, Levi mencatat peningkatan penjualan sebesar 8% secara tahunan di segmen DTC global, dengan pertumbuhan dua digit di pasar Asia dan peningkatan solid di Amerika Utara. Di sisi lain, penjualan melalui saluran grosir tetap lemah, mencerminkan tekanan yang dirasakan oleh pengecer besar seperti Macy’s, Kohl’s, dan department store lain yang masih menghadapi tantangan inventaris berlebih dan turunnya trafik toko.

Peningkatan proyeksi pendapatan ini disambut baik oleh pasar. Saham Levi Strauss naik hampir 7% setelah pengumuman tersebut, menunjukkan kepercayaan investor terhadap arah baru perusahaan. Para analis menyebutkan bahwa fokus Levi pada kanal langsung tidak hanya meningkatkan margin laba kotor, tetapi juga memperkuat loyalitas pelanggan melalui pendekatan omnichannel yang konsisten.

Michelle Gass, yang sebelumnya menjabat sebagai CEO Kohl’s, juga menekankan pentingnya inovasi produk dan segmentasi pasar. Levi kini lebih agresif mendorong lini produk baru, termasuk denim ramah lingkungan, kolaborasi eksklusif dengan desainer muda, dan ekspansi lini activewear yang menyasar konsumen Gen Z. Langkah ini dinilai berhasil menarik konsumen yang lebih muda dan mendorong frekuensi pembelian lebih tinggi.

Strategi digital Levi juga menjadi sorotan. Perusahaan meningkatkan investasi dalam teknologi personalisasi dan platform e-commerce milik sendiri, termasuk aplikasi mobile dan sistem pengiriman yang lebih efisien. Menurut eksekutif senior digital perusahaan, trafik online meningkat 12% dibandingkan tahun lalu, dan tingkat konversi pembelian juga naik signifikan. Saluran digital kini menjadi tumpuan Levi untuk memperluas jangkauan pasar tanpa bergantung pada pihak ketiga.

Meski demikian, tantangan tetap ada. Konsumen global masih berhati-hati dalam belanja, terutama di sektor barang diskresioner seperti pakaian. Inflasi dan tekanan suku bunga tetap membebani daya beli rumah tangga di AS dan Eropa. Levi juga menghadapi persaingan ketat dari merek-merek seperti Uniqlo, Zara, dan Abercrombie & Fitch yang juga memperkuat strategi omnichannel mereka.

Di sisi operasional, Levi terus mengelola biaya dengan hati-hati. Perusahaan melaporkan margin laba kotor yang sedikit membaik menjadi 56,8%, sebagian besar berkat pengurangan diskon dan efisiensi rantai pasok. Namun biaya tenaga kerja dan logistik masih menjadi perhatian, terutama menjelang musim belanja akhir tahun.

Para analis dari Bank of America dan Morgan Stanley mencatat bahwa Levi berada dalam posisi kompetitif yang relatif kuat, terutama karena kontrol atas distribusi dan posisi merek yang solid. Levi bukan sekadar merek denim klasik, tetapi kini mulai memosisikan diri sebagai merek gaya hidup global yang relevan di berbagai segmen pasar.

Selain itu, perusahaan juga memperluas kehadiran fisik di pasar berkembang seperti India, Meksiko, dan Asia Tenggara. Toko konsep baru yang lebih modern dan berbasis pengalaman telah dibuka di beberapa kota besar, lengkap dengan integrasi digital dan layanan personalisasi di dalam toko. Langkah ini memperkuat posisi Levi di wilayah yang tumbuh cepat, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasar AS yang mulai mendatar.

Bersamaan dengan revisi proyeksi pendapatan, Levi juga menyatakan tetap berkomitmen terhadap pembayaran dividen dan pembelian kembali saham, sebuah sinyal optimisme dari manajemen terhadap prospek jangka panjang perusahaan. Arus kas operasional juga tetap sehat, memberikan ruang bagi perusahaan untuk terus berinvestasi di area prioritas seperti teknologi, keberlanjutan, dan ekspansi internasional.

Dengan kombinasi antara strategi saluran langsung, inovasi produk, dan optimalisasi operasi, Levi Strauss tampaknya berhasil mengubah tantangan ritel menjadi peluang. Di tengah lanskap industri pakaian yang penuh gejolak, perusahaan ini menunjukkan bahwa kekuatan merek warisan tidak hanya bisa bertahan—tetapi juga bisa tumbuh, jika diarahkan dengan cermat dan berani bertransformasi.