(Business Lounge – Finance) Untuk membangun sebuah financial model yang berfungsi dengan baik, kita harus memahami dasar-dasar akuntansi. Hal ini karena cara berbagai bagian model berinteraksi satu sama lain mengikuti logika akuntansi secara umum. Menariknya, akuntansi yang dibutuhkan dalam pembangunan model sebenarnya tidak sulit. Bahkan, jika seseorang merasa akuntansi bukan kekuatannya, bekerja dengan financial model justru bisa menjadi sarana efektif untuk memperkuat pemahaman tentang akuntansi itu sendiri.
Tiga laporan keuangan utama yang menjadi dasar financial model adalah income statement, balance sheet, dan cash flow statement. Income statement mencatat pendapatan dan beban selama periode tertentu, biasanya setahun, walaupun juga bisa disusun per kuartal atau bahkan per bulan. Baris paling atas menunjukkan pendapatan (revenue), dan baris paling bawah adalah laba bersih (net income) setelah dividen. Jika perusahaan tidak membayar dividen, maka angka akhirnya adalah net income saja.
Balance sheet mencerminkan posisi keuangan perusahaan pada akhir periode pelaporan. Di dalamnya tercatat aset, kewajiban, dan ekuitas. Laporan ini adalah potret keadaan perusahaan pada satu titik waktu tertentu, dan total aset di sisi kiri harus sama besar dengan jumlah kewajiban dan ekuitas di sisi kanan. Artinya, balance sheet harus selalu seimbang.
Cash flow statement memperlihatkan bagaimana arus kas digunakan selama satu tahun. Baris pertama dalam laporan ini adalah net income dari income statement. Selanjutnya ditunjukkan berbagai sumber kas (misalnya dari pendapatan, penjualan aset, atau peningkatan kewajiban/ekuitas) dan penggunaan kas (seperti pengeluaran biaya, pembelian aset, atau pembayaran kewajiban). Jika semuanya tercatat dengan benar, maka perubahan kas pada cash flow statement akan sama dengan perubahan kas pada balance sheet dari tahun sebelumnya ke tahun berjalan. Inilah yang disebut the cash flow statement foots to the cash in the balance sheet.
Dasar dari semua logika ini adalah accounting equation: Total Assets = Total Liabilities + Shareholders’ Equity. Prinsip ini juga menegaskan prinsip double-entry bookkeeping, yaitu bahwa setiap perubahan dalam balance sheet harus dibarengi oleh perubahan lain yang menjaga keseimbangan tersebut. Misalnya, jika perusahaan membeli aset dengan kas, maka akun kas berkurang dan akun aset bertambah dalam jumlah yang sama.
Salah satu cara mudah memahami logika ini adalah dengan melihat simulasi balance sheet dari sebuah perusahaan baru. Di Hari 0, sebelum kegiatan apapun dimulai, balance sheet menunjukkan saldo nol. Pada Hari 1, seorang wirausahawan menyuntikkan dana pribadi sebesar $5.000 dan mengambil pinjaman $5.000. Maka, balance sheet menunjukkan $10.000 kas sebagai aset, yang diimbangi oleh kewajiban $5.000 dan ekuitas $5.000. Lalu di Hari 2, ia membeli perlengkapan kantor senilai $2.700. Kas turun menjadi $7.300, sementara aset tetap bertambah. Di sinilah kita melihat bahwa kenaikan akun aset (selain kas) akan mengurangi kas. Tidak ada perubahan pada sisi pendanaan.
Ketika perusahaan mulai menghasilkan pendapatan, maka itu akan tercermin dalam akun retained earnings. Misalnya, di Hari 3, bisnis menerima pembayaran $500 dari proyek yang diselesaikan. Pendapatan ini tercatat di income statement sebagai laba, lalu masuk ke dalam balance sheet sebagai kenaikan kas dan retained earnings. Jika di Hari 4 wirausahawan ingin membeli mobil seharga $50.000, padahal kas tidak cukup, maka akan terlihat kekurangan dana di balance sheet. Ini menunjukkan kebutuhan untuk pembiayaan tambahan—entah dari pinjaman baru atau penyertaan modal.
Dalam praktik pembangunan financial model, keseimbangan balance sheet sangat penting. Di sinilah konsep plug digunakan, yaitu angka dinamis yang ditambahkan ke sisi aset atau liabilitas untuk memastikan model tetap seimbang. Plug ini tidak dimasukkan secara manual, tetapi dihitung otomatis dengan formula. Jika sisi pendanaan lebih besar dari sisi aset, maka plug berupa excess cash akan muncul di sisi aset. Sebaliknya, jika kebutuhan aset lebih besar dari sumber pendanaan, maka plug berupa revolver akan muncul di sisi kewajiban.
Revolver adalah bentuk utang jangka pendek atau fasilitas pinjaman bergulir yang bisa ditarik dan dibayar kembali sesuai kebutuhan. Biasanya digunakan untuk mengatasi kekurangan likuiditas sementara. Dalam model, revolver akan bertambah jika asumsi menunjukkan kekurangan dana, dan akan berkurang atau bahkan menghilang ketika kas perusahaan cukup untuk menutupi kebutuhan. Sementara itu, excess cash mengindikasikan adanya kas berlebih setelah seluruh kebutuhan aset terpenuhi.
Ada dua pendekatan utama dalam menjaga keseimbangan balance sheet dalam financial model. Pendekatan pertama hanya menggunakan income statement dan balance sheet untuk menyesuaikan plug. Ini bersifat mekanistik dan cepat diterapkan, tapi kurang mendetail. Pendekatan kedua melibatkan cash flow statement secara penuh. Dalam metode ini, setiap perubahan kas dihitung berdasarkan perubahan semua akun dalam balance sheet, lalu perubahan kas tersebut ditambahkan atau dikurangkan dari kas awal untuk menghasilkan saldo akhir.
Pendekatan kedua menawarkan transparansi lebih tinggi karena memisahkan setiap sumber dan penggunaan kas ke dalam tiga kategori, kas dari aktivitas operasional, kas dari aktivitas investasi, dan kas dari aktivitas pendanaan. Hasil akhirnya tetap sama – model seimbang. Tapi proses ini membantu pemodel memahami dengan lebih baik bagaimana kas bergerak dalam perusahaan.
Lebih dari sekadar teknik akuntansi, financial model juga berfungsi sebagai alat untuk memahami dinamika bisnis secara utuh. Model yang baik menggambarkan siklus kas yang sehat – aset produktif menghasilkan pendapatan, pendapatan menciptakan laba, laba menambah ekuitas dan kas, kas digunakan untuk ekspansi aset, dan siklus ini berulang. Ini disebut siklus yang virtuous, di mana satu keuntungan menghasilkan potensi keuntungan berikutnya.
Namun, bila terjadi sebaliknya, perusahaan bisa memasuki siklus vicious. Ketika kas yang dihasilkan tidak cukup untuk mendanai kebutuhan operasional atau investasi, perusahaan mulai menarik utang lebih banyak. Beban bunga meningkat, laba menurun, kas semakin tergerus, dan akhirnya, solvabilitas terganggu. Dalam jangka panjang, jika tidak diintervensi, kondisi ini bisa mengarah pada kebangkrutan.
Melalui financial model, manajemen bisa menguji berbagai skenario dan menyesuaikan strategi. Misalnya, bagaimana dampak dari menurunkan hari piutang rata-rata? Apa efek menambah investasi pada lini produksi baru terhadap margin laba bersih? Seberapa besar pengaruh kenaikan suku bunga terhadap struktur pendanaan perusahaan? Semua pertanyaan ini bisa dijawab dengan membangun simulasi dalam model.
Model juga memungkinkan pengguna untuk menetapkan target keuangan dan kemudian mengidentifikasi apa yang harus diubah untuk mencapainya. Jika targetnya adalah menjaga kas minimum $10 juta, maka model bisa menunjukkan kombinasi penjualan, biaya, investasi, dan pendanaan yang mendukung tujuan itu. Sebaliknya, model juga bisa menunjukkan kapan target tidak realistis dan memerlukan penyesuaian strategi.
Dalam konteks ini, manajemen memiliki beberapa tuas yang bisa digunakan. Tuas pertama adalah meningkatkan penjualan, baik melalui volume maupun harga. Tapi peningkatan penjualan harus disertai dengan kontrol biaya agar margin tetap sehat. Tuas kedua adalah efisiensi pajak, yang bisa dicapai dengan memahami insentif dan pengaturan legal yang sah. Tuas ketiga adalah pengelolaan modal kerja, termasuk mempercepat penerimaan dari pelanggan dan menunda pembayaran kepada pemasok secara wajar. Tuas keempat adalah pengendalian investasi, baik dalam aset tetap maupun aset tidak berwujud. Dan yang terakhir adalah pengelolaan struktur pendanaan antara utang dan ekuitas.
Semua tuas ini harus disimulasikan dalam financial model. Misalnya, jika perusahaan ingin mengurangi ketergantungan pada utang, maka model bisa dihitung ulang dengan asumsi pengurangan revolver. Apakah perusahaan masih mampu memenuhi kebutuhan kas tanpa tambahan utang? Jika tidak, bagian mana dari strategi yang harus diubah? Itulah kekuatan dari model: menghubungkan strategi dengan realitas keuangan secara terstruktur.
Penting untuk diingat bahwa financial model bukan sekadar alat hitung atau spreadsheet. Ia adalah kerangka berpikir. Ia menggabungkan logika akuntansi, asumsi bisnis, dan strategi manajerial menjadi satu sistem terpadu. Dengan model yang dibangun dengan baik, manajemen tidak hanya bisa memantau kondisi keuangan perusahaan, tetapi juga bisa melihat masa depan dengan cara yang lebih jernih dan berbasis data. Itulah mengapa penguasaan akuntansi dasar sangat penting dalam membangun financial model yang solid dan kredibel.