(Business Lounge – Technology) Morgan Stanley, salah satu institusi keuangan terbesar di dunia, tengah mengubah cara perusahaan besar menghadapi tantangan teknologi warisan dengan membangun alat kecerdasan buatan (AI) internal yang disebut DevGen.AI. Alat ini dirancang untuk mengatasi salah satu masalah teknis paling rumit dalam dunia pemrograman modern: mentransformasikan jutaan baris kode lama—yang ditulis puluhan tahun lalu dalam bahasa usang seperti Cobol dan Perl—ke dalam arsitektur digital masa kini.
Menurut laporan The Wall Street Journal, alat ini mulai digunakan sejak Januari 2025 dan telah meninjau lebih dari sembilan juta baris kode warisan, sekaligus menghemat hingga 280.000 jam kerja pengembang. DevGen.AI berfungsi dengan cara yang tidak lazim: alih-alih langsung mengubah kode usang ke dalam bahasa modern seperti Python, alat ini menerjemahkannya terlebih dahulu ke dalam spesifikasi bahasa Inggris. Dari spesifikasi ini, pengembang kemudian dapat membangun ulang kode tersebut dalam sistem baru.
Pendekatan ini dianggap lebih realistis dan akurat dibanding upaya menerjemahkan langsung dari satu bahasa ke bahasa lain secara otomatis, sebuah proses yang selama ini terbukti penuh tantangan. Dalam laporan yang sama, WSJ menekankan bahwa meskipun banyak alat komersial tersedia di pasar, Morgan Stanley merasa bahwa mereka masih belum dapat memenuhi standar kualitas dan akurasi yang dibutuhkan untuk menangani kode internal mereka yang kompleks dan telah dikustomisasi selama beberapa dekade.
Sebagian besar kode lama Morgan Stanley dibangun dalam bahasa pemrograman yang tidak lagi umum digunakan secara luas. Banyak di antaranya yang mengandung aturan bisnis kompleks yang sangat spesifik terhadap operasional bank. Dalam kondisi seperti ini, kesalahan dalam penerjemahan atau interpretasi bisa berdampak besar, mulai dari kesalahan kalkulasi risiko hingga kegagalan dalam kepatuhan regulasi.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, tim teknologi Morgan Stanley melatih DevGen.AI dengan kumpulan kode dan dokumentasi internal mereka, termasuk varian bahasa pemrograman kustom yang hanya digunakan di dalam perusahaan. Dengan fondasi seperti itu, AI ini tidak hanya bisa membaca dan memahami konteks teknis, tetapi juga memahami konteks bisnis di balik setiap baris instruksi.
Masih dari The Wall Street Journal, alat ini sudah digunakan oleh lebih dari 15.000 pengembang di seluruh divisi perusahaan, tidak hanya untuk meninjau dan memperbarui kode, tapi juga untuk merespons permintaan audit, keperluan dokumentasi regulasi, dan proses peningkatan sistem internal lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa AI ini bukan hanya alat penerjemah kode, tetapi juga alat produktivitas yang menyatu dengan proses kerja sehari-hari perusahaan.
Modernisasi teknologi adalah tantangan besar bagi bank-bank besar seperti Morgan Stanley. Banyak dari sistem inti mereka dibangun pada tahun 1970-an hingga 1990-an. Kini, dengan kemunculan AI, komputasi awan, dan sistem real-time, infrastruktur teknologi yang lambat dan tidak fleksibel menjadi beban yang mahal. Menurut laporan Bloomberg, perusahaan-perusahaan jasa keuangan mengalokasikan hingga 70% dari anggaran teknologi mereka hanya untuk mempertahankan sistem lama tetap berjalan.
Itulah sebabnya banyak lembaga keuangan berusaha menyusul tren teknologi baru melalui investasi besar dalam transformasi digital. Namun, seperti ditulis oleh Bloomberg Technology, salah satu kendala utama adalah kurangnya alat yang dapat benar-benar memahami dan mengkonversi kode lama secara akurat ke dalam sistem modern. DevGen.AI dianggap sebagai terobosan dalam konteks ini karena mampu menerjemahkan kode tidak hanya dari sisi sintaks, tapi juga semantik dan logika bisnisnya.
Menurut Business Insider, alat buatan Morgan Stanley ini juga menjadi inspirasi bagi perusahaan-perusahaan lain di sektor keuangan, seperti Bank of America dan JPMorgan, yang kini sedang mengembangkan solusi serupa. Alih-alih bergantung pada vendor pihak ketiga, mereka memilih membangun solusi sendiri, dengan keyakinan bahwa model AI buatan sendiri bisa dilatih secara lebih presisi terhadap karakteristik kode internal yang mereka miliki.
Dalam wawancara dengan WSJ, eksekutif teknologi Morgan Stanley menekankan bahwa AI hanyalah satu bagian dari strategi yang lebih besar. Mereka juga sedang mengupayakan standarisasi dan modernisasi arsitektur teknologi mereka secara keseluruhan. DevGen.AI menjadi fondasi dalam mendorong pengembang untuk lebih cepat berinovasi tanpa terbebani warisan masa lalu.
Keberhasilan DevGen.AI juga memperlihatkan pentingnya integrasi antara AI dan domain knowledge. Tanpa pemahaman mendalam tentang konteks bisnis dan operasional Morgan Stanley, tidak mungkin AI ini bisa memberikan hasil yang relevan. Inilah yang membedakannya dari banyak alat generatif berbasis kode lainnya yang ada di pasar. Seperti disoroti The Information, banyak solusi generatif AI yang bagus di demo, namun tidak mampu beradaptasi dengan kompleksitas sistem di sektor keuangan yang sangat teregulasi.
Selain manfaat teknis, ada pula dampak strategis dan ekonomi dari pendekatan ini. Dalam pengumuman internal yang dikutip oleh Financial Times, Morgan Stanley menyatakan bahwa mereka berharap dapat mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja spesialis kode warisan, yang biasanya langka dan mahal. Mereka juga menargetkan DevGen.AI untuk mempercepat proses audit internal dan pelaporan kepada regulator, dua fungsi yang kerap tersendat karena keterbatasan sistem lama.
Sementara itu, respons pasar terhadap upaya modernisasi ini cukup positif. Saham Morgan Stanley (MS) tercatat naik tipis sebesar 0,22% dan ditutup pada $128,68, sebagaimana dilaporkan oleh WSJ Market Data Center. Meskipun pergerakan ini tidak signifikan, analis menilai bahwa langkah-langkah seperti ini memperkuat persepsi investor terhadap kesiapan bank menghadapi era digital.
Dalam jangka panjang, DevGen.AI bisa menjadi model referensi bagi industri keuangan global, khususnya dalam mengelola transformasi teknologi yang berisiko tinggi. Jika terbukti sukses, pendekatan ini bisa mempercepat adopsi AI di sektor-sektor lain yang juga terjebak dalam sistem warisan, termasuk asuransi, pemerintahan, dan layanan kesehatan.
Meski demikian, ada pula tantangan ke depan. Sebagaimana dicatat dalam MIT Technology Review, setiap AI yang dibangun untuk konteks internal sangat tergantung pada keberlanjutan pelatihan data yang berkualitas dan pengawasan manusia yang kontekstual. Tanpa dua hal ini, AI berisiko melakukan kesalahan interpretasi yang justru bisa menimbulkan masalah baru.
Morgan Stanley tampaknya menyadari risiko ini. Dalam pernyataan yang dikutip oleh WSJ, mereka menegaskan bahwa DevGen.AI bukanlah pengganti pengembang manusia, melainkan asisten yang mempercepat kerja. Pengembang tetap menjadi penentu akhir dalam validasi logika bisnis dan implementasi sistem.
Dalam dunia keuangan yang sangat kompetitif, langkah-langkah seperti ini bukan hanya soal efisiensi, tapi juga survival. Ketika pesaing terus bergerak menuju sistem otomatis dan berbasis data, ketertinggalan dalam modernisasi bisa berarti kehilangan daya saing di pasar global. Oleh karena itu, inovasi seperti DevGen.AI tidak bisa dipandang sebagai eksperimen belaka—ia adalah bagian dari peta jalan masa depan.
Dengan demikian, apa yang dilakukan Morgan Stanley bukan hanya soal teknologi. Ini adalah soal strategi, adaptasi, dan keberanian untuk merevisi sistem yang telah menopang perusahaan selama puluhan tahun. Di tengah gelombang adopsi AI generatif, kisah DevGen.AI menjadi bukti nyata bahwa revolusi digital bukan hanya terjadi di dunia startup atau raksasa teknologi, tetapi juga di jantung dunia keuangan yang konservatif. Dan dari situ, sebuah pelajaran penting lahir: untuk bergerak cepat ke masa depan, kadang kita harus mulai dari masa lalu—baris demi baris kode.