(Business Lounge – Technology) Intel Corporation, salah satu nama terbesar dalam industri semikonduktor global, baru saja mengumumkan serangkaian langkah keras untuk merespons tantangan ekonomi makro yang semakin berat. Dalam laporan terbarunya, Intel menyatakan akan melakukan pemutusan hubungan kerja dalam skala besar serta memangkas proyeksi pendapatannya untuk tahun ini. Kabar ini langsung mengguncang pasar, memicu kejatuhan harga saham Intel dan memperdalam kekhawatiran tentang masa depan industri chip global.
Seperti dilaporkan oleh The Wall Street Journal, CEO Intel Pat Gelsinger menegaskan bahwa langkah ini tidak diambil dengan ringan. Ia menyatakan bahwa dunia tengah menghadapi kondisi ekonomi makro yang sulit dan penuh ketidakpastian, sehingga diperlukan transformasi internal untuk memastikan kelangsungan dan daya saing perusahaan. Menurut Gelsinger, Intel harus menjadi organisasi yang lebih ramping, lebih gesit, dan lebih fokus agar mampu bertahan dan berkembang dalam lingkungan bisnis yang berubah dengan cepat.
Intel memperkirakan pendapatannya untuk tahun ini akan turun lebih dalam dari yang diperkirakan sebelumnya. Jika sebelumnya Intel memperkirakan penurunan sekitar lima persen, kini perusahaan memproyeksikan penurunan antara delapan hingga sepuluh persen. Dalam laporan yang dikutip oleh Bloomberg, faktor utama yang mendorong revisi ini meliputi melemahnya permintaan terhadap produk komputer pribadi dan server, ketegangan geopolitik yang mengganggu rantai pasok global, serta dampak dari tarif baru terhadap produk teknologi. Melemahnya belanja konsumen, khususnya di sektor teknologi, menjadi tantangan berat bagi Intel dan banyak perusahaan semikonduktor lainnya.
Selain faktor eksternal, Intel juga harus menghadapi tantangan internal. Perusahaan ini mengalami keterlambatan dalam peluncuran teknologi proses 7 nanometer, sehingga tertinggal dari pesaing seperti Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) dan Advanced Micro Devices (AMD). Seperti dicatat oleh Reuters, kegagalan mempertahankan keunggulan teknologi ini memperburuk tekanan terhadap kinerja keuangan Intel, sekaligus mengikis kepercayaan pasar terhadap kemampuan perusahaan untuk memimpin inovasi di industri semikonduktor.
Untuk menanggapi tekanan ini, Intel mengumumkan bahwa mereka akan memangkas sekitar sepuluh hingga dua puluh persen tenaga kerjanya secara global. Berdasarkan data terakhir, ini berarti antara 12.000 hingga 22.000 karyawan akan terdampak. Seperti dilaporkan oleh CNBC, PHK ini akan menyasar terutama posisi-posisi administratif dan divisi non-inti, meskipun beberapa unit produksi dan litbang juga akan terkena dampaknya. Pat Gelsinger menyampaikan bahwa keputusan ini sangat sulit, namun diperlukan agar Intel bisa lebih cepat beradaptasi terhadap perubahan pasar dan teknologi.
Pasar saham langsung bereaksi negatif terhadap pengumuman ini. Saham Intel anjlok lebih dari delapan persen dalam perdagangan setelah jam kerja di Nasdaq, mencerminkan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap prospek jangka pendek perusahaan. Seperti dilaporkan oleh Financial Times, kapitalisasi pasar Intel kini telah menurun lebih dari tiga puluh lima persen dibandingkan dua tahun lalu, menunjukkan seberapa besar tekanan yang dialami perusahaan ini. Beberapa analis menyatakan bahwa meskipun langkah pemangkasan biaya ini diperlukan, Intel membutuhkan lebih dari sekadar penghematan untuk membalikkan keadaan. Morgan Stanley dalam catatan analisnya menyebutkan bahwa Intel harus menunjukkan inovasi teknologi nyata untuk mengembalikan dominasi pasarnya yang kian tergerus.
Dalam upaya mengubah arah strategisnya, Intel menyatakan akan fokus memperluas bisnis kecerdasan buatan (AI) dan layanan foundry. Dalam wawancara dengan Bloomberg Technology, CFO Intel David Zinsner mengungkapkan bahwa masa depan perusahaan akan bergantung pada kemampuan mengembangkan akselerator AI dan memperluas layanan produksi chip bagi pihak ketiga melalui Intel Foundry Services. Proyek seperti Gaudi AI accelerator menjadi prioritas utama, dalam upaya bersaing dengan Nvidia yang kini mendominasi pasar AI hardware. Namun seperti dicatat oleh The Verge, tantangan di sektor foundry sangat berat. Intel tidak hanya harus mengejar ketertinggalan dari TSMC, tetapi juga harus meyakinkan klien baru bahwa mereka mampu memenuhi standar kualitas dan volume produksi yang dibutuhkan.
Tarif baru yang diberlakukan oleh pemerintah AS terhadap produk teknologi menambah kompleksitas tantangan yang dihadapi Intel. The New York Times melaporkan bahwa lonjakan tarif ini bisa menaikkan biaya produksi dan mengganggu ketersediaan komponen penting, memperburuk tekanan margin perusahaan. Selain itu, ketegangan geopolitik antara AS dan China memaksa Intel untuk meninjau kembali strategi produksinya, mengingat China adalah pasar penting bagi produk-produk Intel dan juga bagian besar dari rantai pasok global perusahaan.
Melihat sejarah Intel, ini bukan pertama kalinya perusahaan menghadapi masa-masa sulit. Pada awal tahun 2000-an, Intel juga terpukul oleh ledakan gelembung dot-com, namun kemudian berhasil bangkit dengan inovasi produk dan restrukturisasi bisnis. Seperti dicatat oleh Forbes, Intel juga pernah kehilangan peluang besar di pasar chip mobile, tetapi tetap bertahan berkat kekuatan di sektor lain seperti data center dan PC. Kali ini, tantangan yang dihadapi jauh lebih besar dan lebih kompleks. Tidak hanya perubahan teknologi yang lebih cepat, tetapi juga persaingan global yang semakin intens dan ketergantungan yang lebih besar pada faktor-faktor geopolitik.
Beberapa analis tetap melihat potensi jangka panjang pada Intel. Goldman Sachs dalam laporan terbarunya menyatakan bahwa meskipun dalam jangka pendek Intel menghadapi tekanan berat, aset strategis perusahaan, seperti pabrik-pabrik chip di Amerika Utara dan Eropa, akan menjadi sangat berharga di masa depan, terutama di tengah upaya negara-negara Barat untuk mengurangi ketergantungan pada produksi chip di Asia. Namun para analis juga menekankan bahwa Intel memiliki jendela waktu yang sempit untuk membuktikan kemajuan dalam inisiatif barunya, khususnya di bidang AI dan foundry. Jika dalam dua belas hingga delapan belas bulan ke depan tidak ada perbaikan signifikan, Intel berisiko kehilangan kepercayaan investor secara permanen.
Di tingkat industri, pengumuman PHK dan revisi outlook Intel menjadi sinyal bahwa seluruh sektor semikonduktor sedang menghadapi tekanan besar. Semiconductor Industry Association memperingatkan bahwa perusahaan chip lain mungkin akan mengambil langkah-langkah serupa jika permintaan global tidak segera pulih. Pemerintah AS pun terus memantau situasi ini dengan cermat. Melalui program CHIPS Act, administrasi Biden telah mengalokasikan dana besar untuk mendukung industri semikonduktor domestik. Intel diharapkan menjadi salah satu penerima manfaat utama dari insentif ini, meskipun bantuan pemerintah tidak akan cukup jika Intel gagal memperbaiki kinerja teknologinya secara fundamental.
Secara keseluruhan, langkah pemangkasan biaya dan pergeseran strategi yang diambil Intel mencerminkan perubahan besar dalam lanskap industri semikonduktor global. Persaingan yang lebih ketat, ketidakpastian ekonomi, dan ketegangan geopolitik mengharuskan perusahaan teknologi untuk beradaptasi dengan cara-cara baru. Intel, yang dulunya menjadi simbol supremasi teknologi Amerika, kini harus berjuang keras untuk mempertahankan relevansinya di era baru ini. Sebagaimana dicatat oleh WSJ, masa depan Intel sangat bergantung pada kemampuannya untuk kembali menjadi pionir inovasi, bukan hanya dalam produksi chip, tetapi juga dalam mengidentifikasi dan membangun pasar masa depan.
Waktu akan menjadi faktor penentu. Restrukturisasi internal dan pemangkasan tenaga kerja dapat memberikan ruang gerak keuangan, tetapi tanpa lompatan inovasi teknologi, semua pengorbanan ini bisa menjadi sia-sia. Dunia teknologi bergerak cepat, dan Intel tidak lagi memiliki keistimewaan untuk bergerak lambat. Jika berhasil, Intel bisa menulis bab baru dalam sejarah kebangkitannya. Jika gagal, perusahaan ini berisiko menjadi contoh lain dari bagaimana raksasa teknologi bisa runtuh karena gagal beradaptasi.