Seragam Baru Starbucks: Upaya Penguatan Citra di Tengah Tantangan Bisnis

(Business Lounge Journal – News and Insight)

Perusahaan raksasa kopi global, Starbucks, mengumumkan perubahan kebijakan berpakaian bagi para baristanya. Kebijakan ini mulai diberlakukan pada 12 Mei 2025 di seluruh gerai Starbucks di kawasan Amerika Utara. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk memperkuat citra visual merek melalui penekanan pada salah satu elemen yang paling ikonik dan mudah dikenali: celemek hijau Starbucks.

Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada hari Selasa, perusahaan menyatakan bahwa seluruh barista akan diwajibkan mengenakan atasan polos berwarna hitam di balik celemek mereka. Selain itu, pilihan bawahan akan dibatasi pada tiga warna: khaki, hitam, dan denim biru. Perubahan ini, menurut perusahaan, bertujuan untuk “menyederhanakan pilihan warna agar celemek hijau ikonik kami lebih menonjol dan menciptakan rasa familiar bagi pelanggan.”

Sebelumnya, Starbucks memberi keleluasaan lebih besar bagi para baristanya dalam memilih pakaian kerja. Mereka diperbolehkan mengenakan atasan berwarna apa pun, serta bawahan, topi, sepatu, dan pakaian luar dengan warna-warna netral seperti hitam, abu-abu, navy, cokelat, khaki, dan putih. Namun, kebebasan tersebut kini dipersempit dalam upaya menciptakan tampilan yang lebih seragam dan selaras secara visual di seluruh gerai.

Selain menetapkan kode berpakaian baru, Starbucks juga akan menyediakan dua kaos berlogo resmi perusahaan secara gratis untuk setiap barista sebagai bagian dari implementasi kebijakan ini. Dengan langkah ini, Starbucks berharap menciptakan pengalaman kedai kopi yang lebih konsisten dari sisi visual, sekaligus memberikan panduan yang lebih jelas dan sederhana bagi para mitranya—sebutan Starbucks untuk karyawan mereka.

“Dengan memperbarui aturan berpakaian ini, kami ingin menghadirkan pengalaman kedai kopi yang lebih konsisten dan terpadu, yang akan memudahkan mitra kami untuk fokus pada hal yang paling penting: menyajikan minuman berkualitas tinggi dan membangun hubungan hangat dengan pelanggan,” demikian pernyataan resmi dari perusahaan.

Langkah ini menjadi bagian dari visi strategis yang diusung oleh CEO Starbucks, Brian Niccol, yang menyebutkan dalam surat perdananya kepada karyawan bahwa ia ingin membawa perusahaan “kembali ke jati diri Starbucks.” Sejak menjabat pada September 2024, Niccol telah menggulirkan sejumlah inisiatif yang bertujuan menghidupkan kembali nuansa khas kedai Starbucks. Di antaranya adalah mengembalikan tradisi menuliskan nama pelanggan pada gelas kopi, menghadirkan kursi yang lebih nyaman untuk mendorong pelanggan tinggal lebih lama di gerai, serta menyederhanakan menu dengan mengurangi jumlah permintaan modifikasi minuman.

Namun, perubahan seragam ini terjadi di tengah tantangan performa bisnis yang cukup signifikan. Dalam laporan keuangan kuartal pertama tahun fiskal 2025, Starbucks mencatat penurunan penjualan di gerai sejenis (same-store sales) di Amerika Serikat sebesar 4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan analis dan investor mengenai daya tarik merek di pasar domestik.

Perubahan ini bukan sekadar soal estetika. Starbucks berharap, dengan tampilan yang lebih seragam, pengalaman pelanggan di setiap gerai akan terasa lebih konsisten dan familiar. Selain itu, perusahaan juga ingin memberikan panduan yang lebih jelas dan sederhana bagi para baristanya, agar mereka dapat fokus pada hal yang paling utama: menyajikan kopi berkualitas tinggi dan menjalin hubungan hangat dengan pelanggan.

Namun, perubahan ini terjadi di tengah tantangan bisnis yang cukup signifikan. Laporan keuangan menunjukkan penurunan penjualan di gerai sejenis di Amerika Serikat. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah perubahan seragam ini cukup untuk mengatasi masalah yang lebih mendalam? Selain itu, perubahan ini juga berpotensi menimbulkan gesekan dengan serikat pekerja, yang saat ini sedang dalam proses perundingan kontrak kerja.

Lalu, bagaimana dengan Starbucks di Indonesia? Hingga saat ini, belum ada pengumuman resmi mengenai penerapan aturan seragam baru di Tanah Air. Starbucks Indonesia sendiri memiliki standar seragam yang cukup konsisten, namun dengan fleksibilitas yang lebih tinggi. Nilai inklusivitas dan kenyamanan tetap menjadi bagian dari identitas Starbucks di Indonesia.

Perubahan seragam ini menjadi sebuah narasi menarik tentang dinamika antara citra merek dan realitas operasional. Di satu sisi, Starbucks berupaya memperkuat identitas visualnya. Di sisi lain, perusahaan harus menghadapi tantangan bisnis dan dinamika internal. Waktu akan membuktikan, apakah strategi ini akan membawa dampak positif jangka panjang, atau justru memperlebar jarak antara perusahaan dan para pekerjanya.