Shell

Shell Revisi Proyeksi Produksi Gas Global

(Business Lounge – Global News) Shell Plc, salah satu perusahaan energi terbesar di dunia, mengumumkan penurunan proyeksi produksi gas alam dan gas alam cair (LNG) untuk kuartal pertama 2025. Revisi tersebut disampaikan dalam laporan operasional awal yang dirilis awal April, yang menunjukkan bahwa kondisi cuaca ekstrem dan gangguan operasional telah memaksa perusahaan menyesuaikan ekspektasi produksinya, meskipun kinerja perdagangan gas tetap stabil.

Shell kini memperkirakan produksi gas terintegrasi berada di kisaran 910.000 hingga 950.000 barel setara minyak per hari, lebih rendah dari panduan sebelumnya yang mencapai 930.000 hingga 990.000 barel. Sementara itu, proyeksi produksi LNG juga direvisi turun, dari kisaran sebelumnya 6,6 hingga 7,2 juta metrik ton menjadi hanya 6,4 hingga 6,8 juta metrik ton. Penurunan ini dipicu oleh gangguan yang disebabkan oleh pemeliharaan tak terencana dan badai siklon di wilayah Australia, yang berdampak besar pada operasi fasilitas terapung Prelude LNG milik Shell di lepas pantai Australia Barat.

Menurut laporan Reuters, gangguan produksi di Prelude bukanlah insiden pertama. Fasilitas tersebut telah mengalami beberapa penghentian operasi dalam beberapa tahun terakhir karena kombinasi masalah teknis dan kondisi cuaca ekstrem. Namun, gangguan pada kuartal ini secara khusus signifikan karena terjadi saat Shell berusaha memperkuat kontribusi LNG dalam portofolio energinya, di tengah lonjakan permintaan global yang dipicu oleh krisis energi dan pergeseran dari batu bara ke gas sebagai sumber energi transisi.

Meskipun mengalami kendala dalam produksi, Shell mencatat bahwa unit perdagangan gasnya menunjukkan kinerja yang konsisten dengan kuartal sebelumnya. Unit ini telah menjadi penyumbang pendapatan yang semakin penting, dengan memanfaatkan volatilitas harga gas global, terutama di pasar Eropa dan Asia yang masih mengalami ketidakpastian pasokan pasca-pandemi dan akibat konflik geopolitik. The Times melaporkan bahwa perdagangan gas tetap menjadi pilar profitabilitas Shell, bahkan saat produksi menghadapi tekanan.

Shell juga mempersempit panduan produksi migas keseluruhan untuk kuartal pertama 2025 menjadi antara 1,79 juta dan 1,89 juta barel setara minyak per hari, mencerminkan dampak gangguan operasional tidak hanya pada LNG tetapi juga pada sektor eksplorasi dan produksi lainnya. Perusahaan juga mengumumkan akan mencatat penghapusan nilai (write-off) sebesar 100 juta dolar AS yang berkaitan dengan aktivitas eksplorasi yang tidak berhasil.

Berita mengenai penurunan panduan ini langsung berdampak pada pasar saham. Saham Shell tercatat turun lebih dari 4 persen sesaat setelah pengumuman, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kapasitas produksi jangka pendek dan prospek pertumbuhan perusahaan. Penurunan ini juga terjadi di tengah sensitivitas pasar terhadap berbagai perkembangan makroekonomi global, termasuk pengumuman kebijakan tarif terbaru dari Presiden AS Donald Trump yang turut memicu volatilitas di sektor energi.

Menurut analisis dari Investopedia, penurunan panduan produksi Shell juga mencerminkan dinamika kompleks industri energi global saat ini, di mana perusahaan harus menyeimbangkan antara peningkatan produksi energi bersih, ketahanan terhadap guncangan geopolitik, dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang semakin memperparah cuaca ekstrem. Shell sendiri tengah berada di tengah proses transisi strategis untuk mengurangi emisi karbon sambil tetap mempertahankan profitabilitas dari energi fosil.

Prelude, fasilitas LNG terapung pertama dan terbesar di dunia, sebelumnya dipandang sebagai simbol inovasi Shell dalam menghadirkan solusi produksi gas yang lebih fleksibel. Namun, proyek ini sejak awal kerap menghadapi tantangan operasional dan telah beberapa kali ditutup sementara. Terbaru, siklon tropis yang melanda kawasan tersebut memaksa penghentian kegiatan secara penuh, dan pemulihan operasional diperkirakan baru akan berlangsung secara bertahap sepanjang kuartal kedua.

Secara global, pasar LNG tetap menjadi salah satu area pertumbuhan penting bagi perusahaan energi besar. Permintaan LNG meningkat tajam sejak Eropa menghentikan ketergantungannya pada gas Rusia. Negara-negara seperti Jerman, Belanda, dan Italia telah menandatangani kontrak jangka panjang dengan pemasok LNG dari Timur Tengah, Afrika Barat, dan Australia. Shell, sebagai salah satu produsen LNG utama, berada dalam posisi strategis untuk memanfaatkan peluang ini — asalkan dapat mempertahankan stabilitas produksi.

Di sisi lain, Shell tetap optimistis terhadap kinerja keuangan kuartalannya secara keseluruhan. Perusahaan dijadwalkan merilis laporan keuangan penuh kuartal pertama pada 2 Mei 2025. Beberapa analis memperkirakan bahwa laba bersih Shell akan tetap solid, terutama berkat kontribusi dari unit perdagangan energi dan pendapatan yang masih kuat dari sektor hilir (downstream) seperti penjualan bahan bakar dan petrokimia.

Shell juga melanjutkan program pengembalian nilai kepada pemegang saham melalui pembelian kembali saham dan pembagian dividen, menunjukkan keyakinan manajemen terhadap kekuatan arus kas jangka menengah. Dalam laporannya, Shell menyatakan bahwa struktur neraca perusahaan tetap kuat, dengan posisi kas yang mendukung kelanjutan investasi dalam proyek-proyek energi rendah karbon dan pemeliharaan aset energi tradisional.

Dalam beberapa tahun terakhir, Shell telah banyak berinvestasi dalam proyek dekarbonisasi, termasuk penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS), energi hidrogen, dan elektrifikasi transportasi. Namun, perusahaan tetap realistis bahwa transisi energi akan berjalan dalam tahapan, dan gas alam akan memainkan peran penting dalam jangka menengah sebagai bahan bakar transisi yang lebih bersih dibanding batu bara dan minyak.

Sementara itu, pengamat pasar mencatat bahwa volatilitas iklim kini menjadi salah satu risiko utama dalam operasi energi global. Siklon yang lebih sering dan intens, kekeringan yang mempengaruhi hidrokarbon, serta gangguan rantai pasok akibat bencana alam semuanya mulai diperhitungkan secara lebih serius dalam perencanaan produksi energi. Shell dan perusahaan sejenis semakin dituntut untuk mengembangkan strategi manajemen risiko iklim yang lebih matang.

Di tingkat makro, Shell juga harus menavigasi berbagai kebijakan energi yang berubah-ubah, terutama di Eropa dan Amerika Serikat. Tekanan regulasi terkait emisi karbon, insentif untuk energi terbarukan, dan ketidakpastian seputar pajak karbon menjadi tantangan tambahan bagi perusahaan multinasional di sektor ini. Dalam konteks tersebut, kemampuan untuk mempertahankan fleksibilitas produksi, terutama melalui aset-aset seperti LNG terapung dan terminal ekspor yang tersebar secara geografis, menjadi kunci untuk mempertahankan daya saing.

Revisi panduan produksi ini juga menjadi pengingat bahwa dalam industri energi global, ketergantungan pada infrastruktur yang sangat kompleks dan terkadang rentan terhadap faktor eksternal menjadi tantangan yang tidak bisa dihindari. Shell akan menghadapi tekanan untuk tidak hanya memulihkan kapasitas produksi, tetapi juga membuktikan bahwa strategi pertumbuhan LNG-nya tetap dapat diandalkan.

Meskipun pasar merespons negatif pengumuman tersebut, sejumlah analis menyebut bahwa dampaknya bersifat jangka pendek. Selama Shell mampu mengembalikan operasi Prelude dan aset-aset lainnya sesuai jadwal, serta mempertahankan kinerja dari segmen trading dan downstream, maka target tahunan perusahaan masih dapat dicapai. Selain itu, diversifikasi geografis aset Shell dan pengalamannya dalam manajemen risiko dianggap sebagai modal penting dalam menghadapi ketidakpastian ini.

Dengan masih tingginya permintaan LNG global, terutama dari Asia dan Eropa, Shell tetap dalam posisi strategis untuk mengonversi pasokan menjadi pendapatan dalam skala besar. Namun, perusahaan harus menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi terhadap tantangan operasional, memperkuat infrastruktur, dan menjaga komitmennya terhadap keberlanjutan. Seiring dengan rilis laporan keuangan kuartal pada awal Mei, pasar akan menantikan apakah Shell mampu menavigasi gangguan ini tanpa kehilangan momentum pertumbuhannya.