Samsung Electronics

Samsung Redup di Tengah Lesunya Industri Chip

(Business Lounge – Global News) Samsung Electronics, raksasa teknologi asal Korea Selatan, memperkirakan penurunan laba operasional pada kuartal pertama 2025, mencerminkan lemahnya pemulihan di segmen semikonduktor yang menjadi bisnis andalannya. Dalam panduan awal yang disampaikan ke publik, perusahaan ini memperkirakan laba operasional sebesar 6,6 triliun won atau sekitar 4,9 miliar dolar AS, turun signifikan dibandingkan kuartal keempat tahun lalu meskipun meningkat secara tahunan. Prediksi tersebut diungkapkan dalam laporan awal yang dirilis pada Jumat, 5 April 2025.

Seperti diberitakan oleh Bloomberg, angka tersebut sedikit meleset dari ekspektasi analis yang memprediksi rata-rata 6,8 triliun won. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada tanda-tanda pemulihan di beberapa sektor seperti perangkat konsumen dan tampilan visual, bisnis semikonduktor—yang menyumbang bagian terbesar dari profitabilitas Samsung—masih berjuang menghadapi tekanan dari kelebihan pasokan dan rendahnya permintaan global.

Menurut laporan dari Reuters, penurunan laba kuartalan ini bukanlah kejutan besar bagi investor. Sebaliknya, ini mencerminkan realitas industri chip global yang masih bergulat dengan kelebihan kapasitas produksi serta permintaan yang belum sepenuhnya pulih dari penurunan tajam tahun lalu. Samsung sendiri mengakui bahwa pasar chip memori, khususnya NAND dan DRAM, belum mengalami rebound yang kuat seperti yang diharapkan.

Industri Chip Masih dalam Kabut

Industri semikonduktor global mengalami siklus penurunan yang panjang sejak akhir 2022, yang diperparah oleh penurunan belanja konsumen, tingginya suku bunga, serta pembatasan ekspor teknologi ke China oleh Amerika Serikat. Dalam hal ini, Samsung, yang merupakan produsen chip memori terbesar di dunia, sangat terdampak.

Dalam wawancara dengan Wall Street Journal, analis dari Korea Investment & Securities mengatakan bahwa bisnis semikonduktor Samsung kemungkinan besar hanya mencatat keuntungan tipis, jika tidak mengalami kerugian kecil. Meskipun harga chip memori mulai membaik secara bertahap, pemulihan tersebut belum cukup kuat untuk mengangkat margin secara substansial. Selain itu, Samsung masih memiliki persediaan chip dalam jumlah besar yang harus dikeluarkan dengan harga diskon.

Sementara itu, kompetitor utama seperti SK Hynix mulai mendapat angin segar dari permintaan chip untuk kecerdasan buatan (AI), terutama berkat hubungan eratnya dengan Nvidia. SK Hynix adalah pemasok utama untuk chip memori high-bandwidth (HBM), yang menjadi tulang punggung chip AI modern. Samsung berupaya mengejar ketertinggalan di segmen ini, tetapi masih berada beberapa langkah di belakang.

CNBC mencatat bahwa Samsung baru-baru ini mengumumkan rencana perluasan produksi chip HBM, termasuk investasi baru di fasilitas-fasilitas di Pyeongtaek, Korea Selatan. Namun, inisiatif ini diperkirakan belum akan memberikan dampak signifikan terhadap pendapatan hingga paruh kedua tahun ini atau bahkan awal 2026.

Di luar semikonduktor, bisnis ponsel pintar Samsung menunjukkan stabilitas yang lebih baik. Perusahaan ini meluncurkan seri Galaxy S24 pada Januari 2025, dan respons pasar tergolong positif. Analis dari Morgan Stanley memperkirakan bahwa unit Mobile Experience Samsung akan menyumbang lebih dari separuh laba operasional perusahaan selama kuartal pertama, sebuah perubahan besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya ketika chip memori mendominasi.

Galaxy S24 yang dilengkapi dengan fitur AI berbasis on-device seperti terjemahan langsung dan pengeditan gambar canggih, berhasil menarik perhatian konsumen di pasar global, terutama di Amerika Utara dan Eropa. Namun, margin keuntungan di sektor ponsel tidak sebesar sektor semikonduktor karena kompetisi yang ketat dengan Apple, Xiaomi, dan pemain lain dari China.

Adapun bisnis layar atau display panel juga menunjukkan peningkatan. Seperti dilaporkan oleh Nikkei Asia, permintaan untuk panel OLED dari pembuat ponsel pintar Tiongkok mengalami peningkatan, mendorong kinerja divisi Visual Display Samsung. Lini produk TV premium seperti Neo QLED dan OLED juga membantu menopang pendapatan dari unit ini.

Strategi Samsung Menghadapi Ketidakpastian

Melihat tantangan jangka pendek, Samsung tidak tinggal diam. Perusahaan mengintensifkan investasi jangka panjang dalam pengembangan chip AI dan teknologi memori generasi berikutnya. Dalam pernyataan terbaru, Samsung menyatakan komitmennya untuk memimpin pasar chip HBM dan DRAM berperforma tinggi, yang dibutuhkan dalam sistem komputasi generatif AI seperti ChatGPT dan Google Gemini.

Seperti dilaporkan oleh Bloomberg, Samsung juga mempercepat adopsi node manufaktur 3 nanometer pada lini produksi chip logikanya. Meskipun tertinggal dari Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. (TSMC) dalam hal teknologi proses, Samsung berharap kemajuan di bidang fabrikasi 3nm akan menarik lebih banyak klien dari sektor AI dan data center.

Langkah diversifikasi juga terus dilakukan. Samsung semakin fokus pada solusi sistem semikonduktor seperti chip image sensor dan controller, yang memiliki margin lebih tinggi dan volatilitas yang lebih rendah dibandingkan chip memori. Perusahaan juga memperluas kemitraan strategis dengan perusahaan-perusahaan teknologi besar, termasuk Microsoft dan Alphabet, dalam pengembangan teknologi komputasi awan dan perangkat keras AI.

Outlook dan Harapan Pasar

Para analis memperkirakan bahwa paruh kedua tahun 2025 akan menjadi masa kunci bagi pemulihan Samsung. Banyak dari mereka percaya bahwa permintaan untuk chip memori akan meningkat tajam seiring dengan belanja modal besar-besaran dari perusahaan teknologi global yang membangun infrastruktur AI. Dalam pandangan JP Morgan, harga DRAM diperkirakan naik sekitar 20 persen pada semester kedua, yang akan sangat menguntungkan Samsung jika dapat mengoptimalkan kapasitas produksinya.

Namun, risiko tetap ada. Ketegangan geopolitik antara AS dan China masih menjadi faktor yang membayangi prospek ekspor teknologi, termasuk potensi sanksi atau pembatasan lebih lanjut yang dapat berdampak pada rantai pasok Samsung. Selain itu, kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global yang berkepanjangan juga dapat menekan permintaan konsumen untuk produk elektronik.

Dalam jangka menengah, Samsung berupaya memposisikan diri sebagai pemimpin dalam era komputasi generatif dan perangkat AI. Visi strategis ini diwujudkan melalui investasi lebih dari 300 triliun won selama dekade ini, yang difokuskan pada pengembangan semikonduktor, kecerdasan buatan, dan teknologi mobil otonom.

Reaksi Pasar dan Prospek Saham

Setelah laporan panduan awal dirilis, saham Samsung di bursa Seoul sempat naik tipis 1,3 persen pada Jumat pagi. Ini menunjukkan bahwa investor relatif lega bahwa penurunan laba operasional tidak seburuk yang dikhawatirkan. Namun, banyak analis memperingatkan bahwa volatilitas masih tinggi, mengingat kinerja Samsung sangat bergantung pada siklus industri chip yang fluktuatif.

Menurut Goldman Sachs, valuasi saham Samsung saat ini mencerminkan ekspektasi pemulihan yang hati-hati. Mereka menilai bahwa jika Samsung berhasil mengeksekusi strategi HBM dan memperkuat posisinya di AI, harga saham berpotensi naik sekitar 15–20 persen pada akhir tahun. Namun, hasil yang mengecewakan dalam dua kuartal ke depan bisa dengan cepat mengubah sentimen pasar.

Samsung Electronics sedang berada di titik kritis. Di satu sisi, perusahaan ini memiliki fondasi teknologi dan keuangan yang sangat kuat untuk memimpin di era baru AI dan teknologi chip canggih. Di sisi lain, tantangan siklikal dalam industri semikonduktor dan ketatnya persaingan global membatasi ruang geraknya dalam jangka pendek.

Panduan awal laba operasional kuartal pertama 2025 yang lebih lemah dari ekspektasi menunjukkan bahwa pemulihan belum benar-benar tiba, khususnya di lini bisnis yang paling vital—semikonduktor. Namun, dengan strategi diversifikasi, investasi jangka panjang, dan fokus pada teknologi AI, Samsung berpotensi memanfaatkan momentum pertumbuhan di masa depan jika berhasil menavigasi masa transisi ini dengan cermat.

Bagi para investor dan pengamat industri, laporan keuangan lengkap yang akan dirilis akhir bulan ini akan menjadi titik kunci untuk mengevaluasi sejauh mana arah pemulihan Samsung telah berjalan, dan apakah perusahaan ini mampu mempertahankan statusnya sebagai pemain dominan dalam lanskap teknologi global yang berubah cepat.