(Business Lounge – Automotive) Mercedes-Benz menghadapi pukulan keras dari tarif perdagangan terbaru yang diumumkan oleh Presiden AS, Donald Trump. Meskipun perusahaan asal Jerman ini telah berupaya keras untuk beradaptasi dengan pasar Amerika Serikat—termasuk dengan membangun pabrik perakitan di negara tersebut—kendaraan yang diimpor maupun yang diproduksi secara lokal tetap akan terkena dampak dari kebijakan tarif yang baru. Tarif yang meningkat dapat menyebabkan lonjakan harga kendaraan, menurunkan daya beli konsumen, dan menimbulkan ketidakpastian bagi industri otomotif secara keseluruhan.
Menurut laporan dari The Wall Street Journal, kebijakan tarif ini ditujukan untuk mengurangi defisit perdagangan AS dan mendorong produksi dalam negeri. Namun, dalam praktiknya, kebijakan ini justru meningkatkan biaya bagi produsen mobil global, termasuk Mercedes-Benz, yang telah lama berinvestasi di pasar AS. SUV yang dirakit di pabrik Alabama milik Mercedes-Benz, yang sebagian besar diekspor, kini berisiko mengalami kenaikan harga akibat biaya impor yang lebih tinggi pada komponen kendaraan. Biaya produksi yang meningkat ini tidak hanya berdampak pada Mercedes-Benz tetapi juga rantai pasokan yang mencakup pemasok suku cadang lokal dan global.
Financial Times mencatat bahwa langkah ini dapat memperburuk ketegangan perdagangan antara AS dan Uni Eropa, di mana Jerman sebagai salah satu kekuatan ekonomi utama di Eropa berpotensi membalas dengan kebijakan serupa. Dengan adanya perang tarif ini, industri otomotif global menghadapi ketidakpastian yang semakin besar, yang bisa berdampak pada rantai pasokan dan harga kendaraan bagi konsumen. Tidak hanya itu, beberapa pabrikan lain seperti BMW dan Volkswagen juga dapat terkena dampak serupa, yang pada akhirnya bisa mengganggu stabilitas industri secara keseluruhan.
Selain itu, laporan dari Bloomberg menyoroti bahwa dampak tarif ini bukan hanya akan dirasakan oleh pabrikan asing seperti Mercedes-Benz, tetapi juga oleh tenaga kerja di AS yang bekerja di sektor manufaktur otomotif. Pabrik di Alabama, misalnya, telah menjadi pusat produksi yang signifikan bagi ekonomi lokal, dan hambatan perdagangan semacam ini bisa mengancam lapangan pekerjaan serta investasi jangka panjang. Beberapa analis berpendapat bahwa jika tarif tetap diberlakukan dalam jangka panjang, Mercedes-Benz mungkin harus mengurangi kapasitas produksi atau bahkan mempertimbangkan relokasi investasi ke negara lain dengan kebijakan perdagangan yang lebih menguntungkan.
Menurut Reuters, Mercedes-Benz sedang mempertimbangkan berbagai strategi untuk merespons kebijakan ini, termasuk mencari jalur distribusi alternatif dan menyesuaikan strategi produksi mereka di AS. Perusahaan juga mengkaji dampak tarif terhadap harga jual kendaraan mereka di pasar Amerika, yang dapat mempengaruhi daya saing mereka dibandingkan dengan produsen domestik dan pesaing lainnya. Selain itu, Mercedes-Benz dapat mencari insentif dari pemerintah AS untuk mempertahankan operasinya, atau bahkan melobi kebijakan yang lebih mendukung sektor otomotif asing yang telah lama berinvestasi di negara tersebut.
Dalam jangka panjang, kebijakan perdagangan proteksionis seperti ini berpotensi mengubah lanskap industri otomotif global. The Economist memperingatkan bahwa jika perang dagang terus berlanjut, maka produsen otomotif mungkin akan mengalihkan investasi mereka ke negara lain dengan kebijakan perdagangan yang lebih stabil, yang pada akhirnya bisa merugikan ekonomi AS sendiri. Beberapa negara di Asia dan Amerika Latin dapat menjadi tujuan baru bagi investasi otomotif, terutama jika tarif terus meningkat dan membuat produksi di AS menjadi kurang menarik.
Dengan ketidakpastian yang masih membayangi, para pelaku industri dan konsumen sama-sama menunggu perkembangan lebih lanjut mengenai kebijakan tarif ini dan bagaimana Mercedes-Benz serta pabrikan otomotif lainnya akan menyesuaikan strategi mereka dalam menghadapi tantangan yang ada. Jika kebijakan ini tidak dikelola dengan hati-hati, bisa jadi dampak jangka panjangnya lebih besar daripada manfaat proteksi ekonomi yang diharapkan. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun perusahaan perlu mencari jalan tengah yang dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi domestik dan kelangsungan investasi asing yang berkontribusi pada pertumbuhan industri otomotif secara global.