(Business Lounge Journal – Culture)
Jepang identik dengan berbagai kebudayaannya yang cukup unik. Selain kebudayaan bangsa yang sangat dilestarikan oleh penduduk asli Jepang, ternyata Jepang juga memiliki “kebudayaan” lain yang juga terbilang unik. Budaya yang dimaksud adalah Jouhatsu. Jouhatsu sendiri berarti “penguapan”. Istilah jouhatsu digunakan untuk menyebut seseorang yang pergi menghilang bagaikan uap dan pergi tanpa jejak.
Jouhatsu adalah orang yang sengaja dihilangkan, tetapi bukan dihilangkan dengan cara dihilangkan nyawanya, namun disembunyikan keberadaannya selama bertahun-tahun bahkan hingga puluhan tahun dengan memperoleh identitas dan penampilan baru.
Bagi sebagian besar orang yang merasa bosan dengan kehidupan yang biasa-biasa saja, atau kehidupan yang dianggap penuh masalah, mereka terkadang ingin merencanakan untuk pergi ke tempat lain untuk memulai kehidupan yang baru. “Rencana” ini juga bisa muncul ketika mereka melakukan kesalahan fatal yang mengakibatkan rasa malu yang berlebihan dan bagi sebagian orang yang dianggap solusi terbaik adalah untuk menenangkan diri ataupun “menghilang” dari orang-orang sekitar.
Di banyak negara, rencana ini sepertinya sulit untuk dipraktikkan, namun berbeda dengan di Jepang. Hal yang mustahil dilakukan ini, dapat dilakukan di sana.
Sebenarnya budaya menghilang ini tidak hanya terdapat di Jepang, akan tetapi juga di Jerman, Amerika Serikat, dan Britania Raya. Namun budaya ini tampaknya lebih umum di Jepang karena faktor budaya tertentu.
Ada banyak alasan orang Jepang melakukan Jouhatsu, mulai dari alasan yang dianggap “baik” maupun alasan lainnya. Alasan yang “baik” seperti: menikah, diterima dan masuk universitas, atau mendapatkan pekerjaan baru. Sedangkan alasan yang lain adalah melarikan diri (dari lilitan hutang, sekte agama, atasan, atau penguntit), kecanduan, depresi, bosan dengan kehidupan yang sekarang, adanya keinginan untuk terisolasi, rasa malu karena putus kuliah, gagal dalam ujian, kehilangan pekerjaan, bangkrut, rumah tangga yang tidak harmonis (perceraian, KDRT), dll.
Hal-hal tersebut membuat orang Jepang mendapat tekanan sosial yang cukup berat. Tekanan sosial ini terjadi karena Jepang adalah salah satu negara yang sangat kurang menoleransi kegagalan, sehingga mereka menganggap Jouhatsu adalah keputusan paling baik alih-alih bunuh diri.
Biaya Jouhatsu juga lebih sedikit dibanding bunuh diri. Bunuh diri di Jepang menyisakan utang bagi keluarga yang ditinggalkan, seperti biaya pembersihan ataupun biaya gangguan layanan – bagi yang bunuh diri dengan cara melompat dari ketinggian.
Di Jepang sendiri terdapat bisnis yang menyediakan jasa membantu Jouhatsu, yang disebut yonige-ya, berarti toko pelarian di malam hari. Jasa yonige-ya juga bervariasi, tergantung beberapa faktor, seperti: jarak, jumlah peserta, jumlah harta, dan alasan Jouhatsu (apakah karena penagih utang). Akan tetapi, terkadang ada orang yang melakukan Jouhatsu tanpa bantuan yonige-ya, karena terdapat panduan yang sudah diterbitkan untuk membantu seseorang menjadi jouhatsu.
Jouhatsu memungkinkan dilakukan di Jepang, karena keluarga tidak dapat dengan mudah meminta akses pada rekaman kamera pengawas. Polisi juga tidak dapat ikut campur karena dianggap bukan kasus perdata (bukan kejahatan atau kecelakaan), kecuali ada penculikan atau indikasi kematian yang mencurigakan. Sehingga pada kasus Jouhatsu, keluarga hanya bisa menunggu.
Keluarga Jouhatsu biasanya menggunakan agensi detektif untuk menemukan keluarganya yang hilang. Di beberapa kasus yang terungkap, ada yang didapati sedang menghabiskan waktu di kamar hotel murah, dan di lain kasus ditemukan telah bunuh diri. Akan tetapi, sebagian besar kasus Jouhatsu yang diinvestigasi oleh agen detektif umumnya tidak dapat terungkap, karena ada beberapa tempat tujuan yang “mendukung” pelaku Jouhatsu. Contohnya, Kamagasaki di Osaka. Di tempat ini memungkinkan hidup tanpa kartu tanda pengenal. Di Kamagasaki juga tersedia pekerjaan yang dibayar tunai. Contoh lain adalah San’ya, sebuah perkampungan gembel di Tokyo yang sebelumnya menampung ribuan pekerja harian, yang juga dilaporkan sebagai tempat persembunyian jouhatsu.