inovasi

Lima Tahap Inovasi yang Berhasil

(Business Lounge Journal – General Management)

Pentingnya inovasi untuk masa depan perusahaan tidak perlu dipertanyakan lagi. Tanpa inovasi, perusahaan akan kalah dalam persaingan, apalagi dunia saat ini sangat mudah untuk meniru produk yang baru saja diluncurkan. Jadi tidak ada pilihan bahwa inovasi harus ada setiap hari kalau tidak pastilah perusahaan itu akan tergilas dan mati.

Lalu mengapa hanya sedikit perusahaan yang memiliki proses untuk itu?

Tulisan ini disajikan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh MIT Sloan melalui wawancara semi-terstruktur kepada para pengembangan senior, eksekutif pemasaran dan manajemen produk lebih dari 30 perusahaan AS dan Eropa di beberapa industri berbeda, dilengkapi dengan data dari laporan tahunan.

Hasilnya penelitian tersebut mengidentifikasi lima tahap penting dari inovasi yang sukses.

Tahap 1: Pembuatan dan Mobilisasi Ide

Tahap ini disebut tahap generation adalah garis awal untuk ide-ide baru. Menghasilkan ide yang sukses harus didorong baik oleh tekanan untuk bersaing dan oleh kebebasan untuk mengeksplorasi.

Kalau tidak ada tekanan untuk bersaing maka perusahaan akan masuk di zona nyaman, namun saat kondisi menjadi terbuka, maka akan ada tekanan untuk bersaing.

Secara internal inovasi akan hidup bila ada kebebasan untuk menyampaikan pendapat, jangan harap ada inovasi bila ada pembatasan untuk mengajukan ide. Budaya inovasi tidak akan tumbuh pada organisasi yang otoriter, ketika semua harus ditentukan oleh pimpinan puncak. Namun sangat perlu diberikan keseimbangan agar kebebasan berpendapat tetap mengikuti garis komando pimpinan puncak.

IDEO, perusahaan pengembangan produk dan branding yang berbasis di Palo Alto, California, adalah contoh yang baik dari sebuah organisasi yang mendorong idea generation yang sukses dengan menemukan keseimbangan antara kesenangan dan kebutuhan.

Begitu sebuah ide baru dihasilkan, ide tersebut diteruskan ke tahap mobilisasi, yaitu ketika ide tersebut berpindah ke lokasi fisik atau logis yang berbeda. Karena sebagian besar penemu bukan juga pemasar, sebuah ide baru sering kali membutuhkan orang lain selain pencetusnya untuk menggerakkannya. Tahap ini sangat penting untuk perkembangan ide baru, dan melewatkannya dapat menunda atau bahkan menyabotase proses inovasi.

Tahap 2: Advokasi dan Penyaringan

Tahap ini adalah waktu untuk menimbang pro dan kontra sebuah ide. Advokasi dan penyaringan harus dilakukan pada saat yang sama untuk menyingkirkan ide-ide yang kurang potensial tanpa membiarkan para pemangku kepentingan menolak ide-ide secara impulsif semata-mata atas dasar terbatasnya pengetahuan mereka yang baru.

Penelitian MIT menemukan bahwa perusahaan lebih berhasil ketika proses evaluasi transparan dan terstandarisasi, karena karyawan merasa lebih nyaman berkontribusi ketika mereka dapat mengantisipasi bagaimana ide mereka akan dinilai.

Misalnya, seorang insinyur perangkat lunak dari organisasi teknologi informasi berkata, “Salah satu hal yang saya perjuangkan adalah evaluasi ide-ide saya. Beberapa ide saya menyalakan api di sekitar sini, sementara yang lain tergencet. . . . Tak perlu dikatakan, saya menjadi skeptis ketika para eksekutif meminta ide dan kemudian tidak memberikan umpan balik, mengapa sebuah ide tidak dihargai.”

Perlu ketajaman bisnis seorang pemimpin dalam melakukan penyaringan ide, orang bilang ini indra ke enam para pengusaha. Ide yang paling jitu adalah ide yang menjawab solusi yang dicari oleh orang banyak, dalam manajemen ini dikenal dengan “start with why.” Dimana bila sebuah ide dapat menjawab pertanyaan dalam pikiran terdalam manusia maka itu adalah ide yang cemerlang.

Tahap 3: Eksperimen

Tahap eksperimen menguji keberlanjutan ide untuk organisasi tertentu pada waktu tertentu — dan dalam lingkungan tertentu. Pada tahap ini, penting untuk menentukan siapa pelanggannya dan untuk apa inovasi itu akan digunakan.

Dengan mengingat hal itu, perusahaan mungkin menemukan bahwa meskipun seseorang memiliki ide bagus, ide tersebut mendahului waktunya atau tidak tepat untuk pasar tertentu. Namun, penting untuk tidak menafsirkan penemuan semacam ini sebagai kegagalan — mereka sebenarnya bisa menjadi katalisator dari ide-ide baru dan lebih baik.

Desain ulang interior Washington Mutual Inc. baru-baru ini memberikan contoh yang baik tentang bagaimana eksperimen yang berhasil bekerja. Alih-alih menerapkan desain baru ke semua cabangnya, perusahaan perbankan dan asuransi, yang berkantor pusat di Seattle, Washington, menerapkan desain hanya di beberapa lokasi untuk melihat bagaimana hal itu akan diterima.

Selanjutnya, ketika pelanggan merespons dengan baik, bank membawa inovasinya ke tingkat berikutnya, menerapkan desain baru ke beberapa cabang lainnya. Dengan cara ini, perusahaan tidak kehilangan uang dan waktu dengan menerapkan ide baru sekaligus tanpa mengetahui apakah itu akan berhasil.

Dalam proses manajemen proyek dikenal dengan proyek percontohan, ini membutuhkan biaya untuk melakukannya. Setiap inovasi haruslah melalui proses ini agar tidak menimbulkan kerugian yang besar.

Apapun inovasi yang dimiliki harus ada tahapan ini, proses penemuan pesawat terbang misalnya, menjadi lebih murah karena menggunakan pendekatan ini. Wright bersaudara menggunakan model atau pola sebelum membuat pesawat, dan dengan model sederhana terbukti bisa dijalankan barulah masuk ke model yang mendekati kenyataan hingga akhirnya lolos uji untuk bisa diperbanyak.

Tahap 4: Komersialisasi

Pada tahap komersialisasi, organisasi harus melihat ke pelanggan untuk memverifikasi bahwa inovasi benar-benar memecahkan masalah mereka dan kemudian harus menganalisis biaya dan manfaat dari peluncuran inovasi.

Penelitian MIT ini memastikan bahwa “sebuah penemuan hanya dianggap sebagai inovasi setelah dikomersialkan.” Oleh karena itu, tahap komersialisasi merupakan tahap yang penting, mirip dengan advokasi yang membutuhkan orang yang tepat untuk memajukan gagasan ke tahap pengembangan berikutnya.

Misalnya, seorang CEO berkata, “Kami belajar hal sederhana: Peneliti dan pencipta ide tidak menghargai nuansa pemasaran dan komersialisasi. . . . Di masa lalu, kami mencoba melibatkan para peneliti dalam aspek komersialisasi bisnis. . . . Hasil akhirnya adalah rasa sakit dan lebih banyak rasa sakit.”

Komersialiasi seringkali memang menjadi pemicu mengapa kita perlu inovasi. Saat penjualan menurun dan disebabkan karena sebuah produk sudah kalah bersaing, inovasi menjadi jawabannya. Namun proses sebuah ide melewati tahap komersialisasi ditentukan oleh apakah inovasi tersebut diterima atau tidak oleh pelanggan.

Tahap 5: Difusi dan Implementasi

Tahap difusi dan implementasi, adalah “dua sisi mata uang yang sama.” Difusi adalah proses untuk mendapatkan penerimaan akhir dari suatu inovasi di seluruh perusahaan, dan implementasi adalah proses pengaturan struktur, pemeliharaan, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memproduksinya.

Sebuah contoh yang baik dari pendekatan yang sukses untuk difusi berasal dari International Business Machines Corp., yang melibatkan karyawannya di awal tahap pembuatan ide dan melakukan apa yang disebut kemacetan inovasi, di mana mereka mengundang tidak hanya karyawan tetapi juga klien, mitra bisnis dan bahkan keluarga karyawan. IBM membantu penyebaran di kemudian hari dengan memberikan semua orang saham yang memiliki ide dari awal.

Lima tahapan ini adalah sebuah proses bagaimana sebuah inovasi bisa berhasil. Melihat pentingnya inovasi saat ini, jadikanlah inovasi menjadi budaya dalam perusahaan. Lakukan inovasi setiap hari, karena pertempuran di era digital ini semakin cepat dan semakin cepat. Kemenangan persaingan bukan ditentukan oleh siapa yang kuat namun oleh siapa yang cepat berinovasi.