(Business Lounge – Travel) Singapura termasuk destinasi favorit untuk berlibur bagi banyak orang, termasuk warga Indonesia. Letaknya yang dekat dan penerbangan yang mudah untuk didapat dengan banyak pilihan membuat ibukota negara tetangga ini memang menggoda untuk disambangi.
Ibu kota kecil ini disebut-sebut sebagai kota Kosmopolitan dan memegang peranan penting dalam perdagangan serta menduduki posisi keempat dalam pusat keuangan terdepan di dunia. Kota yang tidak lebih besar dari Jakarta ini dihuni oleh 5,399 juta penduduk(2013) dan termasuk dalam deretan negara maju di dunia.
Baru-baru ini Economist Intelligence Unit (EIU) sebuah badan riset ekonomi dunia yang berbasis di London memberikan Singapura gelar sebagai kota termahal di dunia. Singapura menduduki peringkat pertama daftar kota termahal di dunia diikuti sederetan kota lainnya, seperti Paris, Oslo, Zurich, dan Sydney. Hasil survei yang didapatkan oleh EIU ini membandingkan 133 kota di seluruh dunia dengan menggunakan kota New York sebagai patokannya dan survei ini diperuntukkan untuk dapat menghitung biaya relokasi para pebisnis dan ekspatriat.
Apa yang membuat Singapura menjadi kota termahal di dunia? Mengacu pada numbeo.com, biaya hidup di Singapura termasuk tinggi dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Hal yang paling ditakutkan penduduk negeri “The Little Red Dot” ini ialah ketika memilih tempat tinggal mereka. Tempat tinggal yang ditawarkan negara ini beragam mulai dari rusun milik pemerintah(HDB) yang tersebar di berbagai tempat di Singapura, apartemen, hingga rumah pribadi. Namun perlu diketahui bahwa biaya yang harus dikeluarkan juga akan banyak dikarenakan lahan di Singapura tidak luas sehingga tempat tinggal di pusat kota harganya akan melambung sangat tinggi.
Kebutuhan pokok di Singapura juga terbilang sangat mahal karena di sana tidak terdapat sumber daya alam yang memadai sehingga membuat kebutuhan pokok sulit didapat. Namun untuk transportasi, kita tidak perlu khawatir karena transportasi umum di sana seperti MRT (Mass Rapid Transit), bis, dan keretanya sangat terurus dan terawat dengan baik serta tidak mahal harganya. Namun, jika Anda ingin memiliki kendaraan pribadi khususnya mobil, sebaiknya dipikirkan matang-matang terlebih dahulu karena Anda harus membayar COE (Certificate of Entitlement) atau surat ijin kepemilikan kendaraan yang biayanya bisa melebihi harga mobil Anda. Bayangkan saja membayar biaya hingga mencapai 720 juta hanya untuk ijinnya saja dan belum termasuk pajak serta mobilnya sendiri.
Namun kata ‘mahal’ di Singapura bisa menjadi relatif karena data dari www.tradingeconomics.com menyebutkan bahwa rata-rata pendapatan penduduk Singapura per bulannya sebesar SGD 5259 atau setara dengan 52 juta rupiah, yang jumlahnya jauh di atas penduduk Indonesia yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) PDB perkapita atau pendapatan rata-rata penduduk Indonesia mencapai Rp 41,8 juta per tahun atau sekitar 3,4 juta per bulan. Sehingga hal ini mengimbangi biaya hidup yang sangat tinggi di sana.
Tetapi perlu diketahui juga bahwa biaya hidup yang mahal di Singapura lebih mengarah kepada para ekspatriat karena biaya propertinya yang mahal terlebih lagi jika tidak mengikuti program CPF, program yang menyimpan 20% dari penghasilan pekerja Singapura dan 16% dari perusahaan tempat mereka bekerja, yang hasilnya nanti dapat diambil di masa pensiun untuk membeli rumah dan membayar pendidikan. Tidak hanya itu, penduduk Singapura juga berhak atas subsidi pemerintah yang meliputi subsidi kesehatan, pendidikan, bahkan tempat tinggal. Jadi, kata mahal ini sendiri lebih ditujukkan untuk para ekspatriat karena mereka tidak dilindungi oleh subsidi – subsidi pemerintah yang sebagaimana didapati warga kota Singapura. Jadi, mau menjadi ekspatriat di Singapura?
Chintya Indah/VMN/BL/Contributor
Editor: Ruth Berliana