(Business Lounge – News & Insight) Peristiwa jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 membuat dikerahkannya beberapa KRI (Kapal Republik Indonesia) yang membuat kita sebagai bagian dari Bangsa Indonesia patut merasa bangga.
KRI Yos Sudarso
Dalam operasi pencarian dan evakuasi pesawat AirAsia yang jatuh pada hari Minggu (28/12) lalu, KRI Yos Sudarso telah berhasil mengevakuasi 3 jenazah. Saat ini KRI Yos Sudarso terus melakukan penyisiran diperairan laut Jawa.
KRI Yos Sudarso (353) merupakan kapal ketiga dari kapal perang kelas Perusak Kawal Berpeluru Kendali Kelas Ahmad Yani milik TNI AL. Dinamai menurut Yos Sudarso, salah seorang pahlawan nasional yang gugur di atas KRI Macan Tutul dalam pertempuran laut Aru pada masa kampanye Trikora.
KRI Yos Sudarso merupakan kapal fregat bekas pakai AL Belanda (F803) yang kemudian dibeli oleh Indonesia. Kapal ini bersaudara dekat dengan Fregat Inggris Kelas HMS Leander dengan sedikit modifikasi dari disain RN Leander asli. Dibangun tahun 1967 oleh Nederlandse Dok en Scheepsbouw Mij, Amsterdam, Belanda dan mendapat peningkatan kemampuan sebelum berpindah tangan ke TNI Angkatan Laut pada tahun 1977-1980. Termasuk diantaranya adalah pemasangan sistem pertahanan rudal anti pesawat (SAM, Sea to Air Missile) ) Mistral menggantikan Sea Cat. Penggantian juga dilakukan pada senjata rudal yang semula menggunakan 8x Harpoon Mc Douglas buatan USA diganti dengan C-802 buatan Tiongkok.
Bertugas sebagai armada patroli dengan kemampuan anti kapal permukaan, anti kapal selam dan anti pesawat udara.
KRI Patimura
Kapitan Patimura-371 yang adalah kapal perang milik TNI AL dari jenis korvet, ikut serta meluncur ke lokasi pencarian puing dan jenazah pesawat AirAsia QZ 8501. Kapal perang ini memiliki total awak kapal sejumlah 65 orang dan telah bersiap pada Jumat pagi ini (2/1) untuk diberangkatkan dari dermaga Tanjung Batu, Tanjung Pandan, Belitung.
Kapal kelas Parchim ini menuju ke lokasi yang berada di sebelah selatan Kalimantan. Kapal yang disebut kelas Parchim ini dibuat untuk Volksmarine (Angkatan Laut Jerman Timur) pada akhir dasawarsa 1970-an. Kapal ini didesain untuk perang anti kapal selam di perairan dangkal / pantai. Kapal ini dibuat untuk Volksmarine (1997-1981) dan dimodifikasi dibuat untuk AL Soviet pada 1985-1990 oleh VEB Peenewerft, Wolgast. Setelah Penyatuan kembali Jerman, bekas negara Jerman timur menjual kapal ini ke TNI Angkatan Laut pada 1993. Kapal ini dinamai KRI Kapitan Patimura, mengambil nama seorang pahlawan nasional dari Maluku yang gugur melawan VOC pada tanggal 16 Desember 1817.
KRI Sultan Hasanuddin – 366
Dalam operasi gabungan ini, KRI Sultan Hasanuddin berhasil mengevakuasi satu jenazah pria di posisi sekitar 80 Nautical Miles (NM) dari posisi terakhir pesawat dinyatakan hilang atau 50 NM dari Tanjung Kelapa, Kalimantan Tengah.
KRI Sultan Hasanuddin dengan nomor lambung 366 merupakan kapal kedua dari kapal perang jenis Perusak Kawal Berpeluru Kendali kelas SIGMA milik TNI AL. Nama KRI Sultan Hasanuddin diambil dari nama Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI.
KRI Sultan Hasanuddin merupakan sebuah korvet modern yang dibuat oleh galangan kapal Schelde, Belanda yang mulai pada tahun 2005 khusus untuk TNI-AL. KRI Sultan Hasanuddin akan bertugas sebagai kapal patroli dengan kemampuan anti kapal permukaan, anti kapal selam dan anti pesawat udara.
Kapal ini sangat luwes dalam pengaturannya dengan biaya yang rendah. Kapal ini juga dilengkapi dengan perlengkapan komunikasi dan pertempuran yang lengkap di dalam ruang yang luas untuk menampung akomodasi 80 orang, sebuah dek helikopter dan propulsi diesel propeler ganda. Kemampuan propulsi dan keseimbangan yang tinggi dari kapal ini (dilengkapi dengan gulungan penyetabil pasif) membuatnya cocok untuk dilibatkan dalam operasi pencarian dan patroli di perairan teritorial indonesia.
Fungsi dasar dari kapal ini adalah Patroli maritim Zona Ekonomi Ekslusif (EEZ), Penggetar, Pencarian dan penyelamatan (SAR) dan anti kapal selam. Dek helikopter mampu menampung sebuah helikopter dengan berat maksimum 5 ton dilengkapi dengan fasilitas lashing point dan sistem pengisian BBM .Operasi helikopter mampu dilakukan pada malam hari maupun siang hari.
KRI Bung Tomo
KRI Bung Tomo segera diarahkan ke titik yang sebelumnya disebut terdapat bayangan pesawat guna mempercepat pencarian badan pesawat. Selain itu, KRI Bung Tomo juga akan dibantu dengan perangkat Emergency Locator Transmitter (ELT).
KRI Bung Tomo (357), sebelumnya bernama KDB Jerambak (30), merupakan kapal patroli lepas pantai jenis korvet. Kapal ini merupakan salah satu dari tiga kapal yang sebelumnya dibuat khusus untuk Angkatan Laut Kesultanan Brunei Darussalam. Kontrak dimulai sejak 1995, dan diluncurkan berturut-turut pada Januari 2001, Juni 2001 hingga Juni 2002. Sesuai kontrak, kapal ini seharusnya sudah dipindahtangankan pada Brunei pada Juni 2007. Namun, pemerintah Brunei memutus perjanjian dengan alasan kekurangan personel, mereka kemudian menghubungi perusahaan German Lürssen untuk mencari pembeli baru. Selang lima tahun, Indonesia menyatakan tertarik membeli ketiga kapal itu dan diharapkan dapat beroperasi dalam kurun 2013-2014. Salah satunya kemudian diberi nama KRI Bung Tomo karena perananan yang besar dari tokoh Bung Tomo dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda, yang berakhir dengan Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
KRI Sutedi Sena
KRI Sutedi Sena Putra-378 mengindera objek bawah air di sektor fokus pencarian AirAsia QZ 8501 di Perairan Teluk Kumai, Kalimantan Selatan.
KRI Banda Aceh
Pagi ini (2/1) dikabarkan KRI Banda Aceh kembali menemukan dua jenazah penumpang AirAsia QZ 8501. KRI ini pun menjadi pos 47 penyelam gabungan yang berasal dari berbagai satuan marinir. KRI Banda Aceh 593 diberangkatkan dari Pelabuhan Tanjung Priok, Senin (29/12/2014) malam dengan memuat 150 penumpang yang sebagian besar prajurit TNI AL. Kapal ini menjadi salah satu kapal andalan pada operasi gabungan ini.
Kapal ini merupakan perang berjenis Landing Platform Dock yang merupakan kapal buatan dalam negeri oleh PT PAL Indonesia pada tahun 2011. “Ini jadi kebanggaan kita juga karena produksi negeri sendiri. Walaupun secara kualitas masih kalah (dari produksi luar negeri), tapi sudah cukup lumayan,” demikian dikatakan Komandan KRI Banda Aceh 593, Letnan Kolonel Laut (P) Arief Budiman kepada Kompas.
Kapal ini juga mampu menampung 5 unit helikopter jenis MI-2 atau Bell 412, 2 unit LCVP, 3 unit meriam Howitzer, dan 20 Tank. Untuk persenjataan perang, kapal ini dilengkapi meriam kaliber 20 mm dan 40 mm.
Kapal baru ini pun sudah mendapatkan sebuah penghargaan dari Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio, sebagai KRI Berpredikat Operasional Tertinggi Tahun 2014. Hal ini diperoleh oleh karena KRI Banda Aceh ini merupakan kapal yang berlayar dalam waktu paling panjang (hampir 3 bulan tanpa henti) dibandingkan KRI milik TNI angkatan laut lainnya. Selain itu, kapal ini juga telah mengikuti latihan bersama kapal-kapal perang dari berbagai negara dalam ajang Multilateral Rim of the Pacific (Rimpac) 2014. Ajang tersebut merupakan latihan rutin setiap dua tahun yang digelar oleh armada ketiga US Navy dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik dan meluas cakupannya dengan melibatkan negara-negara di Asia Tengara.
uthe/Journalist/VMN/BL
Editor: Ruth Berliana
Image: Antara, Wikipedia