Kemerosotan jumlah kelahiran bukan hanya menjadi masalah bagi negara maju semata. Tapi negara seperti Thailand sudah mengalami hal ini beberapa waktu terakhir, sehingga menjadikannya sebagai negara termiskin yang berpotensi mengalami penciutan tenaga kerja dan peningkatan jumlah usia tua. Masalah tersebut telah lama mendera Eropa dan Jepang, bukan Asia Tenggara.
Tingkat kesuburan rata-rata di Thailand anjlok dari 7 anak per perempuan pada dasawarsa 1970-an menjadi 1,6. Gejala itu merusak tradisi berabad-abad yang menempatkan anak sebagai pengasuh orangtuanya. Para petinggi politik pun terpaksa mencari sumber lain pertumbuhan ekonomi. Sementara, para tetua masyarakat mencari cara untuk membuat orang tua mampu menghidupi dirinya sendiri.
Negara berkembang lain yang mengalami penurunan tajam tingkat kesuburan antara lain Brasil, Meksiko, sebagian India dan Asia Tenggara. Melonjaknya tingkat kemakmuran ditengarai menjadi salah satu penyebab. Jika tren berlanjut, Perserikatan Bangsa-bangsa memprediksi bahwa populasi dunia akan mencapai 8,3 miliar pada 2050 sebelum turun menjadi di bawah 7,2 miliar pada 2100.
Ahli kependudukan seperti Michael Teitelbaum dari Harvard Law School dan Jay Winter, profesor sejarah Yale University, menyatakan bahwa lebih dari separuh penduduk dunia tinggal di negara dengan penduduk usia tua yang tingkat kesuburannya kurang dari 2,1 anak per perempuan—tingkat yang dibutuhkan untuk menggantikan keberadaan orangtua.
Situasi demikian adalah peluang sekaligus ancaman. Di satu sisi, cadangan sumber daya alam di negara-negara yang dibebani pesatnya pertumbuhan penduduk akan terjaga. Namun, sejumlah ekonom menyalahkan perlambatan pertumbuhan penduduk sebagai biang keladi peristiwa menggetarkan seperti Depresi Besar dan lambannya pertumbuhan Jepang selama beberapa dekade belakangan.
Beberapa negara berkembang yang membangun perekonomian lewat membludaknya jumlah kaum muda yang memasuki usia kerja tengah memikirkan kembali rencana pertumbuhannya. Cina mengalami penurunan penduduk usia kerja hingga 3,45 juta pada 2012 dan 2,45 juta tahun lalu—penurunan kumulatif sebesar 0,63% sejak 2011 serta menjadi tanda berakhirnya ekspansi ekonomi. Kini, pemerintah Cina melonggarkan kebijakan satu anak dan memudahkan perpindahan penduduk dari desa ke kota sebagai upaya mendongkrak produktivitas.
Di negara berkembang, tingkat kesuburan agaknya terus menurun. Kian banyak orang yang pindah ke kota besar yang rumah dan sekolahnya semakin mahal.
Rut Sinta/Journalist/VM/BL-wsj
Editor: Iin Caratri
Foto: fattonybmx.com