Pembobolan Bank Dapatkah Di Cegah ?

(Busines Lounge – Risk) – DUNIA perbankan nasional beberapa kali diguncang oleh kasus pembobolan oleh orang dalam. Tentu kita masih ingat kasus Melinda Dee di Citibank Jakarta tahun 2011, dan Farah Anissa Yustisia di Bank Mandiri Cabang RSUP Dokter Kariadi Semarang tahun 2012. Padahal belum lama berselang, publik dikejutkan oleh kasus pembobolan ATM Bank Central Asia (BCA). Dimana satu mesin ATM di Semarang hilang di bulan November 2013.

Kasus Melinda Dee merupakan salah satu kasus hukum paling banyak menyita perhatian masyarakat. Selain nilai kejahatannya yang cukup fantastis, senilai Rp40 miliar, kasus ini merembet ke masalah privat karena gaya hidup mewah Melinda bersama suaminya Andhika Gumilang. Modus pembobolan Citibank dan Bank Mandiri ini sederhana, hanya manipulasi data dan mengalihkan dana nasabah ke rekening tersangka.

Kenyataan ini makin mengiris tipis kepercayaan masyarakat pada dunia perbankan. Bagaimana tidak, selama ini kita sering dibuai promosi perbankan mengenai kehebatan dan keandalan teknologi. Begitu pula sistem dan standar prosedur yang sudah relatif lebih baik dari sisi keamanannya. Namun, seiring dengan hal itu kita juga mengetahui bahwa telah terjadi kasus penipuan dan pembobolan (fraud) yang dilakukan oleh oknum internal perbankan itu sendiri.

Perbankan adalah lembaga urat nadi perekonomia. Tetapi dengan adanya fenomena kasus pembobolan bank di Tanah Air dewasa ini, perlu segera dilakukan tindakan konkret preventif dalam penanganannya, agar kepercayaan masyarakat  pada dunia perbankan dapat dikembalikan.

Proses Internal Lemah

Lemahnya proses internal perbankan merupakan salah satu jawaban terjadinya pembobolan bank. Kelemahan internal bank itu antara lain. Pertama, pengawasan dan supervisi atasan tidak optimal. Supervisi yang tidak optimal itu diperparah kolusi antar oknum pegawai bank. Kedua, kebiasaan nasabah yang mudah percaya pada pegawai bank. Kepercayaan itu dimanfaatkan oleh oknum pegawai bank.

Dengan lemahnya supervisi dan pengawasan, maka bank-bank itu harus diberi peringatan. Jika tidak memperbaiki diri patut diberi sanksi, selain itu perlu memperketat pengawasan internal, sebab pengawasan yang ketat bisa meminimalisir oknum yang nakal.

Sumber daya manusia dan pelatihan karyawan

Untuk meminimalisir kejahatan internal itu sendiri, Bank dapat melakukan prosedur penyaringan (screening) untuk memastikan profil calon karyawan tidak memiliki catatan kejahatan atau tindakan lain yang tidak sesuai dengan etika kerja, budaya dan kualitas yang dipersyaratkan.

Proses penyaringan (screening) dilakukan oleh Unit Sumber Daya Manusia (Human Resources – HR),  bahkan setelah menjadi karyawan, perlu dilakukan secara berkesinambungan pelatihan  mengenai program APU-PPT (Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme).

Metode penyaringan (screening) ini merupakan salah satu penerapan dari prinsip KYE (Know Your Employee). Prinsip ini memungkinkan Bank untuk mengidentifikasi, memverifikasi, serta memantau profil karyawan, untuk menghindarkan Bank dari berbagai risiko yang mungkin ditimbulkan akibat tindakan karyawan.

Penerapan KYE ini dilakukan sejak proses rekrutmen dan seleksi calon karyawan baru. Calon karyawan dapat melengkapi data dan dokumennya antara lain dokumen identitas, ijazah, dan surat referensi dari pemberi kerja sebelumnya. Pengecekan referensi terhadap calon karyawan dapat dilakukan melalui BI Checking, pengecekan referensi kerja dari perusahaan sebelumnya maupun dari sumber-sumber informasi terpercaya lainnya.

Penerapan KYE terus berlanjut setelah diterima sebagai karyawan yaitu pemantauan secara rutin terhadap profil karyawan melalui aktivitas transaksi rekening karyawan. Selain itu diharapkan adanya kerjasama antar karyawan agar dapat mencermati perubahan mencolok dalam tingkah laku dan gaya hidup dari rekan kerja/ staff lainnya yang tidak sesuai dengan profil karyawan yang bersangkutan

(Samantha/IC/BL)

Foto : steenstrupnews.com

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x