(The Manager’s Lounge – Sales & Marketing) – Pembelian oleh pelanggan dipengaruhi oleh banyak hal, namun pelanggan tidak selalu bersikap rasional. Kadang factor emosional juga berpengaruh besar dalam pembelian tersebut. Fahey, chief architect di Emotion Mining menyelidiki pengaruh emosi yang tidak terekspresikan terhadap pembelian.
Fahey mengungkapkan bahwa di lubuk kebutuhan dan keinginan pelanggan. Bahkan, pilihan rasional pelanggan pun selalu dipengaruhi, bahkan seringkali didorong oleh pertimbangan emosi.
Fahey mencontohkan, misalnya pelanggan akan membeli produk karena punya fungsi yang superior, sementara harganya sebanding dengan pesaing. Pilihan rasional tentunya membeli produk tersebut, yang punya fungsi lebih baik, dan harga yang sama. Namun, bagaimana jika pelanggan merasa tidak nyaman terhadap brand tersebut? Bagaimana jika pelanggan merasa emosi negatif karena warna produk tersebut adalah warna klub sepakbola yang tidak disukainya? Jika mungkin awalnya sekilas adalah pilihan rasional sederhana sekarang menjadi kompleks karena emosi memegang peranan penting dan mampu mendorong keputusan pembelian.
Fahey, misalnya menggunakan persentase dari emosi positif dan negative terkait dengan pengalaman pelanggan. Meskipun sederhana, namun pada banyak kasus hal tersebut mengingatkan pemasar akan perlunya mengubah pengalaman pelanggan. Menurutnya, suatu emosi yang belum terpenuhi menandakan adanya kesempatan pemasaran.
Misalnya, Fahey mencontohkan kasus dari perusahaan layanan financial yang merupakan salah satu kliennya. Pada analisa dimana perusahaan menjual produk asuransi kepada konsumen, emosi negative dalam transaksi penjualan terdapat sekitar 70%. Intinya, sebenarnya ada sesuatu yang salah dalam proses dan bisa diperbaiki supaya meningkatkan penjualan.
Lalu bagaimana pemasar bisa mengungkapkan emosi yang tidak terekspresikan? Di Emotion Mining, menangkap emosi tersebut diperoleh dari program berbasis web dimana responden mengisi dua atau tiga daftar pertanyaan. Lalu dari data ini akan diperoleh output kuantitatit maupun kualitatif termasuk emosi yang sadar maupun di bawah sadar.
Dalam kasus perusahaan financial tersebut, misalnya, riset lanjutan mengenai pelanggan yang membeli produk asuransi mengungkapkan tiga emosi ‘bawah sadar’ mengenai pengalaman pembelian, antara lain:
• Insecurity: pengalaman tersebut terlalu menuntut, komunikasi yang tidak nyaman/ the experience was exceedingly demanding – involving daunting communications – and socially bewildering.
• Depression: mereka merasa lemah, sendirian dan takut terhadap tenaga penjual
• Marah: mereka merasa terjebak dalam system yang menghabiskan waktu, energi dan sumber daya mereka.
Setelah menganalisa emosi ini, disimpulkan bahwa pelanggan merasa bahwa pengalaman yang dialami adalah negatif dan mereka merasa bahwa proses tersebut tidak menguntungkan abgi mereka.
Analisa kedua berfokus pada mereka yang tidak membeli produk asuransi. Segmen ini juga menunjukkan emosi tidak terlihat yang sama. Namun, emosi ini punya makna berbeda dengan mereka yang membeli produk.
Misalnya:
• Insecurity: mereka keberatan dengan banyaknya jumlah pertanyaan dan kekakuan proses tersebut.
• Depression: mereka merasa lemah dan kalah dalam proses tersebut.
• Anger: mereka merasa marah terhadap proses tersebut
Nyatanya, emosi sangat berperan dalam pembelian. Oleh karena itu, maka pemasar harus jeli terhadap emosi-emosi baik positif maupun negatif, baik sadar maupun tidak sadar.
(Vibiz Consulting/AA/TML)