(The Manager’s Lounge – Quality) Beberapa waktu yang lalu saya menyaksikan limbah tambang tembaga dan emas PT Freeport Indonesia yang disebut “tailing.” Tailing menjadikan pendangkalan di sungai yang di lewatinya, dan karena pendangkalan ini maka pohon tidak dapat lagi tumbuh.
Saya memandang areal seluas 23 hektar , sungai Otomona selebar 5 kilometer dan sepanjang 40 km terlihat putih warna tailing dan dibatasi tanggul agar tailing tidak mengalir keluar. Sepanjang areal tersebut ada lima desa yang terkena dampak , desaya Nayaro, Nawaripi, Koperapoka, Topuka dan Ayuka.
Selain melakukan reklamasi yaitu penanaman kembali tailing dengan pohon-pohon seperti cemara, untuk lima desa ini FI sejak tahun 1997 telah melaksanakan “Recognition Program” yang memiliki tujuan untuk membangun lima desa tersebut, FI telah menghabiskan 27 juta US $ untuk program ini.
Saat ini pada tahun 2007 ada satu program yang masih akan diselenggarakan yaitu pembangunan Dusun Sagu di Nayaro. Nayaro memiliki lokasi di pinggir tanggul timur dari sungai Otomona ada kurang lebih 141 KK suku Kamoro tinggal di sana yang memiliki makanan utama sagu dan ikan. Untuk itulah FI berupaya untuk melakukan budidaya sagu bersama dengan masyarakat.
Bekerjasama dengan keuskupan Katolik maka akan segera dibangun dusun sagu seluas 85 hektar. Keuskupan mempunyai andil yang cukup besar , karena gereja sangat diterima oleh masyarakat desa Nayaro. Selain keuskupan proyek ini juga melibatkan konsultan CSR Vibizconsulting, yang sangat membantu dalam memadukan scorecard sebagai communication tools dalam projek ini.
Dengan total project sekitar sepuluh milyar rupiah diharapkan akan dibangun budidaya sagu pertama di Indonesia, yang akhirnya membuat masyarakat memiliki pengembangan kualitas hidup yang berkelanjutan.