Pepsi

Pepsi dan Raksasa Makanan Lain Kecilkan Kemasan Demi Konsumen

(Business Lounge – Global News) Perusahaan makanan besar kini menghadapi tekanan baru dari para konsumen yang makin sensitif terhadap harga. Dalam upaya mempertahankan loyalitas pasar, perusahaan seperti PepsiCo dan Campbell’s mulai menerapkan strategi pengemasan ulang: produk dikemas dalam ukuran lebih kecil dengan harga lebih terjangkau. Pendekatan ini dianggap sebagai kompromi antara menjaga margin keuntungan dan mencegah konsumen beralih ke merek alternatif yang lebih murah.

PepsiCo, yang memproduksi merek seperti Lay’s dan Doritos, memperkenalkan paket berukuran lebih kecil dari biasanya di beberapa pasar ritel utama, menyasar pembeli yang ingin camilan berkualitas tetapi dengan harga yang tidak menguras kantong. Demikian pula Campbell’s, yang dikenal dengan sup kalengan dan makanan ringan seperti Goldfish, mulai menjual varian produk dengan ukuran dan harga yang lebih rendah. Tujuannya jelas: menjaga volume penjualan tetap stabil meski daya beli konsumen menurun.

Langkah ini muncul setelah beberapa tahun terakhir perusahaan makanan menghadapi fenomena “shrinkflation”—di mana isi produk diperkecil tanpa mengubah harga. Namun kali ini, arah strateginya sedikit berbeda: ukuran memang dikurangi, tetapi harganya juga ikut diturunkan. Tujuannya bukan untuk menyamarkan kenaikan harga, melainkan untuk menciptakan titik harga baru yang lebih bisa diterima oleh konsumen yang mulai menyesuaikan gaya belanja pasca-inflasi.

Menurut laporan The Wall Street Journal, tren ini bukan hanya reaksi terhadap inflasi, tetapi juga respons atas perubahan perilaku belanja yang terjadi sejak pandemi. Konsumen kini lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang untuk produk-produk impulsif seperti biskuit, keripik, dan makanan ringan kemasan lainnya. Banyak yang beralih ke merek toko atau produk diskon. Dengan menawarkan paket hemat, produsen besar berharap dapat mengunci kembali perhatian pasar.

Sejumlah eksekutif menyebut strategi ini sebagai bentuk “harga yang demokratis,” yakni menghadirkan produk dari merek ternama dalam format yang lebih inklusif secara harga. Mereka juga melihat ini sebagai peluang untuk mendorong frekuensi pembelian lebih sering, meskipun dalam volume yang lebih kecil per transaksi. Dalam praktiknya, hal ini juga membantu mengurangi tekanan logistik karena produk yang lebih ringan dan lebih kecil lebih mudah didistribusikan ke berbagai kanal ritel.

Namun, strategi ini tidak bebas dari tantangan. Beberapa analis menyebut bahwa memperkenalkan banyak varian kemasan bisa membingungkan konsumen dan menyulitkan pengelolaan inventaris di tingkat toko. Selain itu, ada risiko bahwa strategi harga rendah ini dapat mempersempit margin keuntungan jika biaya bahan baku kembali meningkat.

Meski demikian, banyak perusahaan tetap optimis. Mereka melihat pola konsumsi baru sebagai peluang untuk melakukan eksperimen dalam format produk. Dalam beberapa kasus, kemasan kecil bahkan menjadi pintu masuk untuk membangun kebiasaan konsumsi baru, seperti mengonsumsi produk sebagai camilan harian atau bagian dari makan siang anak sekolah. Konsumen yang semula hanya sesekali membeli mungkin jadi rutin membeli karena merasa lebih nyaman dengan ukuran dan harga produk.

Data ritel dari NielsenIQ menunjukkan peningkatan tajam dalam penjualan unit produk ukuran kecil sejak akhir tahun lalu, terutama pada segmen makanan ringan dan minuman. Produk berkemasan 5 ons ke bawah mencatat pertumbuhan dua digit, sementara kategori yang sama dalam kemasan besar stagnan atau mengalami penurunan. Ini memperkuat keyakinan bahwa pasar saat ini lebih menghargai fleksibilitas harga daripada volume isi.

Tren ini juga berdampak pada inovasi desain kemasan. Beberapa perusahaan kini mendesain ulang produk agar terlihat tetap menarik meski ukurannya lebih kecil. Desain yang ramping, modern, dan mudah dibawa menjadi nilai jual tersendiri, terutama di kalangan pembeli muda yang mencari kenyamanan dan efisiensi. Ada pula yang menggabungkan kemasan kecil dengan pendekatan keberlanjutan, seperti penggunaan bahan ramah lingkungan atau lebih sedikit plastik.

Perubahan ini sekaligus menggeser narasi dari “lebih banyak, lebih murah” ke “cukup dan terjangkau.” Di tengah ketidakpastian ekonomi dan fluktuasi harga kebutuhan pokok, persepsi konsumen terhadap nilai produk ikut berubah. Mereka tidak selalu mencari kuantitas, tetapi keseimbangan antara kualitas, harga, dan kemudahan.

Beberapa merek bahkan mulai membangun kampanye pemasaran baru yang menonjolkan manfaat ukuran kecil—misalnya, kemasan yang pas untuk dibawa ke kantor, tidak membuat boros, atau ideal untuk porsi kontrol kalori. Ini membuktikan bahwa strategi pengemasan ulang bukan sekadar respons sementara, melainkan bagian dari penyesuaian model bisnis jangka panjang.