(Business Lounge – Global News) Raksasa telekomunikasi Spanyol, Telefonica, mencatat kerugian bersih sebesar €1,30 miliar pada kuartal pertama 2025, berbalik dari keuntungan €533 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Laporan keuangan yang dirilis awal Mei ini memperlihatkan tekanan kian besar terhadap operator telekomunikasi tradisional di tengah persaingan harga yang semakin ketat, beban bunga tinggi, dan kebutuhan investasi dalam infrastruktur digital yang semakin besar.
Menurut laporan dari Bloomberg, kerugian bersih yang signifikan itu sebagian besar berasal dari pencatatan biaya non-tunai terkait penurunan nilai aset di sejumlah pasar Amerika Latin, khususnya di Argentina, Brasil, dan Kolombia. Namun, selain dampak akuntansi tersebut, pendapatan grup juga mengalami penurunan, menambah kekhawatiran investor atas prospek jangka pendek perusahaan. Total pendapatan kuartalan turun menjadi €10,14 miliar, atau turun 3,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dalam siaran pers resmi, manajemen Telefonica menyatakan bahwa kondisi makroekonomi yang menantang, fluktuasi mata uang asing, dan ketegangan geopolitik global turut membebani performa bisnis. CEO José María Álvarez-Pallete menyebut bahwa perusahaan sedang berada dalam masa transisi strategis yang menuntut keberanian untuk berinvestasi dalam teknologi baru sembari melakukan efisiensi operasional. “Kami tidak membiarkan tekanan jangka pendek mengaburkan arah transformasi jangka panjang kami,” ujar Álvarez-Pallete, seperti dikutip oleh Financial Times.
Penurunan pendapatan terjadi di hampir semua lini geografis utama. Di Spanyol, pasar domestik yang selama ini menjadi andalan, pendapatan turun 2,1% karena persaingan harga yang ketat dengan operator seperti Orange dan MásMóvil. Di Brasil, pelemahan mata uang real terhadap euro serta tekanan inflasi membuat pertumbuhan volume pelanggan tidak cukup untuk menutup penurunan nilai tukar. Di Jerman, pasar penting lainnya, Telefonica Deutschland juga mengalami penurunan margin akibat peningkatan biaya operasional dan investasi dalam ekspansi jaringan 5G.
Namun, bukan hanya faktor eksternal yang menjadi beban. Menurut Reuters, investor juga mencermati struktur biaya perusahaan yang dianggap belum cukup ramping. Dalam beberapa tahun terakhir, Telefonica telah mencoba melakukan pemangkasan tenaga kerja melalui program pensiun dini dan otomatisasi proses, tetapi hasilnya dinilai belum signifikan. Total utang bersih perusahaan masih berada pada kisaran €27 miliar, menambah beban bunga yang meningkat seiring tren suku bunga global yang belum kembali ke tingkat pra-pandemi.
Situasi ini menempatkan Telefonica pada posisi yang kompleks. Di satu sisi, perusahaan harus terus berinvestasi dalam teknologi mutakhir seperti jaringan fiber optik dan 5G untuk mempertahankan daya saing. Di sisi lain, neraca keuangan yang ketat membatasi ruang manuver, sehingga efisiensi dan pengelolaan aset menjadi prioritas utama.
Salah satu langkah strategis yang tengah diupayakan adalah restrukturisasi portofolio global. Perusahaan telah mengurangi eksposurnya di sejumlah pasar non-inti dan mengalihkan fokus ke empat pilar utama yang disebut “Telefonica Core”: Spanyol, Brasil, Jerman, dan Inggris. Di luar itu, unit bisnis seperti Telefonica Tech, yang menangani solusi cloud, keamanan siber, dan big data, diharapkan menjadi motor pertumbuhan masa depan.
Financial Times melaporkan bahwa Telefonica Tech mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 10,8% pada kuartal pertama, menjadi sekitar €470 juta. Meski kontribusinya masih kecil terhadap total pendapatan grup, segmen ini dianggap penting untuk diversifikasi model bisnis dan meningkatkan margin keuntungan. “Di saat layanan tradisional mengalami tekanan, solusi digital enterprise menawarkan peluang marjin yang lebih tinggi dan kontrak jangka panjang,” ujar seorang analis dari CaixaBank Research.
Namun, segmen digital saja tidak cukup untuk membalikkan tekanan sistemik yang dihadapi industri telekomunikasi. Para operator telekomunikasi Eropa, termasuk Telefonica, telah lama mengeluhkan struktur pasar yang terlalu terfragmentasi, dengan banyak pemain dan margin rendah. Menurut Bloomberg Intelligence, Eropa memiliki lebih dari 100 operator jaringan, berbeda dengan Amerika Serikat yang hanya memiliki tiga pemain besar. Hal ini menyebabkan kompetisi harga yang intens, serta mengurangi kemampuan operator untuk berinvestasi besar-besaran dalam inovasi.
Dalam konteks ini, merger dan konsolidasi industri kembali mencuat sebagai isu penting. Di Spanyol, rencana merger antara Orange dan MásMóvil telah mendapat sorotan tajam dari otoritas antitrust Eropa, yang khawatir akan dampaknya terhadap konsumen. Namun, para pelaku industri justru menilai bahwa konsolidasi adalah kunci untuk membangun struktur pasar yang lebih sehat dan efisien.
Telefonica sendiri tidak menutup kemungkinan untuk menjadi bagian dari konsolidasi ini, baik sebagai pengakuisisi maupun mitra strategis. Dalam wawancara dengan Reuters, seorang eksekutif senior menyatakan bahwa “kami selalu terbuka pada peluang yang bisa memperkuat posisi kami di pasar inti.” Namun, ia menekankan bahwa setiap langkah harus mempertimbangkan nilai pemegang saham dan keberlanjutan neraca keuangan perusahaan.
Sementara itu, tekanan dari investor dan regulator untuk meningkatkan transparansi dan tata kelola perusahaan juga meningkat. Tahun lalu, pemerintah Spanyol sempat mengejutkan pasar dengan mengambil kepemilikan minoritas di Telefonica melalui perusahaan investasi publik SEPI. Langkah ini dilakukan atas nama “kepentingan strategis nasional”, mengingat pentingnya infrastruktur telekomunikasi dalam keamanan dan kedaulatan digital.
Namun, pengaruh negara dalam struktur kepemilikan perusahaan telah memicu debat mengenai independensi manajerial dan potensi politisasi keputusan bisnis. Sejumlah analis, termasuk dari Jefferies, menyatakan bahwa “intervensi negara, jika tidak dikelola hati-hati, bisa mengurangi fleksibilitas strategis perusahaan dalam menghadapi dinamika pasar global.”
Ke depan, tantangan Telefonica tidak akan mudah. Selain tekanan finansial dan operasional, perusahaan juga harus menavigasi perubahan preferensi konsumen, munculnya teknologi baru seperti AI dan edge computing, serta tekanan keberlanjutan dari sisi lingkungan dan sosial. Dalam laporannya, Financial Times mencatat bahwa regulator Eropa kini tengah mendorong agar perusahaan telekomunikasi turut serta dalam agenda netralitas karbon, termasuk penggunaan energi terbarukan untuk operasional jaringan.
Sebagai tanggapan, Telefonica menyatakan bahwa mereka telah meningkatkan porsi energi bersih dalam konsumsi operasional menjadi 82%, dan menargetkan net-zero emisi pada 2040. Namun, investasi dalam teknologi ramah lingkungan ini juga membutuhkan dana besar, yang semakin mempersempit ruang fiskal perusahaan dalam jangka pendek.
Di tengah ketegangan global, ketidakpastian ekonomi, dan kebutuhan transformasi digital yang mendesak, Telefonica berada di titik kritis. Laporan kerugian kuartalan ini menjadi cerminan betapa rapuhnya keseimbangan antara strategi jangka panjang dan tekanan pasar jangka pendek. Dalam penutup laporan kuartalan, CEO Álvarez-Pallete menyebut bahwa “transformasi membutuhkan waktu dan kesabaran,” seraya menegaskan kembali komitmen perusahaan untuk membangun model bisnis yang berkelanjutan dan kompetitif.
Namun, pasar tidak selalu bersabar. Harga saham Telefonica turun lebih dari 6% dalam sehari setelah laporan dirilis, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap visibilitas pertumbuhan dan strategi keuangan perusahaan. Dalam dunia telekomunikasi yang semakin kompleks dan cepat berubah, kemampuan untuk beradaptasi dan menavigasi ketidakpastian akan menjadi penentu utama apakah Telefonica mampu keluar dari tekanan saat ini atau justru kehilangan relevansinya.

