Menciptakan Risk Management Culture

(Business Lounge, Risk Management) – Dalam tiap bisnis, kita selalu menghadapi faktor risiko. Sehingga, untuk mengatasi tantangan bisnis yang ada dan melakukan manajemen risiko dengan baik, suatu risk management culture perlu diterapkan dalam aktivitas keseharian.

Mengapa Risk Management Culture
Risk management culture merupakan sesuatu yang sangat penting, karena memungkinkan setiap orang dalam organisasi untuk selalu `aware` dan waspada terhadap risiko dalam aktivitas kesehariannya.Risk management culture menjadikan organisasi punya manajemen risiko yang proaktif. Risiko selalu menjadi fokus yang penting, dievaluasi secara periodik, serta diukur dampaknya terhadap bisnis. Mulai dari karyawan, eksekutif, pemegang saham, hingga regulator harus memahami bahwa risiko adalah suatu faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam tiap tindakan dan pengambilan keputusan.

Sayangnya, terdapat beberapa hambatan dalam menerapkan risk management culture, diantaranya:
• Risiko dipandang sebagai sesuatu yang negatif, jadi jika ditampilkan dikhawatirkan akan memberi kesan buruk. Padahal, jika risiko tersebut benar terjadi, maka dampaknya bisa jadi lebih buruk.
• Risiko dipandang sebagai cost center. Padahal, jika risiko terjadi, biaya kerugian yang harus ditanggung mungkin lebih besar
• Daya tarik keuntungan yang besar bisa mengakibatkan peringatan terhadap risiko untuk diabaikan. Contohnya adalah krisis finansial global yang dialami perbankan kemarin. Ingin untung dari kontrak derivatif, yang didapat malah buntung.
• Corporate governance yang lemah

Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat diambil, dalam rangka menciptakan risk management culture.
1. Leader’s Commitment Sebelum perusahaan menerapkan risk management culture, maka sebelumnya harus ada komitmen bersama dari para pemimpin (eksekutif). Pemimpinlah yang menjadi driver utama dari culture tersebut. Selanjutnya, manajer-manajer berperan penting dalam mengkomunikasikan dan mempengaruhi perilaku karyawan dalam melakukan manajemen risiko.

2. Educate Stakeholders: Berikan edukasi kepada seluruh stakeholder mengenai pentingnya melakukan manajemen risiko. Sampaikan pemahaman kepada mereka, bagaimana potensi kerugian jika tanpa manajemen risiko. Lakukan workshop dan training manajemen risiko untuk manajer di berbagai level organisasi, bahkan stakeholder lainnya seperti supplier dan partner. Hal ini supaya stakeholder yang terkait dengan bisnis kita dapat melakukan manajemen risiko dengan standar yang sama.

3. Knowledge Sharing: Lakukan kegiatan-kegiatan bersifat knowledge sharing mengenai manajemen risiko, dimana karyawan dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai manajemen risiko.

4. Consistent Communication: Sesuatu menjadi culture jika dilakukan secara terus menerus dan konsisten dalam jangka waktu yang panjang,. Oleh karena itu, supaya risk management culture tercipta, maka harus terdapat komunikasi yang konsisten mengenai pentingnya manajemen risiko dalam aktivitas keseharian. Sehingga orang akan konsisten dalam melakukan manajemen risiko dalam aktivitasnya.

5. Clear Approach: Jika organisasi mengekspektasikan supaya orang-orang di dalamnya melakukan manajemen risiko, maka harus diciptakan suatu pendekatan yang jelas terhadap manajemen risiko. Prosedur harus didokumentasikan, disosialisasikan, untuk kemudian diimplementasikan dalam keseharian pengambilan keputusan. Hal ini supaya jelas, dan tidak terjadi kebingungan mengenai langkah apa yang harus diambil.

Meskipun risk management culture begitu penting, namun kebanyakan orang berada dalam kondisi `not aware` terhadap pentingnya risk management culture. Mengapa? Karena biasanya orang lebih terpukau pada potensi profit yang diperoleh, bukannya risiko. Misalnya, investasi tentunya memberikan iming-iming profit, bukannya risiko, padahal risiko selalu ada. Kemudian orang yang memulai bisnis, yang dihitung tentunya adalah laba, seringkali risiko diabaikan.

Oleh karena itu, berangkat dari kondisi not aware, maka perlu dilakukan 5 langkah diatas, untuk menciptakan suatu risk management awareness. Berangkat dari risk awareness, 5 langkah ini kemudian dilakukan secara berulang-ulang, sehingga menjadi risk management habit. Risk management habit, jika dilakukan berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang, maka kemudian menjadi suatu risk management culture. Dalam proses menjadi culture, 5 langkah tersebut juga harus berulang-ulang ditekankan. Jadi, dengan mengulang-ulang kelima langkah tersebut, dari kondisi not aware, kemudian menjadi aware, habit, kemudian culture.

Risk management culture penting karena dalam bisnis, kita tidak pernah bisa lepas dengan ketidakpastian. Krisis finansial yang terjadi di AS merupakan contoh bagaimana risk management culture dilupakan. Ketika suku bunga rendah, kredit dikucurkan tanpa kontrol yang baik, kemudian ketika suku bunga naik, terjadilah banyak kredit macet. Ini menghasilkan efek domino karena derivatif dari kredit-kredit tersebut banyak dipegang oleh sektor perbankan. Sehingga banyak bank yang kemudian mengalami kerugian dan bangkrut. Sementara itu, bagi bank yang menerapkan risk management culture dengan baik, dapat mengatasi krisis lebih baik. Contoh bank yang konservatif dalam mengambil risiko diantaranya adalah Goldman Sachs, Deutsche Bank dan UBS AG. Meskipun juga menderita kerugian, namun kondisi mereka jauh lebih baik dibandingkan dengan para pesaingnya

Demikian adalah pentingnya dalam menciptakan risk management culture. Risk management culture harus terpatri dalam setiap aktivitas keseharian. Waspada terhadap risiko menjadi suatu keharusan, sehingga kualitas pengambilan keputusan diharapkan jadi lebih baik.

(rp/ic/bl)

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x