(Business Lounge Journal – Entrepreneurship)
Berpikir seperti seorang entrepreneur bukan hanya soal mencari ide bisnis, tetapi juga soal kemampuan memecahkan masalah secara kreatif. Dalam dunia usaha, masalah selalu muncul—mulai dari penurunan penjualan, keterbatasan sumber daya, hingga perubahan perilaku konsumen. Yang membedakan entrepreneur sukses adalah cara mereka mengubah masalah menjadi peluang.
Salah satu pendekatan yang terbukti efektif adalah Creative Problem-Solving (CPS), sebuah proses yang membantu menguraikan masalah, menemukan solusi inovatif, dan mengimplementasikannya secara terukur. Proses ini terdiri dari lima langkah utama: clarify, ideate, develop, implement, dan evaluate.
1. Clarify (Memahami dan Menjelaskan Masalah)
Langkah pertama yang paling krusial adalah memperjelas masalah. Entrepreneur perlu menyadari adanya gap antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diharapkan. Gap ini bisa berupa kebutuhan pelanggan yang belum terpenuhi atau persoalan operasional yang menghambat bisnis.
Banyak pebisnis terjebak pada “ghost problem”—masalah yang kabur atau hanya gejalanya saja. Misalnya, jika sebuah restoran kehilangan pelanggan, solusinya bukan sekadar menambah promosi. Perlu diteliti lebih dalam: apakah masalahnya pada kualitas makanan, pelayanan, atau lokasi?
Tips praktis: gunakan fishbone diagram atau diskusi langsung dengan pelanggan untuk menemukan akar masalah, bukan sekadar gejala.

2. Ideate (Menghasilkan Ide Kreatif)
Setelah masalah jelas, langkah berikutnya adalah menghasilkan sebanyak mungkin ide solusi. Pada tahap ini, jumlah lebih penting daripada kualitas. Semakin banyak ide, semakin besar kemungkinan munculnya solusi terbaik.
Contoh: jika masalahnya adalah air tercemar di lahan pertanian, ide yang muncul bisa berupa isolasi hewan ternak dari sumber air, penggunaan teknologi filtrasi, hingga kolaborasi dengan pemerintah untuk mengurangi limbah industri.
Tips praktis: gunakan teknik brainstorming atau mind mapping untuk memicu ide tanpa langsung menilainya. Evaluasi datang nanti, bukan sekarang.
3. Develop (Mengembangkan dan Menyaring Solusi)
Tidak semua ide bisa dijalankan. Pada tahap ini, entrepreneur perlu menyaring ide berdasarkan kelayakan, biaya, risiko, dan manfaatnya.
Misalnya, menambahkan bahan kimia untuk membersihkan air mungkin efektif, tetapi berisiko pada kesehatan manusia dan hewan. Sebaliknya, sistem filtrasi lebih aman, tapi biayanya mungkin tinggi. Entrepreneur harus menimbang opsi dan memilih solusi yang paling realistis dan berdampak.
Tips praktis: buat daftar pro-kontra untuk setiap solusi, lalu lakukan uji kelayakan sederhana sebelum melangkah lebih jauh.
4. Implement (Menerapkan Solusi)
Ide tanpa implementasi hanyalah wacana. Di tahap ini, entrepreneur mulai menguji solusi di lapangan. Implementasi perlu dilakukan secara terstruktur dan bertahap, agar jika ada kegagalan, perbaikan bisa dilakukan lebih cepat.
Contoh: dalam kasus lahan pertanian, solusi bisa berupa penanaman vegetasi buffer (rumput atau tanaman di tepi sungai) untuk menyerap pestisida sebelum masuk ke aliran air. Implementasi dilakukan bersama petani, lalu dimonitor secara berkala.
Tips praktis: selalu lakukan pilot project kecil sebelum menggelar solusi dalam skala besar.
5. Evaluate (Mengevaluasi Hasil)
Langkah terakhir adalah mengevaluasi solusi yang sudah diterapkan. Apakah masalah benar-benar terselesaikan? Apakah ada efek samping yang tidak diinginkan?
Tahap evaluasi sering diabaikan, padahal sangat penting. Bisa jadi solusi awal hanya mengurangi masalah, bukan menyelesaikannya. Oleh karena itu, entrepreneur perlu melakukan uji berkelanjutan untuk memastikan solusi tetap efektif.
Tips praktis: gunakan data dan feedback pelanggan sebagai bahan evaluasi, lalu perbaiki solusi bila diperlukan.
Menggunakan Kreativitas untuk Memecahkan Masalah
Entrepreneur terus-menerus dihadapkan pada berbagai masalah saat mereka mengembangkan ide untuk mengisi celah pasar. Di luar masalah umum seperti rekrutmen atau pendanaan, seorang entrepreneur—atau timnya—memiliki peran penting dalam menjaga kreativitas produk atau layanan yang ditawarkan. Inovasi dan kreativitas dalam bisnis sangat diperlukan untuk memperluas lini produk atau menciptakan layanan yang revolusioner.
Entrepreneur tidak perlu merasa terisolasi dalam mencari solusi kreatif. Ada banyak metodologi kolaboratif yang tersedia untuk memicu kreativitas mereka, yang pada akhirnya akan mendukung kesuksesan dan ekspansi bisnis. Mempelajari dan menggunakan metode ini dapat mengurangi stres yang dirasakan oleh pemilik startup. Beberapa metode kolaboratif tersebut meliputi:
1. Crowdsourcing
Crowdsourcing adalah model pemecahan masalah dan produksi yang terdistribusi secara daring. Ini melibatkan tim dari individu amatir dan non-ahli yang bekerja sama untuk menemukan solusi atas suatu masalah. Tujuannya adalah untuk memanfaatkan kecerdasan kolektif publik guna menyelesaikan tugas-tugas yang biasanya dilakukan oleh perusahaan sendiri atau pihak ketiga.
Sebuah perusahaan dapat memposting masalah secara daring dan meminta sukarelawan untuk mengusulkan solusi. Sebagai imbalannya, para sukarelawan akan mendapatkan hadiah seperti uang tunai, materi promosi, royalti, atau kompensasi. Solusi yang diajukan biasanya menjadi hak kekayaan intelektual (HKI) milik perusahaan yang memposting masalah tersebut, yang kemudian akan diproduksi massal untuk keuntungan.
Contoh nyata adalah perusahaan seperti Bombardier yang mengadakan kontes inovasi untuk mendapatkan ide tentang desain interior kereta api. Contoh lainnya adalah platform Amazon Mechanical Turk, tempat individu memposting tugas-tugas kecil yang diselesaikan oleh pekerja daring.
2. Brainstorming
Brainstorming adalah metode untuk menghasilkan ide dalam lingkungan yang bebas dari penilaian atau kritik. Tujuannya adalah untuk mendorong peserta berpikir secara baru dalam memecahkan masalah. Penggunaan kelompok multifungsi—yaitu, peserta dari berbagai departemen dan keahlian—memberi wirausahawan dan tim pendukung kesempatan nyata untuk mengusulkan dan mewujudkan ide.
Atmosfer sesi brainstorming harus santai dan informal. Semua ide disambut baik dan dicatat tanpa sensor, dengan fokus pada kuantitas ide daripada satu solusi yang sempurna. Salah satu aktivitas brainstorming populer adalah latihan “sapi konyol” (silly cow), di mana tim diminta mengembangkan tiga model bisnis baru terkait dengan sapi dalam waktu singkat untuk memicu kreativitas.
3. Storyboarding
Storyboarding adalah proses menyajikan ide dalam format visual langkah demi langkah. Alat ini sangat berguna ketika seorang entrepreneur mencoba memvisualisasikan solusi untuk suatu masalah. Langkah-langkah menuju solusi digambar dan disusun secara grafis. Gambar-gambar ini dapat ditambahkan, dikurangi, atau diatur ulang secara berkesinambungan hingga solusi akhir muncul dalam format visual. Metode ini sering digunakan dalam pengembangan produk atau layanan baru untuk memetakan pengalaman pengguna dari awal hingga akhir.
4. Kreativitas Tim
Kreativitas tim adalah proses di mana seorang entrepreneur bekerja sama dengan timnya untuk menciptakan solusi tak terduga untuk suatu tantangan. Tim yang efektif biasanya memiliki anggota dengan beragam latar belakang dan sudut pandang. Keunggulan utama dari metode ini adalah kolaborasi dan dukungan yang diberikan antar anggota. Ide-ide kecil dari satu orang bisa memicu imajinasi anggota lain untuk menghasilkan ide yang lebih orisinal. Seperti yang pernah dikatakan oleh Mark Zuckerberg, salah satu pendiri Facebook, “Hal terpenting bagi Anda sebagai entrepreneur adalah membangun tim yang benar-benar baik.”
Pada akhirnya, kreativitas bukanlah anugerah yang hanya dimiliki segelintir orang. Ini adalah keterampilan yang dapat dilatih, terutama dalam konteks memecahkan masalah. Dengan menerapkan metode-metode seperti Creative Problem-Solving (CPS), crowdsourcing, dan brainstorming, seorang entrepreneur dapat mengubah tantangan terbesar menjadi peluang terbesar. Ingatlah, bisnis yang berkembang adalah bisnis yang terus berinovasi, dan inovasi berawal dari keberanian untuk berpikir di luar kebiasaan.

