Studi Terbesar OpenAI: Siapa Sebenarnya Pengguna ChatGPT?

(Business Lounge Journal – News and Insight)

OpenAI baru saja merilis studi terbesar mengenai siapa yang sebenarnya menggunakan ChatGPT dan bagaimana mereka memanfaatkannya. Bersama seorang ekonom dari Harvard, tim riset ekonomi OpenAI menerbitkan laporan kerja untuk National Bureau of Economic Research (NBER) yang menganalisis 1,5 juta percakapan pengguna ChatGPT dari paket konsumen.

Hasil riset ini membuka gambaran menarik tentang demografi, perilaku, dan tujuan penggunaan ChatGPT yang kini menjadi chatbot AI paling populer di dunia. Pada akhir Juli 2025, jumlah pengguna aktif mingguan ChatGPT tercatat hampir mencapai 10% dari populasi orang dewasa di dunia.

  • Dari Dominasi Laki-Laki ke Perempuan

Ketika ChatGPT pertama kali diluncurkan, sekitar 80% pengguna memiliki nama depan yang biasanya diasosiasikan dengan laki-laki. Namun, data terbaru menunjukkan perubahan signifikan: lebih dari separuh pengguna aktif mingguan kini memiliki nama depan yang biasanya diasosiasikan dengan perempuan.

Laporan ini menyebut fenomena tersebut sebagai tanda bahwa kesenjangan gender dalam pemanfaatan AI semakin menutup. Namun, perlu dicatat bahwa nama-nama ambigu atau tidak ada dalam dataset acuan LLM dikategorikan sebagai “unknown” dan tidak dihitung.

  • Didominasi Generasi Muda dan Berpendidikan

Pengguna ChatGPT cenderung berusia muda. Hampir setengah dari percakapan yang dianalisis berasal dari pengguna berusia 18–25 tahun.

Dari sisi pendidikan, mereka yang memiliki gelar sarjana lebih sering menggunakan ChatGPT untuk pekerjaan (46%) dibandingkan mereka yang tidak berpendidikan sarjana (37%). Profesi dengan pendapatan tinggi dan berbasis teknis, khususnya di bidang komputer dan teknologi, juga lebih banyak memanfaatkan ChatGPT untuk kebutuhan pekerjaan.

  • Pertumbuhan di Negara Berpenghasilan Rendah

Salah satu temuan yang mengejutkan adalah pertumbuhan adopsi ChatGPT di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Hingga Mei 2025, laju adopsi ChatGPT di negara dengan pendapatan terendah tercatat empat kali lebih cepat dibandingkan negara dengan pendapatan tertinggi.

Hal ini menunjukkan bahwa AI generatif tidak hanya berkembang di negara maju, tetapi juga menjadi alat bantu yang cepat diakses oleh masyarakat di negara berkembang.

Bagaimana ChatGPT Digunakan?

Studi ini juga memetakan pola penggunaan ChatGPT:

  • 70% percakapan bukan untuk keperluan kerja, melainkan untuk hal sehari-hari.
  • 77% topik percakapan berfokus pada panduan praktis, menulis, dan pencarian informasi.
  • Permintaan bantuan teknis seperti analisis data atau pemrograman turun dari 12% pada Juli 2024 menjadi hanya 5% pada Juli 2025.
  • Dari sisi gender:
    • Pengguna dengan nama perempuan lebih banyak memakai ChatGPT untuk menulis dan panduan praktis.
    • Pengguna dengan nama laki-laki lebih cenderung menggunakannya untuk bantuan teknis, pencarian informasi, serta multimedia seperti pembuatan gambar.

Secara keseluruhan, sekitar 49% pesan ditujukan untuk meminta saran atau informasi, sementara 40% lainnya berfokus pada permintaan menyelesaikan tugas.

Menariknya, meskipun generasi muda mendominasi pengguna, hanya 23% dari mereka yang berusia di bawah 26 tahun yang benar-benar menggunakan ChatGPT untuk pekerjaan.

Dari penggunaan untuk kerja, menulis mencakup 42% aktivitas, khususnya dari pengguna dengan latar belakang manajemen dan bisnis. Mayoritas dari mereka meminta ChatGPT mengedit atau memodifikasi teks, bukan membuat teks dari awal.

Bagaimana dengan Indonesia?

Bagi Indonesia, temuan ini punya relevansi besar. Generasi muda Indonesia—khususnya mahasiswa, profesional muda, hingga pelaku UMKM—mulai terbiasa menggunakan ChatGPT untuk mendukung pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari.

Beberapa potensi pemanfaatannya di Indonesia antara lain:

  • Mahasiswa menggunakan ChatGPT sebagai asisten belajar, penerjemah, hingga penulis draft.
  • UMKM memanfaatkan ChatGPT untuk membuat materi pemasaran, menulis katalog produk, hingga memberikan ide pengembangan usaha dengan biaya rendah.
  • Profesional muda di bidang manajemen dan bisnis mulai terbiasa mengandalkan ChatGPT untuk menyusun laporan, ringkasan, atau ide presentasi.

Contoh Nyata di Indonesia

  • Startup Edutech: Beberapa platform pendidikan berbasis teknologi di Jakarta menggunakan ChatGPT untuk membantu tutor membuat materi pembelajaran adaptif, termasuk latihan soal dan penjelasan tambahan.
  • UMKM Kuliner: Pelaku usaha makanan memanfaatkan ChatGPT untuk menulis deskripsi produk yang menarik di marketplace, sekaligus membuat caption promosi di media sosial.
  • Konsultan Bisnis: Profesional muda di perusahaan konsultan menggunakan ChatGPT untuk menyusun draft proposal, ringkasan laporan riset, hingga analisis tren pasar.
  • Kampus dan Komunitas: Mahasiswa mulai mengintegrasikan ChatGPT dalam proses riset, misalnya membuat kerangka penelitian atau membantu menerjemahkan jurnal asing.

Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa AI generatif bukan hanya tren global, tetapi juga sudah nyata dipraktikkan di Indonesia.

Laporan OpenAI ini menegaskan bahwa adopsi AI makin inklusif. Bagi pelaku bisnis di Indonesia, hal ini berarti peluang baru:

  • Menyediakan produk dan layanan berbasis AI yang relevan dengan kebutuhan lokal.
  • Melatih karyawan agar mampu bekerja berdampingan dengan AI secara produktif.
  • Menjadikan AI sebagai enabler dalam inovasi, efisiensi, dan strategi bisnis jangka panjang.