(Business Lounge Journal – News and Insight)
Dunia saat ini menyaksikan fenomena kompleks di mana suhu global terus mencetak rekor baru, beriringan dengan fluktuasi harga pangan yang signifikan. Sebuah studi komprehensif yang diterbitkan di jurnal Environmental Research Letters pada Senin (21/7/2025) mengungkapkan bahwa kenaikan harga pangan semakin menjadi salah satu dampak utama dari perubahan iklim global.
Riset tersebut menyoroti bagaimana peningkatan suhu ekstrem di seluruh dunia—yang konsisten menjadi indikator utama perubahan iklim—secara langsung memengaruhi sektor pertanian. Kondisi ini berkontribusi pada penyesuaian pasokan dan peningkatan biaya pangan di skala global, menyoroti pentingnya stabilitas ekonomi dan ketahanan pangan.
Data Geografis Menunjukkan Pola yang Jelas
Analisis data dari berbagai wilayah dalam studi tersebut memberikan gambaran yang jelas. Di Amerika Serikat, misalnya, terjadi peningkatan harga sayuran hingga 80% secara year-on-year pada November 2022. Kenaikan ini dipicu oleh periode kekeringan ekstrem yang memengaruhi wilayah pertanian vital seperti California dan Arizona.
Di Asia Timur, gelombang panas tahun lalu juga memberikan dampak yang terukur. Harga kubis Korea melonjak 70% pada September 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, sementara harga beras Jepang mengalami kenaikan 48% pada periode yang sama. Di Tiongkok, harga sayuran meningkat 30% antara Juni dan Agustus, yang mengindikasikan sensitivitas pasokan pangan terhadap kondisi cuaca ekstrem.
Komoditas Kunci Menunjukkan Perubahan Harga yang Cepat
Beberapa komoditas pangan mengalami inflasi harga yang lebih cepat dibanding lainnya, utamanya karena dampak panas ekstrem, kekeringan, dan hujan lebat yang terkait dengan perubahan iklim. Studi ini menyoroti bahwa dampak cuaca ekstrem pada produksi di suatu negara dapat secara spesifik meningkatkan biaya bagi konsumen di negara-negara yang jauh, terutama untuk produk yang mayoritas dihasilkan di wilayah tertentu.
Contoh yang menonjol adalah kakao. Kakao, yang sebagian besar diproduksi di Ghana dan Pantai Gading, dua negara di Afrika Barat, menunjukkan kenaikan harga penjualan tanaman hingga 300% pada April 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan signifikan ini terjadi setelah periode suhu tinggi dan kekeringan parah. Fenomena ini menggambarkan bagaimana gangguan produksi di satu wilayah dapat menciptakan efek domino global yang substansial.
Peran Bank Sentral dalam Menjaga Stabilitas Harga Pangan
Studi ini juga menekankan bahwa menjaga tingkat inflasi pangan akan menjadi lebih kompleks seiring dengan perubahan pola cuaca global yang berkontribusi pada peningkatan biaya produksi dan pengurangan pasokan. Hal ini menghadirkan pertimbangan penting bagi bank sentral di seluruh dunia.
“Mandat bank sentral untuk stabilitas harga mungkin akan menghadapi tantangan yang semakin besar jika peristiwa cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi membuat harga pangan kurang stabil baik di tingkat domestik maupun di pasar global,” demikian pernyataan dalam studi tersebut.
Seiring dengan faktor lain seperti ancaman tarif dan inflasi yang terus memengaruhi biaya belanja bahan makanan bagi banyak konsumen global, peristiwa cuaca ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya berpotensi meningkatkan biaya tersebut lebih lanjut. Kondisi ini menunjukkan perlunya pendekatan mitigasi dan adaptasi yang terkoordinasi secara global.

