(Business Lounge – Global News) Kisruh internal yang menyeruak di tubuh konglomerat properti Singapura, City Developments Limited (CDL), telah mengguncang kepercayaan pasar terhadap tata kelola perusahaan keluarga yang selama ini dianggap stabil. Perseteruan yang melibatkan tokoh utama keluarga Kwek, yaitu sang pendiri Kwek Leng Beng dan putranya Sherman Kwek, menyeret pula nama Catherine Wu, seorang penasihat lama yang disebut-sebut memiliki pengaruh tidak resmi namun signifikan terhadap arah kebijakan perusahaan. Kontroversi ini mencerminkan kompleksitas kepemimpinan dalam dinasti bisnis lintas generasi dan bagaimana pengaruh individu di luar struktur formal dapat mengancam kestabilan korporasi global.
Konflik bermula pada pertengahan 2023 ketika Catherine Wu muncul di berbagai acara internal dan publik CDL, termasuk gala besar yang diselenggarakan M&C, anak usaha perhotelan CDL. Sherman Kwek, yang kini menjabat CEO CDL, menganggap kehadiran dan keterlibatan Wu dalam berbagai urusan internal sebagai bentuk intervensi yang tidak sah. Ia berupaya memperkuat tata kelola perusahaan dengan menunjuk dua direktur independen ke dalam dewan pada awal 2025. Langkah ini dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap pengaruh Wu, yang meskipun tidak memiliki jabatan formal, diyakini dekat secara pribadi dengan sang pendiri.
Tindakan Sherman segera dibalas oleh ayahnya sendiri, Kwek Leng Beng, yang mengajukan gugatan hukum terhadap putranya dan anggota dewan baru. Dalam dokumen hukum yang diajukan ke pengadilan Singapura, Leng Beng menuduh Sherman mencoba melakukan kudeta perusahaan secara diam-diam dan menuduhnya melanggar prinsip tata kelola korporat dengan merekrut dewan baru tanpa persetujuan pemegang saham utama. Tuduhan ini menambah keretakan antara ayah dan anak yang sebelumnya sudah memiliki perbedaan pandangan dalam banyak hal, termasuk arah investasi jangka panjang dan manajemen operasional grup properti mereka.
Di balik konflik keluarga ini, para analis menyoroti kegagalan besar CDL dalam investasi di Sincere Property Group di Tiongkok yang terjadi pada masa kepemimpinan Sherman. Investasi ini menelan kerugian hampir dua miliar dolar Singapura dan mencoreng reputasi manajerial generasi kedua dalam kelompok usaha keluarga Kwek. Kegagalan tersebut membuat para investor mempertanyakan kapasitas Sherman memimpin CDL ke masa depan, apalagi ketika konflik internal ini mengemuka dan mengakibatkan penghentian sementara perdagangan saham CDL di Bursa Singapura.
Setelah berbagai pernyataan saling tuding, tekanan publik, dan penurunan nilai saham, Kwek Leng Beng dan Sherman akhirnya mencapai kesepakatan damai pada Maret 2025. Gugatan hukum dicabut, dan sebagai bagian dari resolusi, Catherine Wu menyatakan pengunduran dirinya sebagai penasihat tidak resmi M&C dan tidak akan lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan perusahaan. Sherman tetap menjabat sebagai CEO, dan para direktur independen yang baru tetap berada di dewan. Namun, laporan dari berbagai sumber menyebutkan bahwa Wu masih menjalin hubungan dekat dengan Leng Beng secara pribadi dan beberapa orang yang diangkat oleh Wu dalam struktur manajemen tetap menempati posisinya.
Meski secara formal masalah dianggap selesai, banyak pihak menduga konflik belum sepenuhnya mereda. Ketegangan antara pendekatan generasi pertama dan kedua masih membayangi, dan reputasi perusahaan pun telah terlanjur tercoreng di mata pasar global. Analis dari The Business Times dan Reuters mencatat bahwa keberadaan pihak luar yang berpengaruh namun tidak terikat aturan formal tata kelola merupakan ancaman besar bagi stabilitas perusahaan terbuka. CDL harus bekerja keras untuk memulihkan kepercayaan pemegang saham dan pasar, dengan fokus pada transparansi, manajemen risiko, serta penyelesaian konflik internal secara profesional.
Selain itu, banyak investor melihat konflik ini sebagai cerminan tantangan yang lebih besar dalam perusahaan keluarga besar di Asia, di mana batas antara kepemilikan, kekerabatan, dan tata kelola tidak selalu jelas. Generasi kedua seperti Sherman menghadapi tekanan luar biasa: di satu sisi harus menghormati warisan keluarga dan loyalitas terhadap figur ayah sebagai pendiri; di sisi lain harus membuktikan dirinya mampu menjalankan perusahaan sesuai prinsip modern yang menuntut akuntabilitas dan keterbukaan. Kasus CDL menjadi pelajaran berharga bahwa konflik internal keluarga bisa menjadi ancaman sistemik yang memicu penurunan nilai perusahaan dan bahkan ketidakpastian di pasar properti global yang lebih luas.
Dalam jangka pendek, CDL menghadapi tugas besar untuk memulihkan reputasi dan memperbaiki struktur keuangannya, termasuk upaya pengurangan utang dan penjualan aset non-strategis. Sherman, yang kini memiliki kepercayaan penuh sebagai CEO, diharapkan mampu memimpin proses ini tanpa bayang-bayang intervensi dari pihak eksternal, termasuk dari masa lalu. Sementara itu, Leng Beng masih duduk sebagai chairman emeritus dan tetap memiliki pengaruh besar, meskipun tidak lagi terlibat dalam manajemen harian.
Kisah dinasti Kwek menggarisbawahi bahwa kejayaan bisnis keluarga tidak bisa diwariskan begitu saja tanpa kesiapan institusi yang kuat, budaya tata kelola yang kokoh, serta batas tegas antara hubungan personal dan profesional. Meskipun saat ini situasi telah dikendalikan, tantangan terbesar bagi CDL bukan lagi hanya soal hotel atau properti, tetapi tentang bagaimana memimpin dengan integritas dalam menghadapi tekanan zaman, ambisi, dan warisan yang rumit.